Sumber: dokumen pribadi
Dalam rangka dies natalis Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang ke-51, bekerja sama dengan Kanwil DJP Jawa Timur III – Kementerian Keuangan RI pada Jum'at 14 Desember 2012 bertempat di aula gedung F (Pascasarjana) lantai 7 diadakan seminar perpajakan yang bertema "Peran Pajak dalam Pembangunan Bangsa dan Reformasi Sistem Perpajakan" yangmenghadirkan pembicara Dirjen Pajak DR. Achmad Fuat Rachmani.
Acara yang dihadiri oleh jajaran Muspida kabupaten dan kota Malang, kalangan pengusaha, kalangan perguruan tinggi, jajaran DJP di lingkungan Jatim III, serta mahasiswa tersebut dibuka tepat jam 9.00 oleh Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis bapak Gugus Irianto, Ph.D.,Ak. mewakili Rektor Universitas Brawijaya. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa kerja sama antara Universitas Brawijaya dengan Kanwil DJP Jawa Timur III sudah berjalan cukup lama, tepatnya 10 Agustus 2010 ketika dibentuknya Pusat Layanan Pajak (tax centre) di gedung Laboratorium Perpajakan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Brawijaya.Fasilitas itu dimaksudkan untuk memberikan layanan konsultasi perpajakan bagi masyarakat di lingkungan kampus dan sekitarnya yang ditujukan bagi peningkatan pemahaman, kesadaran para wajib pajak (WP) dalam membayar pajak.Beliau berharap lulusan dari Universitas Brawijaya kedepannya akan semakin banyak yang diterima dan bisa mengabdikan ilmunya di DJP.
Acara selanjutnya sambutan dari Kepala Kantor Wilayah DJP Jawa Timur III bapak Ken Dwijugiasteadi, M.Sc. Dalam sambutannya beliau menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh undangan dan civitas akademika Universitas Brawijaya yang telah bersedia bekerjasama sehingga terselenggarakan acara seminar kali ini. Dengan acara seperti ini diharapkan akan ada sumbang saran dari kalangan kampus akan perbaikan DJP kedepan, demikian juga diharapkan akan lebih menumbuhkan kesadaran akan pentingnya pajak bagi negara serta mengenalkan pajak di kalangan kampus.
Pada pukul 9.15 tiba acara inti penyampaian materi seminar perpajakan oleh Dirjen Pajak. Pada awal pemaparan beliau menyampaikan peran penting pajak dalam pembiayaan pembangunan Indonesia. Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012 penerimaan negara dari sektor perpajakan ditargetkan sebesar 1.013,24 trilyun atau sebesar 74,82% dari total pendapatan negara sebesar Rp. 1.358.21 trilyun. Pada tahun 2012 penggunaan dana pajak ini antara lain yang ditransfer ke daerah sebesar Rp. 500 T, untuk belanja pegawai Rp. 200 T, untuk subsidi energi (BBM) Rp. 210 T, demikian juga untuk biaya pembangunan sarana umum seperti jalan, jembatan, sekolah, membayar gaji pegawai, dan masih banyak lagi
Peran yang amat penting tersebut secara kelembagaan memang terletak pada pundak Direktorat Jenderal Pajak selaku pengelola pemungutan pajak pusat. Namun terkait dengan karakteristik perpajakan itu sendiri, patutkah kita membebankan seluruh tanggung jawab perpajakan hanya kepada Ditjen Pajak? Tentu jawabannya adalah tidak. Perlu dukungan dari seluruh masyarakat, terutama Wajib Pajak (WP). Permasalahan pajak bukan hanya permasalahan “Gayus” semata. Gayus tidak akan bisa berbuat apa-apa apabila tidak ada pengusaha yang “nakal” yang sengaja memperkecil pajak yang untuk keuntungan pribadi. Karena dalam sistem perpajakan yang berlaku sekarang ini adalah self assesment dimana WP menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang menjadi kewajibannya. Fiskus sebatas meneliti, kemudian apabila ditemukan data dihimbau agar WP membetulkan Surat Pemberitahuan (SPT), dan dibayar apabila ada kekurangan terhadap pajak yang sudah dibayar. Jadi kalau ada yang bilang “Untuk apa bayar pajak kalau dikorupsi oleh pegawai pajak” adalah pendapat yang perlu diluruskan, menurut Dirjen Pajak. Masyarakat perlu diberi pemahaman bahwa WP membayar pajak bukan di kantor pajak atau pada orang pajak, tetapi WP membayar pajak adalah di kantor pos atau bank persepsi. “Nah, kalau sudah disetor ke kas Negara tidak seorangpun yang bisa mengkorupsi, termasuk pegawai pajak” lanjutnya. Kasus Gayus terjadi diluar kewenangan DJP, karena dia “kongkalikong” dengan “WP nakal” ketika proses di peradilan pajak. Ini yang mesti masyarakat tahu.
