Pengalaman saya masih minim, masih harus ditempa lagi. Dan tentunya, apa yang saya dapat bukanlah hasil saya sendiri melainkan dari Tuhan, sesuai dengan kepercayaan yang saya pegang.Â
Kadang, merasa berdosa apabila saya mengagungkan sesuatu yang saya tahu mungkin takkan selamanya jadi milik saya.
Melihat fenomena itu, saya sadar. Terkadang, kita memang disukai hanya karena paras kita, atau hanya karena prestasi, kehidupan yang mewah dan sedekah yang kita berikan.Â
Namun jika semuanya itu senyap belaka dan kita jadi diri sendiri seperti saya yang hobi share foto kucing, apa kata orang? Diam.
Mereka diam. Saya dianggap tak pernah ada di timeline Facebook. Mungkin ada, tapi hanya sekilas saja lewat di hadapan mereka.
Sosok ini tak penting, sosok ini tak bisa jadi patokan bahwa ia bisa dan punya kemampuan untuk memimpin atau punya prestasi yang bisa diagung-agungkan.
Setelah social experiment ini berakhir dan saya menghadapi perasaan tak nyaman karena terlalu dipuji, saya sadar bahwa apapun itu, adalah tetap lebih baik menjadi diri kita sendiri.
Jika kamu adalah sosok yang memang suka dengan atensi seperti itu, jadilah demikian apa adanya, sesuai kata hati nuranimu.
Namun, jika memang kamu ingin menjadi seperti saya yang enggan membranding diri menjadi sosok yang sukses, itu pun tak apa.
Atau, ambilah jalan tengah dengan sesekali memposting prestasimu di tengah riuhnya media sosial. Yang terpenting ialah, don't lose yourself in the process, listen to your heart and be yourself...(cyn)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H