Mohon tunggu...
Irene Hope
Irene Hope Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gabriel dan Sebuah Tikar

11 Januari 2016   16:15 Diperbarui: 11 Januari 2016   17:28 340
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Berdoa, sumber gambar : http://issacharinitiative.org/"][/caption]Memasuki tahun 2016, film pendek berjudul I am Gabriel sangat relevan dengan kondisi Indonesia sekarang, dimana harapan dan optimisme sulit ditemukan, tetapi pesimisme dan keluhan yang berseliweran di media maupun obrolan warung kopi.

Cerita diawali dengan kematian seorang bayi yang kemudian diikuti dengan memperlihat kondisi kota Promise yang menyedihkan, berbanding terbalik dengan nama kota, penduduk disana kehilangan harapan karena terlalu banyak kejadian buruk yang datang menimpa mereka selama bertahun-tahun, kekeringan panjang, ekonomi lesu, pengangguran, sakit penyakit, hutang, dst.

 Harapan itu telah hilang..

Wajah mereka semua lesu, bahkan banyak yang sudah meninggalkan kota tersebut untuk mencari harapan di tempat lain.

Kemudian tiba-tiba datanglah seorang anak lelaki berusia antara 10-11 tahun dengan membawa sebuah tikar di kota tersebut, anak tersebut sendiri di tengah jalan dan akhirnya ditampung oleh sebuah keluarga yang lewat.

Anak itu bernama Gabe..

Tak lama kemudian setelah Gabe hadir di kota Promise, hal-hal baik dan mujizat mulai banyak terjadi. Kota Promise dipulihkan, optimisme dan iman kembali dibangun dari reruntuhan, dan penduduknya pun mulai kembali kepada Tuhan.

Dan akhirnya anak itupun mengungkap jati dirinya, bahwa dia adalah Malaikat Gabriel/Jibril.

Pesan dari Film Ini 

Yang menarik disini adalah tikar yang Gabriel bawa. Kenapa dan untuk apa membawa tikar saat diutus Tuhan?

Ternyata itu adalah sebuah tikar doa..

Penduduk di kota Promise sudah semakin jauh dengan Tuhan karena hal-hal buruk yang terjadi pada mereka, mereka masih tetap beribadah, tetapi hati mereka kosong dan hidup mereka terpuruk, penuh dengan pesimisme dan keluhan.

Mereka melupakan komunikasi dan hubungan pribadi dengan Tuhan..

Hal ini tercermin dari Ellen yang tertegun dan menangis saat Gabe bertanya :

"Do you talk to God?" ("Apakah Anda berbicara dengan Tuhan"?)

Ya, pertanyaan itu meski sederhana tetapi menusuk sangat dalam. Sudahkan kita berbicara dengan Tuhan secara pribadi? Ataukah spiritualitas kita selama ini hanya berupa rituals dan permohonan doa minta ini itu?

Evaluasi diri kita masing-masing, dan bila jawabannya belum atau sudah lama tidak melakukannya, maka marilah kita mengawali tahun yang baru ini dengan membangun kebiasaan berbicara dengan Tuhan. 

70 tahun Indonesia merdeka, kita berjalan lambat, semua negara lain sudah melesat, kita masih berkutat dengan kemiskinan, pendidikan yang rendah, gizi yang buruk serta korupsi.

Semua saling bersilat lidah dan kata-kata indah saja, alangkah baiknya bila kata-kata indah itu diubah menjadi doa.

Karena pertolongan itu datangnya dari Tuhan, bukan dari Bank Dunia, IMF,  maupun lainnya.

Dan Tuhan tidak jauh, DIA hanya sejauh doa..

 

2 chronicles 7:14 when people lost hope, they lost everything  

 

Referensi, Film Iam Gabriel dengan text bahasa Indonesia bisa dilihat di link youtube ini :

https://www.youtube.com/watch?v=cajqyPU4wbg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun