[caption caption="Gambar elang dan mangsanya (sumber foto: turbotwister.ru)"][/caption]Mungkin karena pengaruh usia yang bertambah dan banyaknya waktu untuk diri sendiri, maka saya jadi sering teringat pengalaman masa lalu.
Sebagai kanak-kanak, masa lalu yang penuh keterbatasan - jika dibandingkan dengan anak masa sekarang yang sepertinya punya segalanya- saya lebih menyukai masa kecilku.
Sebagai kanak-kanak saya sungguh menikmati masa itu. Saya bisa bermain dengan bebas dan saya bisa belajar dengan santai, tidak seperti anak sekarang. Di usia dini mereka sudah tergenjot untuk bersaing. Ada kursus ini, kursus itu, les-les tambahan dan lain-lain. Mereka bermainnya pun hanya di belakang meja..., meja komputer.
Banyak yang sudah berubah. Kemajuan teknologi makin pesat. Bumi dan alam semesta juga mengalami perubahan. Sayang, perubahannya banyak yang ke arah negatif.
Banyak flora dan fauna yang sudah menghilang, akibat ulah manusia.
Ketika masa sekolah dasar dan menengah, pelajaran menggambar selalu ada gunung, langit biru, awan putih dan burung elang. Sekarang langit berkabut polusi, burung-burung elang sudah langka dan hampir tidak terlihat lagi.
Zaman dahulu, dari teras lantai dua rumah kami, bila memandang ke Timur akan terlihat gunung. Ini di kota Makassar, lho. Kata kakak saya, “Itu gunung Latimojong.” Benar atau tidak, saya tidak pernah mengeceknya.
Rumah kami, adalah salah satu rumah di China Town kota Makassar. Teras atas rumah itu kami sebut langkang, entah berasal dari bahasa apa. Begitulah Peranakan Tionghoa Makassar menyebutnya.
Di langkang kami yang luas itu banyak kegiatan berlangsung, dari menjemur pakaian, bermain dende-dende, main layangan, apa saja. Ibu saya menanam tomat dan bunga dahlia, saya menanam melati dan bunga mawar yang sangat wangi.
Walau kami anak-anak bebas bermain, namun kami juga sering diberi tugas. Mau tahu tugas apa saja?
Saya paling sering diminta ibu mengawasi dendeng yang dijemur. Ibu sering membuat dendeng. Kadang dendeng ikan, namun yang paling sering, dendeng daging sapi.