Integritas menjadi isu penting karena masalah integritas tidak hanya masalah di Ditjen Pajak, tapi di semua lini perpajakan seperti konsultan pajak, tax manager, termasuk pemilik perusahaan yang cenderung menghindari bayar pajak. Dunia kampus memegang peranan penting dalam hal ini. Hal tersebut menjadi penting karena apabila masalah tersebut belum terselesaikan maka Indonesia belum akan menjadi negara yg maju dan dihormati negara lain. Negara-negara maju yang berhasil dari sisi ekonomi adalah yang sudah berhasil di bidang perpajakan, salah satunya adalah tax ratio. Tax ratio Indonesia tahun 2012 adalah 15,8%, sementara Amerika Serikat 18%. Pertanyaannya adalah apakah tax ratio itu sudah membanggakan kita? Jawabannya memang belum. Kenapa tax ratio kita masih rendah? Dirjen Pajak memperkirakan bahwa tax ratio kita harusnya bisa 18%. Hal ini jg disebabkan oleh tingkat kepatuhan yang rendah. Ilustrasinya, dengan penduduk sebesar 240 juta, jumlah angkatan kerja 110 jt, perkiraan penduduk bekerja yang penghasilannya di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 60 jt, yang terdaftar sebagai WP Orang Pribadi (WP OP) 19,9 jt. Dari jumlah terdaftar tersebut yang melaporkan SPT-nya sebanyakt 8,8 juta. Rasio jumlah pelapor SPT terhadap penduduk yang penghasilannya di atas PTKP hanya sebesar 14,7%, adalah memprihatinkan kita semua.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, jumlah populasi perusahaan di Indonesia sebanyak 22,6 jt. Dari jumlah tersebut yang punya domisili tetap sebanyak 12,9 juta. Menurut Dirjen Pajak jumlah perusahaan yang punya laba 5 jt perusahan. Sementara yang terdaftar sebagai Wajib Pajak Badan sebanyak 1,9 juta. Dari jumlah terdaftar tersebut yang melaporkan SPT-nya pada tahun 2012 sebanyak 520 ribu perusahaan, sehingga rasio perusahaan yang melaporkan SPT terhadap perusahaan yang diperkirakan mempunyai laba adalah sebesar 10,4%. Indikator tersebut menunjukkan betapa masih rendahnya tingkat kesadaran dan kepatuhan perpajakan Indonesia. Hal tersebut tidak lepas dari rendahnya integritas dari pemangku kepentingan.
“Kita tidak mengaharapkan semakin banyaknya free rider “ imbuh Dirjen Pajak yang menujukan istilah tersebut kepada masyarakat yang hanya menikmati fasilitas, hidup di Indonesia tapi tidak membayar pajak. Punya kemampuan tapi sengaja tidak mau membayar pajak, atau membayar tapi jauh dari yang seharusnya.
Kekurangan SDM juga merupakan kendala yang dihadapi DJP saat ini. Disampaikan oleh Dirjen Pajak, saat ini jumlah pegawainya adalah 32.000 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 20.000 adalah bagian back office, sedangkan sisanya 12.000 bagian lapangan. Jumlah sangat kurang jika dibandingkan jumlah penduduk 240 juta, dan potensi WP Orang Pribadi sekitar 60 juta, dan potensi WP Badan 5 juta. “Tidak akan sanggup dengan jumlah pegawai tersebut mengawasi jumlah wajib pajak yang begitu besar, rata-rata 1 pegawai pajak mengawasi 6.000 – 10.000 WP, tidak akan efektif” lanjut Dirjen Pajak. Beliau membandingkan dengan Jerman dengan jumlah penduduk 80 juta jumlah pegawai pajaknya 110 ribu, Australia jumlah penduduk 35 juta jumlah pegawai pajaknya 23 ribu, Jepang jumlah penduduk 120 juta jumlah pegawai pajak 66 ribu, China jumlah penduduk 1,4 milyar jumlah pegawai pajaknya 880 ribu. Bayangkan beberapa contoh yang merupakan negara maju yang sudah pasti teknologi informasinya jauh lebih baik dibanding Indonesia namun perbandingan antara jumlah pegawai pajak dengan jumlah penduduk sangat jauh. Mereka sudah pasti lebih efektif. Menurut Dirjen Pajak minimal kurang 30.000 pegawai pajak agar pengawasan terhadap Wajib Pajak lebih efektif, dan meningkatkan tax ratio yang selanjutnya meningkatkan penerimaan pajak.
Terkait dengan masalah SDM ini Dirjen Pajak juga menyampaikan peran penting dari universitas, termasuk Universitas Brawijaya untuk menyiapkan mahasiswanya yang baik dan berintegritas tinggi untuk mengisi kekurangan SDM DJP. Diinformasikan oleh Dirjen Pajak bahwa tahun 2011 DJP memerlukan 500 pegawai, yang mendaftar sebanyak 16.000, sedangkan yang memenuhi syarat hanya 200 orang saja. Disinilah peran penting dari universitas untuk menyiapkan SDM yang berkualitas dari berbagai disiplin ilmu, karena untuk pengalian potensi pajak juga diperlukan keahlian dibidang pertanian, dibidang pertambangan, permesinan, perkebunan, hukum dan lain-lain.
Dibidang reformasi, Dirjen Pajak menyampaikan bahwa dimulai tahun 1983 dengan melakukan revisi Undang-Undang Perpajakan dan peraturan dibawahnya yang sebelumnya menganut official assesment dirubah menjadi self assesment. Perbaikan struktur organisasi DJP juga dilakukan, yang sebelumnya berdasarkan jenis pajak, misalnya untuk struktur di kantor Pusat DJP ada Direktorat PPN, Direktorat PPh, Direktotar PBB, dan lain-lain dirubah berdasarkan fungsi misalnya ada Direktorat Transformasi Proses Bisnis, Direktorat Ekstensifikasi dan Penilaian, Direktorat Teknologi dan Informasi Perpajakakan, dan lain-lain. Perubahan struktur tersebut sampai ke tingkat Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Ditingkat KPP ada penggabungan dari tiga unit eselon III menjadi satu yang sebelumnya berdiri sendiri yaitu KPP, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KP PBB), dan Kantor Pemeriksaan Pajak (Karikpa). Demikian juga agar pengadministrasian dan penggalian lebih optimal KPP dibagi menjadi Kantor Pelayanan Pajak Besar (Large Taxpayers Office) yang menangani WP besar, Kantor Pelayanan Pajak Madya (Midle Taxpayers Office), dan KPP Pratama (Small Taxpayers Office), serta dibentuk juga KPP WP Orang Pribadi, juga KPP Migas. Demikian juga perbaikan standar prosedur operasional sehingga ada kepastian bagi proses pelayanan dan tata kelola yang baik, peningkatan efisien dan produktivitas. Perbaikan dan pembenahan basis data dan sistem teknologi informasi untuk menunjang potensi pajak juga dilakukan, dan yang tak kalah penting reformasi di bidang perbaikan dan mutu, kompetensi dan integritas pegawai pajak. Dirjen Pajak juga menekankan akan pentingnya internal controle sehingga lahirlah Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur. Disampaikan juga DJP sudah bekerja sama dengan KPK dan penegak hukum lainnya dalam rangka meminimalkan penyalahgunaan wewenang pegawai pajak. DJP juga sudah mengembangkan wistle blowing system yang memungkinkan pegawai DJP dan masyarakat umumnya melaporkan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai pajak. Bahkan Dirjen Pajak menantang kepada yang hadir apabila mengetahui ada pegawai pajak yang kekayaannya tidak wajak agar dilaporkan lewat sistem tersebut (bisa di akses di website www.pajak.go.id), dan selanjutnya akan menjadi bahan pengawasan bagi DJP. Sudah pasti karena keterbatasan wewenang DJP yang tidak mungkin melakukan penangkapan maka akan bekerja sama dengan KPK. Adanya penangkapan beberapa pegawai pajak yang “nakal” oleh KPK sebenarnya informasi awalnya juga dari DJP karena berjalannya wistle blowing system tersebut.
Reformasi yang sekarang masih dalam pengembangan antara lain akan di link-kannya e-KTP dengan NPWP yang diharapkan akan sangat membatu DJP dalam ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Kemudian akan dikembangkan juga adanya sistem penerbitan faktur secara online, dengan tujuan menghapuskan adanya faktur fiktif oleh “pengusaha nakal” yang banyak merugikan Negara. Demikian juga dalam hal pemeriksaan akan dikembangkan audit of the auditor, yaitu terhadap WP yang telah dilakukan pemeriksaan oleh Tim Fungsional Pemeriksa akan diperiksa ulang, guna memastikan kebenaran dan mencegah “kongkalikong” antara pegawai pajak yang nakal dengan pengusaha yang nakal.
Diakhir acara diadakan sesi tanya jawab. Namun karena keterbatasan waktu pertanyaan hanya dibatasi sampai 3 orang. Salah satu yang cukup menarik yaitu pertanyaan dari salah satu mahasiswa yaitu bagaimana menumbuhkan mind set masyarakat agar tumbuh kesadaran membayar pajak? Dirjen Pajak menjawab adalah kerja besar yang perlu didukung oleh seluruh elemen masyarakat, bila perlu mulai dari SD sudah diberi pengenalan tentang pajak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H