[caption caption="Paling kiri kakak ketiga, pemilik foto yang kurang tampak karena foto terkena banjir, bersama kakak pertama dan kedua"][/caption]Akhirnya tahun baru yang saya nanti-nantikan sudah tiba. Baba’ dan Amma’ (ayah dan ibu saya) pagi-pagi sekitar pukul enam, sudah rapih berpakaian bagus.
Kami anak-anak masih meringkuk malas untuk segera bangun. Kemarin kegiatan membungkus ang pao, ternyata melelahkan juga. Oh, bukan itu. Bermain air dan mencuci lantai yang telah menguras tenaga kami. Tapi, sejujurnya bukan itu juga. Kami hanya malas saja. Bermalas-malasan bangun, tidak bisa bertahan lama. Kami dimarahi dan harus segera merapihkan diri.
Saat kami belum sepenuhnya rapih, tamu pertama Baba’ dan Amma’ sudah datang. Nah, lho…! Dia adalah angko Tjong, anaknya Baba’ Boeng Koang tetangga kami. Rekor ini tidak terpecahkan, sampai mereka pindah rumah. Berarti dia yang lebih dulu memberi selamat kepada orangtua kami. Yaa...
Kami memberi selamat dengan cara soja, yaitu kedua telapak tangan, saling ditutupkan setinggi dada dan digoyang naik turun tiga kali. Aah sudah pada tahu, kan?! Pada keluarga lain, ada yang disertai dengan cara kui, mirip Sungkem
Sesudah itu kami diberi ang pao. Hehehe... Ang pao yang pertama. Biasanya ang pao ini yang paling banyak isinya.. Makin siang semakin ramai tamu yang datang. Kalau tamunya sudah senior, biasanya kami juga kebagian ang pao. Hehehe...asyik! Berarti jatah nonton bioskop bertambah.
Banyak sekali tamu, dari anak-anak sampsi orang dewasa, dari kerabat sampai yang belum kami kenal. Yang belum kami kenal kebanyakan anak-anak. Mereka senang sekali mendapat ang pao dari Baba’. Ang pao sebenarnya adalah membagi berkah dan kasih, jadi jangan menilai isinya, begitu yang selalu diajarkan orangtua kepada kami. Namun kami anak-anak, tetap saja isinya yang penting. Hahaha...
Begitulah Tahun Baru Imlek bisa mempererat hubungan kami semua, tanpa ada perbedaan.
Lebih asyik lagi, saya tidak kebagian kerja, karena dianggap masih kecil. Saya hanya bertugas duduk manis menunggu tamu. Bila mulai bosan, saya ke dapur mengambil kue untuk saya makan sendiri. Nyam nyam… hari ini saya tidak dibatasi, boleh makan apa saja sesuka saya. Karena doyan makan segala yang enak itulah, tahun lalu saya terdiagnosis prediabet. Mudah-mudahan sekarang gula darah saya sudah kembali normal, karena saya sudah diet tanpa gula, juga diet sayur dan buah.
Wah saya sudah ngelantur. Nggak apa-apa, ya?! Hitung-hitung sebagai peringatan buat yang doyan makan seperti saya.
Sebelum hari terlalu siang, kami berkunjung ke rumah Angkong (kakek), ayah dari Amma. Selain ang pao kami diberi golla-golla Kappala’ (permen cap Kapal). Angkong juga memberi kami barong mini (barongsae) buatannya. Namun ini sudah diberikan beberapa hari sebelum Tambaru. Angkong kami ini, ahli membuat barong. Barongsae di Makassar, kami cuma menyebutnya Barong. Selain Angkong, kami juga mengunjungi Bungko Anne, beliau adik Baba’. Aturannya kami panggil Ko, sebagai saudara perempuan ayah, tapi mengapa menjadi Bungko Anne? Karena beliau anak bungsu, jadi panggilannya Bungko. Panggilan Anne, mengikuti panggilan anak-anaknya. Maka jadilah Bungko Anne.
Kemudian kami menuju rumah Bibi Perak. Beliau ini A-le kami, karena beliau saudara perempuan Amma. Mengapa pula kami panggil Bibi?! Pasti karena mengikuti saudara-saudaranya yang memangilnya demikian. Sedangkan Perak, karena dulu Angkong kami tinggal di Kampong Perak.