Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenangan Masa Kecil, Menjelang Tahun Baru Imlek

4 Februari 2016   18:15 Diperbarui: 8 Februari 2016   15:10 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selesai Pangngangreang Onde-Onde, Amma’ akan mulai sangat sibuk. Sibuk apaan? Sibuk menjahit baju tahun baru buat kami anak-anaknya. Bayangkan, kami delapan bersaudara. Ada lima anak perempuan, ck,ck,ck....repotnya, kebayang, tidak?! Membeli baju jadi? No way, waktu itu belum banyak baju jadi yang dijual.

Baju tahun baru kami bukan satu, tapi banyak. Seandainya Amma kuat, mungkin masing-masing kami dibuatkan lima belas potong pakaian, sesuai perayaan tahun baru yang berlangsung lima belas hari.

Saya dan adik saya, minimal dibuatkan lima baju baru. Di antaranya, dua potong yang betul-betul bagus. Itu untuk keperluan Tahun Baru hari yang pertama dan untuk Cap Go Meh, hari ke-lima belas. Warna baju-baju itu biasanya warna cerah, dominan kemerahan, kecuali yang untuk Cap Go Meh, warnanya biru muda, biru langit. Dalam bahasa Makassar warna itu disebut kondo-kondo.

Menurut penuturan Amma', Cap Go Meh dirayakan sebagai Allo Ang Riba’ Ki Kondoa, yang berarti Hari Burung Bangau Terbang (Pulang ke Kayangan).

Apa hubungannya antara warna kondo-kondo (biru langit) dengan Kondo (Burung Bangau)? Hal ini belum pernah saya tanyakan kepada Amma. Sayang, ya. Baru sekarang itu semua terpikir, setelah Amma berpulang ke Sang Pencipta.

Kakak-kakak, dibuatkan berapa baju? Saya nggak pernah usil, jadi tidak tahu, tuh.

Ketika perayaan tahun baru semakin dekat, kira-kira kurang dua minggu, kesibukan di rumah bertambah. Untung ada Djie (baca Ji) seorang saudara dari keluarga Amma, yang menjadi tulang punggung pembuatan kue. Dalam bahasa Makassar disebut a’dawa-dawa.

Sekarang mulai acara pembuatan kue-kue kering. Yang paling saya ingat dan paling saya sukai adalah Kue Bangke’, adonannya memakai kenari cincang dan kelapa parut yang sudah digongseng, Bentuknya lucu-lucu dan sangat enak. Tentu ini hanya kata saya, ya. Ada model anjing, model daun, kupu-kupu, hati dan lain-lain. Sayang saya cuma memiliki cetakan daun dan hati. Cetakan ibu saya sudah hilang, entah kemana.

Ada Baruasa Mangkasara, Duri-Durian, Kue model 8 (Kanrejawa lettere’ sangang tuju) dan lain-lain. Sayang saya tidak mempunyai foto-fotonya, mungkin nanti bila saya sempat membuatnya. Kegiatan pembuatan kue ini, berlangsung berhari-bari.

Untuk apa kue sebanyak itu? Iya, karena tamu kami memang banyak, dan berlangsung selama lima belas hari. Asyik, kan yaa...

Selesai menjahit pakaian-pakaian kami, menghadang tugas Amma yang lain, yaitu membuat Dodoro’ Cina atau dikenal sebagai Kue Keranjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun