Menjelang Pemilihan Umum Tahun 2024 mulai banyak diperbincangkan tentang sistem pemilu yang akan dilaksanakan apakah sistem pemilu Popersonal terbuka atau Proporsional tertutup pada Tahun 2024. Â Pemilu dimaksudkan untuk memilih orang tertentu yang akan menjadi wakilnya di parlemen, dan akan memperjuangkan pemenuhan kebutuhan rakyatnya, sesuai dengan dapil pemilihan dan fokus komisinya masing-masing. Pemilu dalam rangka mengisi jabatan-jabatan tertentu di pemerintahan, seperti Presiden, Wakil Presiden, Gubernur, Bupati, Wali Kota, hingga Kepala Desa, dalam lembaga eksekutif. Sedangkan pada lembaga legislatif, seperti Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR), DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Awal mula  sistem Proporsional terbuka
Sebagai koreksi atas sistem proporsional tertutup, terutama sepanjang era Orde Baru. Sistem pemilu Proporsional terbuka yang berlaku hingga saat ini lahir dari Putusan MK Nomor 22-24/PUU-VII/2008. Mahkamah Konstitusi (MK) menyempurnakan sistem proporsional terbuka terbatas pada Pemilu 2004 yang saat itu menggunakan bilangan pembagi pemilih (BPP). perolehan kursi diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut teratas setelah memenuhi BPP.
Bila ditelusuri lebih jauh, Putusan MK tersebut dibacakan pada 23 Desember 2008 atau berdekatan dengan pemilu legislatif pada 9 April 2009. Meski terbilang singkat, MK tidak merombak sistem proporsional terbuka. MK hanya menyempurnakan mekanisme perhitungan suara dan berlaku hingga saat ini. Bahkan, dukungan atas Putusan MK melahirkan Perppu Nomor 1 Tahun 2009. DPR kemudian mengesahkan Perppu menjadi UU No. 17 Tahun 2009.
Viralnya sistem Pemilu Proporsional Tertutup ini karena ada pihak yang memohon uji materi UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum yang mempermasalahkan Pasal 168 ayat (2), yang menyatakan bahwa: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Sebagai informasi, pemilu pertama pasca reformasi pada tahun 1999 menggunakan Sistem Proporsional tertutup. Sedangkan Sistem Proporsional tertutup adalah sistem pemilu dimana pemilih tidak langsung memilih calon anggota legislatif, melainkan partai politik peserta pemilu.
Pemilu sistem proporsional terbuka bergantung pada calon yang diajukan oleh partai, elektabilitas calon menjadi indikator utama. Seorang calon anggota legislatif atau eksekutif diharuskan memiliki nilai tawar yang tinggi, kemampuan ekonomi dan dukungan masyarakat.
Sedangkan sistem proporsional tertutup, menitik beratkan pada laju elektabilitas partai politik, semakin tinggi kepercayaan dan daya tawar suatu partai politik, perolehan kursi juga semakin banyak.
Kedua sistem di atas hanya bersifat pilihan saja, karena kedua sistem di atas tetap mengakomodir kepentingan rakyat, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (2). Sejatinya kedua sistem tersebut memiliki kelemahan dan kelebihannya masing-masing.
Kelebihan dan Kelemahan Sistem Proporsional Terbuka/ Tertutup