Wow di usia lanjut, kembali saya bisa menyaksikan film Tiga Dara dengan sangat nyaman. Tentu ini berkat kerja keras tim restorasi. Luar biasa! Saya tidak pernah menyangka bakal bisa menyaksikan kembali film Tiga Dara karya Usmar Ismail ini, dengan gambar yang begitu jernih dengan tata suara yang sempurna. Sungguh membuat saya sangat terharu! Mengapa sampai terharu?
Dulu, sebagai gadis berusia belasan tahun, saya mempunyai hobi nonton bioskop. Maka film Tiga Dara pasti tidak saya lewatkan.
Begitu senangnya saya menonton film Tiga Dara ini, membuat saya menontonnya berkali-kali dan sejak itu cita-cita saya, bertambah satu. Apakah itu? Saya ingin menjadi aktris seperti Indriati Iskak, karena sangat terpukau oleh aktingnya sebagai si bungsu Neni. Hehe..,
Kebetulan saya pun berambut panjang, maka angan-angan pun menjadi semakin subur. Sayang, foto-foto saya yang meniru gaya Neni sudah dirusak banjir.
Untuk merealisasi mimpi saya itu, saya pernah izin ke Ortu saya supaya diizinkan ke Jakarta untuk suatu kursus yang tidak ada di Makassar. Saya tidak menerangkan secara detil dan ortu saya juga kurang kritis, bertanya. Mungkin mereka merasa kasihan karena sebelumnya saya pernah dipanggil pulang dari Surabaya untuk melanjutkan sekolah di Makassar saja. Waktu itu TRIKORA sedang hangat. Sebetulnya yang akan saya ikuti adalah kursus peragawati di Marion Glamour School Jakarta.
Izin, uang tiket dan uang kursus, begitupun dengan bakal biaya akomodasi di Jakarta, sudah hampir di tangan. Tinggal seminggu berangkat, kakak saya membocorkan kepada ortu, kursus apa yang akan saya ikuti di Jakarta. Ya…, gagal deh! Mana mau ortu saya yang masih kolot mengizinkan anaknya menjadi peragawati. Padahal, itu adalah jembatan saya untuk menjadi aktris seperti Indriati Iskak.
Puluhan tahun kemudian, nasib membawa saya sekeluarga pindah ke Jakarta. Impian menjadi bintang sudah sirna. Indriati Iskak pun telah saya lupakan.
Tak disangka, suatu hari sehabis ibadat Minggu di gereja Santa, saya jumpa Indriati Iskak. Wow, saya senang sekali! Berhubung teman-teman memanggilnya Bu Indri, lengkapnya Bu Indri Makki, saya juga “terpaksa” memanggilnya demikian. Karena sering berjumpa, kami pun menjadi sahabat. Dia selalu tersenyum dan merasa lucu setiap kali saya bercerita mengenai mimpi saya dulu.
Saya sering menyanyikan lagu-lagu film Tiga Dara dengan suara pas-pasan, dan kadang malah sumbang. Bu Indri hanya tersenyum saja. Tidak terlihat centilnya Neni. Iyalah, karena dia kan sudah menjadi ibu, sama juga dengan saya.
Kembali ke film Tiga Dara, dulu saya masih sempat menyaksikan ditayangkan di televisi.