Di masa saya kecil, masih ada banyak pepohonan di mana-mana. Setidaknya setiap rumah punya halaman yg cukup untuk ditanami aneka tanaman. Selain itu di depan rumah juga biasanya ada pohon peneduh. Jadi kalau berjalan pulang sekolah sungguh nyaman, tidak langsung terkena sinar matahari, masih bisa merasakan segarnya udara.Â
Bahkan saya sering main ke rumah seorang teman yg punya pekarangan yg cukup luas sehingga kami sering duduk-duduk di bawah pohon. Kadang sambil ngerujak. Wah nyaman sekali.Â
Merasakan hembusan angin semilir yg kadang bikin ngantuk he..he.. Ibu saya sendiri suka menanam bumbu dapur di pekarangan. Kalau diperlukan untuk masak, tinggal ambil. Ada juga cabai dan pepaya yg kami tanam. Pernah juga pare yg tumbuh dengan sendirinya di pekarangan. Saat panen tinggal ditumis pedas dengan udang, enaknya.
Namun saat menikah, rumah yg kami beli tidak ada pekarangannya dan semua sudah disemen sehingga tidak ada tanah yg tersisa yg bisa ditanami. Rumah kami memang bukan yg terkena panas matahari di siang hari, jadi masih cukup nyaman ditinggali.Â
Bersyukurnya walaupun tidak ada tanah tersisa yg bisa ditanami, di depan rumah saya ada taman perumahan di mana sudah ada pepohonan. Pagi hari masih bisa mendengar kicauan burung, kadang masih ada beberapa ekor kupu-kupu yg beterbangan.Â
Sementara di beberapa perumahan baru, terlihat sangat gersang. Hanya ada bangunan rumah dan ruko saja.Â
Di akhir pekan kadang saya dan suami suka pergi ke tempat yg ada pepohonannya. Sekalipun panas terik tapi dengan duduk di bawah pohon itu sungguh adem, nafaspun rasanya lega sekali. Ya, semoga semakin banyak tempat yg ada pepohonannya sehingga kita masih bisa menikmati kesegarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H