Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Nostalgia Membuat "Bannang Gallasa"

5 Februari 2018   20:32 Diperbarui: 5 Februari 2018   21:12 1491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di gunung ataupun di pantai, asal ada angin, bermain layangan pasti asyik. Dokumentasi pribadi

Kuambil buluh sebatang
Kupotong sama panjang
Kuraut dan kutimbang dengan benang
Kujadikan layang-layang

Masih ingat syair lagu ini kan? Sudah lupa? Atau sama sekali nggak pernah tahu?

Saya sangat beruntung karena lagu ini bukan hanya sekadar syair tetapi sungguh telah menginspirasi kami untuk berbuat seperti yang diajarkan oleh penggubah syairnya.

Nggak percaya? Iya, saya memang anak perempuan dan tampang saya juga biasa-biasa saja, tidak terlihat tampang tomboy. Mungkin karena kakak di atas saya itu anak laki-laki, maka saya pun menyukai permainan anak laki. Saya selalu mengekor jika dia bersama teman-temannya bermain.

Pernah saya ceritakan bahwa uang saku kami terbatas, tapi justru kondisi ini membuat kami menjadi kreatif. Maka layangan dan benang gelasan kami selalu buatan sendiri. Jadilah layang-layang kami selalu berbeda dari yang lain.

Di Makassar kami tidak pernah mengatakan main layangan, tapi biasanya kami sebut a' layang-layang, artinya sih bermain layang-layang.

Proses pembuatan layang-layang biasanya lancar-lancar saja, karena bisa dibuat secara diam-diam. Masalahnya, Baba' (panggilan kami kepada ayah) sebetulnya tidak mengizinkan kami bermain layang-layang. Tentunya ada "alasan" sehingga kami dilarang, namun setelah dewasa baru saya mengerti "alasan" itu. Rupanya setiap kali melihat kami bermain layang-layang, Baba' selalu teringat akan kakak laki-laki saya yang sangat suka bermain layang-layang, tapi ia meninggal dalam usia muda.

Benang gelasan, kami sebut bannang gallasa', biasa cuma disebut gallasa', atau cukup bilang bannang saja.

Membuat gallasa' harus menunggu Baba' pergi keluar rumah dan matahari harus terik supaya gallasa' nya cepat kering sehingga tidak bau, dan tentu saja supaya kami tidak ketahuan Baba'

Untuk keperluan ini, diperlukan pecahan beling, bohlam bekas, para'ka' ku'kulu' (lem dari kulit sapi) dan tentu saja benang.

Di rumah, Amma' (panggilan untuk ibu kami) mempunyai lesung kecil dari besi berikut alu besi nya. Alat inilah yang berjasa untuk menghaluskan beling-beling dan bohlam. Supaya pecahannya jangan sampai kena mata, maka terlebih dahulu semua bahan-bahan itu dibungkus dengan kain sebelum ditumbuk.

Oh iya, lesung kecil itu sekarang di mana ya? Siapa ya yang menyimpannya? Ini benda pusaka yang terlupakan.

Jika proses penghalusan sudah beres, para'ka'ku'kulu' dipanaskan supaya encer, lalu dicampur dengan pecahan beling yang sudah dihaluskan, diaduk supaya rata. Proses terakhir adalah memasukkan benang calon bannang gallasa'. Benang ini akan direndam semalaman untuk kemudian dijemur. Proses penjemuran inilah yang paling merepotkan. 

Anak-anak saya waktu kecil bersama layang-layang buatan sendiri. Dokumentasi pribadi
Anak-anak saya waktu kecil bersama layang-layang buatan sendiri. Dokumentasi pribadi
Begitulah proses yang harus kami lalui sebelum bisa menaikkan layang-layang kami. Ketika waktu bermain tiba, saya kebagian tugas memegang gulungan benang. Jangan kira tugas ini mudah, saya sering dimarahi karena telat menggulung benang atau posisi kaleng kurang pas ketika benang mau diulur.

Saya sendiri tidak pernah bisa menaikkan atau lebih tepat menerbangkan layang-layang. Dalam bahasa Makassar kami menyebutnya A' panaik layang-layang. Karena saya cuma tukang benang, jadi saya harus puas walau hanya dibolehkan memegang layangan saat angin tenang dan kalau sedang tidak ada lawan, dalam bahasa kami 'musuh di langit'.

Saya paling sedih kalau layang-layang kami A' kepa', artinya benang layangan kami putus dan terbang melayang. Lebih sedih lagi kalau benang yang ikut putus cukup banyak. Kekalahan ini tidak berarti benang gelasan kami kurang tajam tapi sering juga lawan bermain kasar alias curang. Ya... sedih banget, deh!

Tetapi untungnya hal itu jarang terjadi, karena benang gelasan kami super tajam.

Nyaris lupa, kami ini lebih sering bermain di teras lantai dua rumah kami, bukan di tanah lapang seperti dalam syair lagu tadi. Teras lantai dua itu cukup luas, kami sebut langkang. Entah dari bahasa apa pula itu. Kalau main di lapangan sudah pasti saya nggak boleh ikut.

Layang-layang selalu menjadi mainan menarik bagi anak-anak. Cucu saya dengan layangannya. Dokumentasi pribadi
Layang-layang selalu menjadi mainan menarik bagi anak-anak. Cucu saya dengan layangannya. Dokumentasi pribadi
Kesenangan yang satu ini tidak akan bisa saya lupakan yaitu bila mendapat layang-layang kepa' (layangan putus).

Anak-anak zaman now, pasti banyak yang belum pernah memegang layangan. Apalagi membuat benang gelasan. Kalau anak-anak saya masih sempat belajar membuat layangan. Cucu-cucu belajar a' panaik layang-layang dengan Opa. Tapi tentunya mereka tidak belajar membuat bannang gallasa'.

Jadi asyik kan, kami anak-anak tempo dulu? Sayang saya tidak punya fotonya, zaman itu berfoto tidak semudah sekarang.

Di gunung ataupun di pantai, asal ada angin, bermain layangan pasti asyik. Dokumentasi pribadi
Di gunung ataupun di pantai, asal ada angin, bermain layangan pasti asyik. Dokumentasi pribadi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun