Mohon tunggu...
Irbah Amiirah Kaamil
Irbah Amiirah Kaamil Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Haloo perkenalkan saya Kaamil, seorang siswa yang memiliki hobi membaca novel.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mitoni: Tradisi Jawa dalam Menyambut Kelahiran Anak Pertama

8 September 2024   18:32 Diperbarui: 8 September 2024   18:39 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mitoni adalah salah satu upacara tradisional Jawa yang sangat kaya akan nilai budaya dan spiritual. Upacara ini dilakukan ketika seorang wanita hamil memasuki usia kehamilan tujuh bulan, khususnya untuk kehamilan anak pertama. Kata "Mitoni" berasal dari kata "pitu" yang berarti tujuh dalam bahasa Jawa. Mitoni merupakan simbol harapan dan doa agar proses kelahiran berjalan lancar dan bayi yang dilahirkan sehat serta selamat. Tradisi ini memiliki akar yang mendalam dalam budaya Jawa, mencerminkan kepercayaan, adat, dan kehidupan spiritual masyarakat setempat.

Mitoni telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Jawa sejak zaman dahulu. Tradisi ini diyakini sudah ada sejak masa kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, seperti Mataram Kuno dan Majapahit. Pada masa itu, masyarakat Jawa sangat mempercayai bahwa alam semesta dipenuhi dengan kekuatan spiritual yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia, termasuk proses kelahiran. Oleh karena itu, upacara Mitoni dirancang untuk menyelaraskan kehendak manusia dengan kekuatan alam semesta, memohon perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa, serta memohon restu dari leluhur dan roh-roh penjaga.

Upacara Mitoni biasanya dilaksanakan di rumah keluarga yang bersangkutan , dipimpin oleh seorang dukun bayi atau orang tua yang dihormati dalam komunitas. Upacara ini terdiri dari beberapa tahapan yang masing-masing memiliki makna tersendiri:

1. Siraman: Tahap awal dari upacara Mitoni adalah siraman atau mandi ritual. Ibu hamil dimandikan dengan air bunga tujuh rupa yang dicampur dengan air dari tujuh sumber mata air yang berbeda. Prosesi ini dimaksudkan untuk membersihkan diri secara spiritual dan memohon perlindungan bagi ibu dan bayi yang dikandung.

2. Pemecahan Kelapa Gading: Setelah siraman, kelapa gading yang sudah dihias akan dipecahkan. Kelapa ini melambangkan rahim, dan pemecahannya simbolis sebagai harapan agar kelahiran nantinya berjalan dengan lancar tanpa halangan.

3. Tumpengan dan Pembagian Rujak: Tumpeng, nasi kuning berbentuk kerucut, disiapkan sebagai persembahan kepada leluhur. Rujak tujuh macam buah disiapkan dan dibagikan kepada keluarga dan tamu sebagai simbol persatuan dan harapan baik.

4. Pakaian dan Busana: Ibu hamil akan mengenakan tujuh lapis kain atau jarik, yang melambangkan perlindungan berlapis bagi bayi dalam kandungan. Setiap lapis kain dilepas satu per satu, sambil diiringi doa dan harapan agar proses kelahiran nanti berlangsung dengan baik.

Dampak Budaya dan Sosial
Mitoni bukan hanya sebuah ritual keagamaan, tetapi juga merupakan peristiwa sosial yang mempererat hubungan antaranggota keluarga dan masyarakat. Dalam budaya Jawa, Mitoni berfungsi untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan rasa syukur kepada Tuhan. Selain itu, tradisi ini juga memperkuat identitas budaya Jawa di tengah arus modernisasi yang terus berkembang.

Kesimpulan
Mitoni adalah tradisi kaya makna yang menunjukkan kedalaman budaya dan spiritualitas masyarakat Jawa. Melalui upacara ini, masyarakat tidak hanya berharap pada keselamatan ibu dan anak yang akan lahir, tetapi juga melestarikan nilai-nilai luhur yang diwariskan oleh leluhur. Meskipun zaman terus berubah, Mitoni tetap menjadi salah satu upacara adat yang dipertahankan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini, sebagai bukti kecintaan dan penghormatan terhadap warisan budaya mereka.

Tradisi Mitoni menggambarkan betapa pentingnya keseimbangan antara manusia dan alam semesta dalam pandangan hidup masyarakat Jawa. Melalui ritual ini, terjalin sebuah ikatan spiritual yang kuat, yang menghubungkan manusia dengan leluhur, alam, dan Tuhan. Oleh karena itu, Mitoni tetap relevan dan dijaga kelestariannya sebagai salah satu wujud kekayaan budaya Indonesia yang tidak ternilai harganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun