Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Terpukau dengan Capung

30 Mei 2020   22:04 Diperbarui: 31 Mei 2020   10:31 2320
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capung merah di rumahku (foto: koleksi pribadi)

Saya kira orang-orang seusia saya, bahkan yang lebih muda, pasti pernah melihat capung. Saya tidak mengatakan semua orang karena mungkin saja anak-anak zaman now ada yang sudah tidak mengenal serangga yang bernama Capung.

Ketika saya kecil dulu, saya sering sekali bermain dengan capung. Waktu itu capung berwarna kehijauan dengan sayap warna transparan. Biasanya kami menunggu saat capung itu berhenti terbang dan hinggap pada pohon-pohon bunga atau di mana saja, sambil mengendap kami berusaha menangkapnya. 

Ketika capung sudah di tangan, yang kami pegang adalah kedua sayapnya. Lalu, ekornya kami ikat dengan seutas benang yang kira-kira panjang sekitar 2 meter, supaya capungnya bisa terbang. Biasanya kami berlomba, capung siapa yang terbangnya lebih gesit.

Jika ingin capung terbang lincah, maka benangnya harus dipendekin. Tapi, ini berisiko Capung terbang tinggi tak terjangkau, maka capung yang susah payah kami tangkap akan hilang terbang bebas dengan benang di ekornya.

Saat ini saya masih sering ketemu capung di halaman rumah. Tetapi capung yang berwarna kehijauan sudah jarang terlihat, dan terbangnya sangat gesit. Sulit sekali untuk memotretnya, apalagi menangkapnya.

Sekarang ada capung berwarna kuning kecoklatan dan yang berwarna merah marun. Yang terakhir ini lebih tenang dan bisa hinggap berlama lama. 

Dulu ketika bermain capung kami pasti dimarahi Ibu. "Tidak baik menyiksa binatang," kata Ibu.

Belakangan saya mendengar ada yang mengatakan, jika capung terbang masuk rumah pada malam hari itu pertanda buruk. Akan ada kesialan yang terjadi. Sebaliknya jika datang pada siang hari itu pertanda keberuntungan akan datang. Benarkah? Entah, rasanya itu mitos.

Belakangan saya tahu bahwa capung makan nyamuk. Benarkah? Semoga benar ya! Di halaman saya ada banyak nyamuk, walau saya sudah berusaha memangkas ranting- ranting supaya terang. 

Pot tanaman air saya juga tiap hari airnya saya luberin. Maksud saya supaya ga ada jentik tersisa di sana dan secara berkala saya beri bubuk Abate. 

Saking terpukaunya saya dengan Capung merah, maka fotonya saya kirim ke teman-teman saya. Mereka semua memuji cantik. Sampai suatu hari Bu Flora teman saya mengirim foto jepretannya.  Wow... cantik banget. Saya tidak perlu berkomentar, Anda saksikan sendiri, ya.

Indahnya foto capung jepretan Ibu Flora (foto: Ibu Flora) 
Indahnya foto capung jepretan Ibu Flora (foto: Ibu Flora) 

Foto kiriman itulah yang menggugah kenangan saya akan capung sampai saya menulis kisah sederhana ini. Semoga capung tidak sampai punah seperti dengan nasib kunang-kunang yang sudah sulit ditemukan. 

Capung merah di rumahku (foto: koleksi pribadi)
Capung merah di rumahku (foto: koleksi pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun