Meskipun dihiasi visual dan musik yang indah, film Ave Maryam pun memiliki kekurangan berupa inkonsistensi. Latar belakang dari era tahun 1998, tak didukung dengan munculnya beberapa mobil mewah, foto sekilas Paus Fransiskus I serta kereta modern yang ada di Stasiun Tawang.
Kita diminta untuk ikut memahami dan menyadari bahwa para kaum selibat dalam agama Katolik yang melayani kita setiap hari juga merasakan pergolakan batin dan permasalahan dalam kehidupan mereka. Termasuk di sini ialah, rasa cinta serta kesetiaan panggilan dalam pekerjaan, kehidupan berkeluarga maupun pelayanan.
Ave Maryam memberikan napas baru dalam dunia perfilman Indonesia. Tak hanya sekadar bercerita lewat suara dan visual, ia juga menyuguhkan kehidupan yang sarat nilai, pertobatan dan cinta.Â
Namun pada akhirnya, apakah kita akan belajar untuk berani menghadapi pergolakan batin, atau justru mengikuti keinginan sesaat dan melepaskan kesetiaan panggilan hidup, itu semua kembali kepada pilihan kita masing-masing. (Cyn)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H