Mohon tunggu...
Irene Maria Nisiho
Irene Maria Nisiho Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga

Nenek 6 cucu, hobby berkebun, membaca, menulis dan bercerita.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Walau Kemarau, Saya Panen Rebung

15 September 2015   17:40 Diperbarui: 15 September 2015   17:50 2901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Inilah penampilan rebung yang masih di pohonnya"][/caption]Percaya atau tidak, masih ada yang belum tahu, apa itu rebung. Rebung itu, adalah tunas muda dari pohon bambu dan menjadi bahan baku pokok untuk isi Lumpia Semarang. Siapa yang belum pernah menyantap lumpia?

Berawal dari kegemaran kami sekeluarga menyantap kuliner berbahan baku rebung, setiap kali saya ke Kota Bogor, almarhum ibu saya selalu minta dibawakan rebung.

Rebung Bogor jarang yang pahit, biasanya selalu oke. Katanya sih, namanya Rebung Betung. Di Makassar kami menyebutnya Lebong Pattung.

Rebung Betung tidak pernah pahit. Ciri-cirinya saya hanya mengira-ngira, yaitu kulit rebungnya tidak terlalu hitam atau gelap. Tapi kadang saya pun terkecoh, alias salah beli...

[caption caption="Rebung yang sudah dipanen"]

[/caption]

Cari rebung, di pasar tidak selalu ada. Apalagi di musim kemarau, jangan harap bisa mendapatkannya. Kalaupun ada, jumlahnya tidak banyak dan harganya pasti mahal.

Belakangan, makin sulit mendapatkan rebung, paling tidak itu yang saya alami. Mungkin karena banyaknya lahan yang berubah fungsi. Hal ini sangat patut disayangkan...!

Mengapa, saya tidak menanamnya sendiri?

Sebetulnya sudah beberapa kali saya minta dicarikan bibit Bambu Betung, namun baru sekitar tujuh tahun yang lalu, saya mendapatkan bibitnya.

Sayang, ketika panen pertama, ibu saya sudah berpulang menghadap Sang Khalik. Seandainya Ibu masih ada, betapa senangnya beliau, bisa saya bayangkan.

Saya sangat senang dan bangga mempunyai serumpun bambu. Bambu Betung pula, yang bisa saya panen sepanjang tahun. Rebungnya gedeh-gedeh dan muda. Rasanya hmm..., pokoknya enak deh! Kok, bisa? Biasanya kan, hanya di musim hujan, rebung bermunculan.

Bisa! Kan, kami merawatnya.

Caranya. setiap kali panen rebung, kami tidak memotongnya dari pangkalnya, kami sisakan kira-kira tiga centi atau lebih, maksudnya supaya tidak merusak mata tunas, yang ada di pangkal rebung. Lagi pula dipotong sampai pangkal habis, juga percuma, karena bagian pangkal biasanya sudah keras. Kemudian di bekas potongan itu, kami timbun dengan sampah-sampah daun yang telah lapuk.[caption caption="Sisakan pangkal untuk menumbuhkan rebung"]

[/caption]

 

Biasanya dari pangkal rebung yang kami sisakan itu, akan tumbuh tunas-tunas rebung yang baru. Jadi begitulah, sehingga saya bisa panen sepanjang tahun. Asyik, bukan?!

Saya membaca di Tabloid Kontan, tanggal 10 Agustus-16 Agustus 2015, Peluang Budi Daya Rebung Bambu, ternyata Rebung Betung Kalimantan, katanya yang paling enak.

Saya belum pernah tahu, ada rebung yang lebih enak dari rebungku. Atau..., jangan-jangan cikal bakal, Bambu Betungku berasal dari Kalimantan?! Hanya bung F. Rahardi yang bisa mengidentifikasi... hehehehe!

Seharusnya perkebunan bambu digalakkan, karena ada begitu banyak keuntungan yang bisa diraih, dari segi ekonomi, maupun untuk kelestarian lingkungan.

[caption caption="Bersama rebung panenanku"]

[/caption]Sehabis panen, rebung itu tidak mungkin habis kami konsumsi dalam sehari, walau sudah pula saya bagikan ke teman-teman yang mau. "Yang mau," kataku. Ya, ada yang tidak mau lho..., karena malas memotong-motongnya.

"Kebangetan, ya?!" "Maaf, saya ngerti kok, benar memang ribet dan butuh ketekunan."

Dalam hal iris mengiris rebung, saya belum tersentuh teknologi modern, masih dengan cara tradisional, secara manual memakai pisau yang tajam.

Rebung yang siap panen, tidak bisa disuruh menunggu. Dalam hitungan hari rebung itu akan melejit tinggi, menjadi bambu muda.

Biasanya, rebung yang sudah dibuang kulitnya, dibersihkan lalu dipotong-potong atau diiris sesuai kebutuhan peruntukannya. Misalnya, untuk bahan isi lumpia, diiris menyerupai batang korek api.

Kemudian rebung saya rebus sampai mendidih. Setelah itu, ganti airnya lalu direbus lagi dan siaplah rebung untuk digunakan sesuai kebutuhan.

Sisa rebung yang sudah direbus ini, bersama air rebusannya, boleh disimpan di lemari pendingin selama berminggu-minggu. Agar rebung ini awet, setiap dua minggu, saya ganti airnya, lalu dipanasin ulang dan setelah dingin dikulkasin lagi.

Karena kelangkaan rebung, Lumpia Makassar yang disebut Popiah, tidak lagi memakai rebung, yang biasanya dipakai menemani bengkuang, taoge dan wortel.

Yang bertahan, adalah Lumpia Semarang, karena isinya memang seratus persen memakai rebung.

Bagaimana jadinya, kalau pohon bambu konsumsi, musnah di Nusantara? Akankah Lumpia Semarang tinggal kenangan? Atau terpaksa memakai rebung impor kalengan? Semoga tidak, ya!

Mau ikutan menanam bambu? Iya, ayo..., tidak perlu lahan yang luas, kok. Rumpun bambu, cukup empat-lima batang sudah sangat oke.

Takut menjadi sarang ular? Tidak bakalan, kan rumpunnya selalu kita bersihkan! Takut ada yang nungguin, alias ada setannya? Aaah..., itu hanya mitos jadul untuk menakut-nakuti anak-anak, supaya tidak bermain jauh dari rumah.

Percayalah, duduk di bawah rumpun bambu sangat asyik, sambil mendengarkan gesekan daun-daunnya, bagai bisikan simfoni yang sungguh menawan..., sambil menikmati lumpia goreng atau lumpia basah. Nyam,nyam,nyam...enak! "Pokoe maknyus," kata Pak Bondan Winarno...

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun