Mohon tunggu...
Ira AyuAnanda
Ira AyuAnanda Mohon Tunggu... Sekretaris - Mahasiswa Kesehatan

tempat portofolio mahasiswa gabut

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Kebanyakan Orang dengan Gangguan Jiwa adalah Laki-Laki?

4 Agustus 2024   23:10 Diperbarui: 4 Agustus 2024   23:17 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Gangguan jiwa adalah kondisi kesehatan yang mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang. Banyak penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih mungkin mengalami gangguan jiwa dibandingkan perempuan. Namun, pertanyaan yang muncul adalah, "mengapa hal ini terjadi?". Artikel ini akan mengulas berbagai faktor yang berkontribusi terhadap fenomena ini, termasuk perbedaan biologis, tekanan sosial dan budaya, serta peran gender dalam kesehatan mental.

Faktor Biologis dan Hormon

Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya prevalensi gangguan jiwa pada laki-laki adalah perbedaan biologis dan hormonal. Hormon testosteron yang lebih dominan pada laki-laki dapat mempengaruhi perilaku dan emosi mereka. Penelitian menunjukkan bahwa testosteron dapat meningkatkan agresivitas dan impulsivitas yang dapat berkontribusi pada gangguan jiwa, seperti gangguan perilaku dan penyalahgunaan zat. Selain itu, laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan struktural di otak yang dapat mempengaruhi kerentanan mereka terhadap gangguan jiwa tertentu. Misalnya, area otak yang mengatur emosi dan pengendalian diri, seperti amigdala dan prefrontal cortex dapat berfungsi secara berbeda pada laki-laki dan perempuan. Perbedaan ini dapat mempengaruhi cara laki-laki dan perempuan merespons stres dan emosi negatif.

Norma Sosial dan Budaya

Norma sosial dan budaya juga berperan penting dalam prevalensi gangguan jiwa pada laki-laki. Banyak budaya, termasuk di Indonesia memiliki pandangan bahwa laki-laki harus kuat, mandiri, dan tidak menunjukkan kelemahan. Stereotip ini dapat membuat laki-laki enggan mencari bantuan atau berbicara tentang masalah emosional mereka. Akibatnya, banyak laki-laki yang merasa terisolasi dan tidak mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan untuk mengatasi masalah mental mereka. Selain itu, ekspektasi sosial untuk menjadi "pria sejati" sering kali mengarah pada perilaku yang merugikan kesehatan mental, seperti pengekangan emosi dan penghindaran komunikasi tentang perasaan. Sikap ini dapat memperburuk gangguan jiwa yang ada dan meningkatkan risiko masalah kesehatan mental lainnya, seperti depresi dan kecemasan.

Tekanan Eksternal dan Tanggung Jawab Sosial

Laki-laki sering kali dihadapkan pada tekanan eksternal yang signifikan, terutama terkait dengan peran mereka sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Ekspektasi untuk mendukung keluarga secara finansial dan menjadi pilar kekuatan dapat menyebabkan tingkat stres yang tinggi. Ketika menghadapi kegagalan atau kesulitan dalam memenuhi peran ini, laki-laki mungkin merasa tidak berharga atau gagal yang dapat memicu gangguan jiwa seperti depresi atau kecemasan. Selain itu, laki-laki sering terlibat dalam pekerjaan yang berisiko tinggi atau stres tinggi, seperti pekerjaan di sektor industri, konstruksi, atau militer. Lingkungan kerja yang berbahaya atau penuh tekanan dapat meningkatkan risiko gangguan jiwa, termasuk PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) dan gangguan kecemasan.

Penyalahgunaan Zat dan Perilaku Berisiko

Laki-laki cenderung lebih terlibat dalam perilaku berisiko, termasuk penyalahgunaan zat seperti alkohol dan narkoba. Penyalahgunaan zat dapat menjadi cara untuk melarikan diri dari masalah emosional atau stres, tetapi sering kali memperburuk kondisi mental. Penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih mungkin mengembangkan ketergantungan pada zat dibandingkan perempuan yang dapat menyebabkan atau memperburuk gangguan jiwa. Selain itu, perilaku berisiko lainnya, seperti kekerasan atau perilaku kriminal, lebih umum terjadi pada laki-laki. Ini bukan hanya akibat dari faktor biologis tetapi juga tekanan sosial yang mendorong perilaku maskulin yang agresif atau dominan. Perilaku ini dapat meningkatkan risiko gangguan jiwa, termasuk gangguan perilaku dan gangguan kepribadian.

Kurangnya Akses ke Layanan Kesehatan Mental

Laki-laki cenderung kurang mencari bantuan untuk masalah kesehatan mental mereka. Hal ini mungkin disebabkan oleh stigma sosial yang melekat pada laki-laki yang mencari bantuan atau karena kurangnya kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental. Banyak laki-laki mungkin merasa malu atau takut dianggap lemah jika mereka mengakui bahwa mereka membutuhkan bantuan. Akibatnya, gangguan jiwa yang mungkin dapat diobati sering kali tidak terdiagnosis atau tidak diobati.

Peran Genetik dan Riwayat Keluarga

Faktor genetik juga dapat berperan dalam prevalensi gangguan jiwa pada laki-laki. Jika ada riwayat gangguan jiwa dalam keluarga, risiko seseorang untuk mengembangkan gangguan tersebut meningkat. Meskipun faktor genetik mempengaruhi laki-laki dan perempuan, cara gangguan ini mengekspresikan diri bisa berbeda. Misalnya, laki-laki mungkin lebih cenderung menunjukkan gejala eksternal seperti perilaku agresif atau penyalahgunaan zat, sementara perempuan mungkin lebih cenderung mengalami gejala internal seperti kecemasan atau depresi.

Dampak Kesehatan Fisik pada Kesehatan Mental

Kesehatan fisik juga memiliki dampak yang signifikan pada kesehatan mental. Laki-laki cenderung memiliki tingkat penyakit fisik yang lebih tinggi, seperti penyakit jantung dan diabetes, yang dapat mempengaruhi kesehatan mental mereka. Stres yang terkait dengan kondisi fisik kronis dapat memperburuk gangguan jiwa dan menurunkan kualitas hidup secara keseluruhan.

Tingginya prevalensi gangguan jiwa pada laki-laki adalah hasil dari kombinasi kompleks faktor biologis, sosial, budaya, dan lingkungan. Meskipun laki-laki mungkin lebih rentan terhadap gangguan jiwa tertentu, penting untuk diingat bahwa gangguan mental dapat mempengaruhi siapa saja, tanpa memandang gender. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan kesadaran dan akses terhadap layanan kesehatan mental bagi semua orang, serta mendorong sikap terbuka dan tidak menstigma terhadap orang yang mencari bantuan. Dengan memahami faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan jiwa pada laki-laki, kita dapat lebih baik dalam memberikan dukungan dan sumber daya yang diperlukan untuk membantu mereka mengatasi masalah ini. Penting bagi masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, di mana laki-laki merasa aman untuk berbicara tentang masalah mental mereka dan mencari bantuan yang mereka butuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun