Mohon tunggu...
Irene Wardani
Irene Wardani Mohon Tunggu... Lainnya - Be kind!

Life is wonderful

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Artikel Utama

Remaja, Kesehatan Mental, dan Media Sosial Dalam Kehidupan

11 November 2020   08:47 Diperbarui: 19 November 2020   12:45 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi stres karena media sosial. (sumber: emapoket via kompas.com)

Perkembangan fisik yang sehat pada remaja sering kali diasumsikan sebagai remaja yang sehat secara jasmani dan rohani. Padahal, sehat tidak seolah-oleh berbicara mengenai fisik saja, tetapi sehat juga tentang kesehatan mental. 

Sayangnya, kesehatan mental dianggap hal yang cukup tabu jika dibicarakan dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial. World Health Organization (WHO) menyebutkan, anak muda atau generasi milenial lebih rentan terkena gangguan mental. 

Pada tahap remaja merupakan waktu pencarian jati diri, perubahan, dan penyesuaian terjadi dalam kehidupan baik secara psikologis dan emosional.

Dikutip dari Kompasiana penyesuaian diri merupakan hal yang selalu dilakukan oleh individu khususnya pada remaja. Scneisders (dalam Ali dan Asori,2006) pengertian penyesuaian diri yaitu suatu proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku di mana individu berusaha menanggulangi kebutuhan dalam diri, tekanan, frustasi, dan konflik. 

Selain itu, perubahan hidup di Era 4.0 saat ini teknologi semakin maju suka tak suka setiap individu harus menyesuaikan diri terhadap teknologi.

Melukis Identitas Jati Diri

Pada masa remaja kita dituntut oleh usia dan lingkungan untuk menemukan jati diri dan dituntut mampu melewati masa-masa perubahan dan penyesuaian diri dengan baik. Seakan-akan jika menerima bantuan orang lain untuk menemukan jati diri dianggap tidak dapat berdiri tegak bagi diri sendiri. 

Buruknya, perilaku orang dewasa sebagai salah satu akibat dari kegagalan menjalani masa remaja mulai dari pengharapan suatu hal orang dewasa kepada remaja, perilaku memaksakan kehendak kepada remaja, mengatakan sesuatu hal dengan perkataan yang buruk, membedakan dengan orang lain, dan lain sebagainya. 

Kegagalan remaja saat penyesuaian diri yang menyebabkan gangguan kesehatan mental remaja dapat dipicu karena keluarga (misal, perceraian orang tua, hubungan yang tidak baik dengan orang tua, sikap buruk orang tua kepada remaja atau anggota keluarga, dan kekerasan dalam rumah tangga), hubungan dengan teman sebaya (lawan jenis dan pertemanan), mendapat rundung oleh teman, pelajaran di sekolah, prestasi yang dipatokan oleh orang tua, dan faktor lain.

“Aku broken home mama sama ayah aku cerai dari aku Sekolah Dasar (SD) aku tinggal sama mama. Terus aku punya adik dua dari papa tiri aku. Orang banyak yang bully aku katanya aku cewe kurang bener, karna suka pulang malam lah gitulah pokoknya."

Awalnya sedih dibilang kaya gitu lama-lama yaudah aku dicap kaya gitu mendingan dibuktiin sekalian kalo aku emang kaya gitu. Kadangkan kita terbentuk karna omongan orang bukan karna diri kita. 

Mau dijelasin kaya gimana pun orang bakal percaya apa yang pengen mereka percaya, walaupun itu semuanya enggak benar. Lama-lama yaudah biasa aja” demikian Sarah bertutur melalui sambungan telepon dengan nada datar.

“Aku gatau sih, aku stress atau depresi karena apa soalnya, aku juga enggak pernah periksa. Cuman pas saat itu aku mulai ngerasa badan suka sakit badan padahal, enggak ngapa-ngapain, sedih terus bawaanya, terus ga nafsu makan mual kalo lagi stress banget. Pas aku liat tanda-tandanya di Google itu tanda stress.” tutur Sarah ketika ia ditanya mengenai kondisi mental ketika SMA. 

“Aku ga pernah mau dan bilang ke dokter dan orang tua, ngapain juga ntar disangka ga waras ke dokter, terus palingan sama mama disuruh doa, toh juga kan nanti sembuh sendiri”.

Menelisik kisah tersebut dikutip dari Kompasiana bentuk penyesuaian diri yang dilakukan oleh Sarah yaitu penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas, yaitu jenis pengaruh sosial ketika seseorang mengubah sikap dan perilaku agar sesuai dengan norma sosial di masyarakat. Jika perilaku tidak sesuai dengan norma dirinya terancam akan tertolak di lingkungan. 

Masalah-masalah pada remaja terkadang tidak dipahami oleh dirinya sendiri dan mereka enggan memberitahu orang tuanya maupun meminta bantu professional. 

Anggapan sosial mengenai orang yang stress ataupun depresi memiliki makna yang buruk di masyarakat. Masyarakat beranggapan orang yang memiliki penyakit mental adalah orang yang kurang iman, kurang bersyukur, tidak bisa mengimbangi antara iman dan masalah sosial, dan anggapan lain. 

Anggapan tersebut terdoktrin secara turun temurun pada masyarakat, sehingga remaja takut digambarkan sebagai sosok yang sakit mental jika mereka menyuarakan perasaan yang mereka alami.

Menyikapi penyesuaian diri pada remaja terhadap diri dan lingkungan membuatnya kesulitan melewati masa remaja dengan baik. Bantuan orang dewasa dalam pencapaian penyesuaian dan perubahan remaja sangat dibutuhkan untuk pencapaian keberhasilan dalam penyesuaian membangun jati diri remaja. 

Orang tua menjadi subjek pendamping yang memberi dukungan dan pengawasan pada perilaku-perilaku remaja di masa penyesuaian dalam membangun jati diri.

Terjebak di Dunia Maya dan Nyata

Dewasa ini membuat banyak orang semakin individualis, dilain sisi hal tersebut memberikan keuntungan bagi mereka untuk melakukan banyak hal dan dilain sisi mobilitas yang tinggi menimbulkan kesepian dalam diri. Secara tidak sadar, rasa kesepian diungkapkan di media sosial di mana mereka berinteraksi dan mendapatkan perhatian. 

Seperti mata uang koin jika dibalik memiliki dua sisi yang berbeda. Sama halnya dengan zaman modern saat ini. Di satu sisi yang menampilkan nilai uang ibaratkan dunia maya yang melihat kesuksesan, kebahagian, dan popularitas dari segi angka yang didapatkan ketika memposting konten maupun foto di media sosial. Di lain sisi gambar ibaratkan dunia nyata yang menggambarkan identitas diri kita.

Buruknya, dampak negatif dari media sosial dapat menjadi bumerang bagi diri sendiri. Banyak remaja saat ini merasa bahwa “rumah” ada di dunia maya. Mereka merasa tertinggal dan malu jika tidak mengetahui gossip terkini, menonton video atau status teman ,influencer,selebgram, dan Youtuber di media sosial. 

Hal tersebut menimbulkan fenomena FoMO (Fear of Missing Out) di kalangan remaja hal tersebut menimbulkan rasa iri hati yang besar. Akhirnya, memengaruhi kepercayaan diri dan membandingkan kehidupan dengan orang lain. 

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal EClinicalMedicine menyatakan, anak perempuan yang berusia 14 tahun dan gemar menggunakan media sosial setiap hari lebih banyak gejala depresi dibandingkan anak laki-laki berusia 14 tahun, dengan cara yang sama. Sedangkan, pada anak laki-laki kecemasan disebabkan dari penggunaan media sosial. 

Anak perempuan cendrung lebih menggunakan media sosial seperti Snapchat atau Instragram yang lebih menampilkan penampilan fisik, mengambil foto dan mengomentari foto.

Kemudian juga cenderung terbawa perasaan ketika menggunakan media sosial ketika melihat kehidupan orang lain lebih baik mereka cenderung merasa hidup mereka tidak baik (misal, tidak pandai berdandan, tidak putih dan langsing mereka merasa jelek) yang membuat depresi, padahal, mereka dapat melakukan yang dilihat di “rumah” yang mereka tinggali yaitu dunia nyata. 

Anak laki-laki, merasa cemas terkait masa depan dan tuntutan kesuksesan yang harus mereka capai. Perasaan depresi dan cemas dapat memicu masalah kesehatan mental seperti depresi berlebihan, penggunaan narkoba dan alcohol, bahkan bunuh diri.

Personal Branding yang ditunjukkan oleh influencer, youtubers, dan selebgram Indonesia di media sosial dapat dikatakan cukup mengkhawatirkan. 

Terkadang, sikap dan perilaku mereka untuk menjadi terkenal dapat merusak moral, perilaku, dan jati diri remaja. Contohnya selebgram yang terkenal karena sering menggunakan diksi yang kasar, gaya berpacaran yang kebarat-baratan, bersiteru dengan teman, berbohong, sering memamerkan harta, dan hal lain. 

Sayangnya, remaja saat ini lebih menyukai hal-hal tersebut seakan-akan mereka adalah panutan yang baik bagi mereka dibandingkan informasi penting yang terjadi saat ini. 

Buruknya, pada sebuah video yang menampilkan seorang anak Sekolah Dasar (SD) lebih hafal lagu yang tren di media sosial dibandingkan lagu nasional. Hal tersebut dapat menyebabkan remaja tidak memiliki identitas diri bangsa, kesenjangan norma, dan moral yang dianut oleh masyarakat Indonesia.

Dengan timbulnya fenomena tersebut, penulis menyarankan di era teknologi saat ini hendaknya kita sebagai orang dewasa yang sudah melalui lika-liku penyesuaian diri saat remaja mampu memberikan ruang dan waktu bagi remaja sebagai subjek pengawas agar remaja tidak terjerat FoMo (Fear of Missing Out) yang berkepanjangan. 

Hal yang dapat dilakukan adalah penerapan JoMo ( Joy of Missing Out) adalah perasaan puas dan santai ketika tidak menggunakan media sosial, di mana seseorang menyeimbangkan antara dunia maya dan dunia nyata. 

JoMo dapat diterapkan sebagai antisipasi dan cara untuk mengendalikan perilaku kecanduan media sosial pada remaja. Langkah pertama yang dapat dilaksanakan yaitu, membuat daftar kegiatan aktivitas sehari-hari. 

Buatlah daftar prioritas kegiatan, hal apa saja yang harus diselesaikan, supaya kita tidak bingung dan tidak membuang waktu harus melakukan mana yang terlebih dahulu.

Langkah kedua yang dapat diterapkan yaitu, diet digital. Apakah membaca semua chat di grup Line ataupun WhatsApp, status di Instragram ataupun WhatsApp, atau membaca semua judul berita dan cuitan di Twitter membuat kita lebih bahagia atau lebih pandai? 

Untuk sebagian orang jawabnya tidak, karena melakukan hal tersebut hanya membuang waktu untuk melihat kehidupan di dunia maya terkadang menumbulkan iri hati dan ketidakpuasan diri. 

Carilah kualitas informasi yang kita konsumsi. Lebih bijak sedikit informasi yang didapat namun bernilai positif ketimbang menyerap informasi berlimpah namun bernilai negatif. 

Diet digital berarti mengurangi dan membatasi jumlah pemakaian media sosial yang kita konsumsi sehari-hari. Langkah berikut adalah beberapa tips diet digital untuk menyerap informasi yang kita terima dari gawai kita sehari-hari. 

Pertama, unfollow orang-orang dan akun yang kurang bermanfaat dan bersifat toxic dari lingkaran pertemanan kita. Kedua, matikan notifikasi aplikasi di gawai seperti pemberitahuan like, comments, dan chat WhatsApp. 

Hal tersebut dapat mengurangi kecenderungan kita membuka gawai. Ketiga, gunakan aplikasi time logger untuk mengetahui berapa lama menghabiskan waktu di gawai dan digunakan untuk apa saja. Aplikasi tersebut dapat memblokir beberapa aplikasi yang terlalu sering kita gunakan agar tidak dapa diakses kembali.

Akhirnya, demikianlah sedikit pokok gagasan penulis berkaitan dengan kesehatan mental remaja dalam kehidupan bermedia sosial. Ingatlah kutipan Betrand Russel “Hidup yang baik adalah hidup yang diinspirasi oleh cinta dan dipandu oleh ilmu pengetahuan”. 

Jadi, hiduplah untuk sekitarmu bukan untuk gawai, hidup untuk menyebarkan kebaikan bukan ketenaran. Perubahan akan terus terjadi namun kita tidak dipaksa “harus” terbawa arus kehidupan di media sosial. Media sosial ibaratkan sebagai kendaraan untuk menyampaikan informasi, namun jika kendaraan terlalu sering digunakan tanpa diberi jeda dan dirawat mesinnya akan berkurang fungsinya. 

Tiap kali terjadi peristiwa akan selalu ada fenomena yang timbul. Setiap orang dapat menentukan kehidupan mereka ingin terbawa arus seperti apa. Apakah FoMo atau JoMo? Bijaklah berinternet. Salam dan terima kasih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun