Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tahun Baru Imlek dalam Kenanganku

7 Februari 2016   22:37 Diperbarui: 8 Februari 2016   11:26 455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitulah kebiasaan Peranakan Tionghoa Makassar, memberi julukan dan kadang sebagai pengganti nama. Berkunjung ke tetangga dan kerabat lain, biasanya kami lakukan pada hari ke dua dan seterusnya. Jangan khawatir, masih ada empat belas hari... Menjelang sore, mulai terdengar bunyi genderang Barong yang kami sebut gangrang barong.

Zaman dulu di Makassar, barong hanya keluar pada masa tahun baru. Oh, iya ada juga naga. Selain barong dan naga, ada pula kendaraan berhias yang membawa artis-artis penyanyi dan penari, mungkin sebagian besar dari mereka hanya artis dadakan. Kostum mereka beraneka macam. Ada yang berupa ikan duyung, kerang besar, kupu-kupu, bidadari dan lain-lain, semacam karnaval. Mereka bernyanyi sambil menari jika perannya menghendaki.

Kendaraan hias ini berkeliling di sekitar Kampong Cina (China Town) sambil mengharap ada yang nanggap. Biasanya jauh-jauh hari sebelum tahun baru, para pengusaha kendaraan hias sudah datang menawarkan dan mendata siapa-siapa yang mau nanggap. Mereka mulai berkeliling ketika hari sudah malam. Kalau tidak salah, salah satu kendaraan hias itu milik Ho Eng Djie. Beliau ini sahabat Baba’. Rupanya, Ho Eng Djie ini seorang seniman. Waktu itu saya masih terlalu kecil untuk tahu siapa beliau itu. Lain halnya dengan barong. Barong mulai keluar beroperasi saat hari masih sore, jadi sebelum gelap. Kalau gangrang Barong terdengar sangat keras, berarti mereka sedang bermain di tempat yang dekat, maka saya dan adik akan segera berlari menuju tempatnya bermain. Wow, asyik sekali! Malah kadang kami mengekor di belakang mereka. Yang pasti kami memakai baju baru.

[caption caption="Sampai tua masih mengejar barongsae"]

[/caption]

Barong maupun kendaraan hias itu sering ditanggap Baba’ dengan cara booking sebelumnya. Karena itu kerabat dan kenalan di waktu sore banyak yang berdatangan untuk nonton bareng. Nah, untuk tamu-tamu inilah kue kering itu yang dibuat berhari-hari sebelumnya. Lama Barong bermain tergantung besarnya sumbangan yang diberikan. Ang pao yang dimakan barong lain lagi, kayaknya itu sebagai tip untuk para pemain. Di antara kendaraan hias itu, ada yang nakal. Saat lewat di depan rumah, asal ada orang yang nongol di jendela loteng, walau hanya anak-anak, mereka akan berhenti dan mulai beraktraksi. Keesokan hari, mereka akan datang menagih ke Baba’. Begitulah kami semua dimarahi oleh Amma’. Padahal kami tidak memanggil, kepala kami pun hanya nongol sedikit karena mendengar musiknya yang gegap gempita.

Kami hanya ngintip, dasar…!

Pada malam kesembilan, ada ritual Pakaddo’ Salapang Bangi, yang dikenal juga sebagai Sembahyang Tuhan Allah. Meja sembahyang nya khusus karena kaki mejanya tinggi, karena itu disebut juga Pakaddo’ Tinggi. Ada yang melakukan ritual ini, pada malam Cap Go Meh. Ritual ini tidak wajib dilakukan oleh setiap rumah tangga. Amma’ hanya melakukan Pakaddo’ ini bila membayar nazar. Baca juga https://irenemarianisiho.wordpress.com/2015/06/28/bernazar-na-ni-pa-singtinggi-bulaeng/  dan https://irenemarianisiho.wordpress.com/2015/01/03/membayar-nazar-dengan-a-pa-singtinggi-apang/ 

Toa Pe Kong atau Dato’ biasa diarak keliling Kampong Cina, bila Dato’ menghendaki. Ada Dato’ Koang Kong, Dato’ Siang Ma dan lain-lain. Waktunya saya lupa, apa sebelum atau sesudah Pakaddo’ Salapang Bangi. Pada waktu itu, para Dato’ akan diusung dengan tandu dan diikuti dengan iring-iringan anak-anak berkuda dengan berpakaian Ksatria Tiongkok kuno. Ada juga yang duduk di atas semacam tandu yang disebut tjingge (cingge).

Yang terakhir adalah malam Cap Go Meh. Malam kelima belas. Allo Ang ribba’ ki Kondoa, hari Burung Bangau Terbang (terbang pulang ke Kahyangan), maka usailah Tambaru yang penuh kemeriahan. Saya menutupnya dengan memakai baju kondo-kondo ( warna biru langit) yang telah disiapkan Amma’.

Kepada Saudara-saudara yang merayakan saya ucapkan, “Selamat Tahun Baru Imlek 2567”.

[caption caption="Taplak bergambar tahun monyet yang sudah berusia 24 tahun, pemberian sahabat orang Jepang"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun