Pun dengan make up yang dikenakan Luna Maya serta aktingnya yang nampak apik, membuat saya sempat lupa karena kemiripan sang aktris dengan Suzzanna.
Luna Maya mampu memerankan Suzzanna sebagai wanita yang awalnya rapuh dan lemah sebelum berubah menjadi hantu pembunuh yang kejam.
Chemistry Achmad Megantara dan Luna Maya juga terbangun apik dan penuh haru, terlepas dari jarak usia mereka yang terpaut 13 tahun.
Lewat sorot mata, keduanya menampakkan perasaan cinta yang begitu mendalam namun tak bisa bersatu sehingga keduanya begitu menderita.
Adegan-adegan lucu juga menambah keceriaan dalam film horor romantis ini.
Mulai dari kelakuan tukang bakso yang didatangi Suzzanna sampai dua satpam kocak yang diperankan Opie Kumis serta Adi Bing Slamet, mengubah nuansa horor menjadi komedi yang ringan dan renyah.
Sayangnya, kendala bahasa membuat film ini nampak kurang realistis.
Pasalnya, meskipun settingnya berada di Malang, Jawa Timur, para pemeran menggunakan bahasa campur aduk.
Sebut saja bahasa Indonesia, bahasa Jawa hingga bahasa Betawi.
Percampuran bahasa itu justru membuat film nampak kurang realistis dan kurang pas, terutama untuk saya yang mengerti bahasa Jawa namun dicampuradukkan dengan bahasa Indonesia formal.