Mohon tunggu...
Ira Wulandari
Ira Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Karena sudah muak memendam pikiran-pikiran ini, jadi saya putuskan menyebarkannya di sini. Selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Terimalah Kesalahan Itu

22 Agustus 2024   08:18 Diperbarui: 22 Agustus 2024   08:27 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Pixabay: www.pexels.com

Memilih suatu jurusan kuliah.

Memilih tidak mengikuti program magang.

Pandangan politik terhadap suatu kubu.

Mengatakan tidak pernah ingin menjadi PNS.

Mencurangi teman sendiri.

Itu mungkin penyesalan dan kesalahan seseorang. Tidak sedikit yang tidak mengakui dan menerima kesalahannya itu.

Sulit sekali, ya, rasanya menerima kesalahan yang kita buat. Rasanya kita mengkhianati diri di masa lalu dengan menghakiminya bahwa ia salah. Terkadang karena tidak ingin merasa mengkhianati diri sendiri, kita mengelak bahwa kita salah.

Akhirnya kita akan berjuang mati-matian membela kesalahan kita itu. Terlebih, kita takut akan pandangan orang lain bahwa kita tidak konsisten dan bodoh.

Tidak mengakui kesalahan setidaknya membuat kita tidak malu bahwa kita salah. Sebagian menganggap itu lebih baik dibanding harus mengaku dan menerima.

Ya, memang malu sekali rasanya tahu bahwa keputusan dan pandangan yang kita buat salah. Tetapi, membela keputusan dan pandangan yang salah itu karena agar tidak dianggap menelan ludah sendiri bukanlah sikap yang benar.

Bukankah justru akan semakin tidak tenang jika kita membela kesalahan kita sedangkan diri kita telah sadar bahwa itu adalah kesalahan dan kita sudah tidak setuju dengan hal itu?

Pada akhirnya kita akan mengalami pergolakan batin yang hebat. Di satu sisi kita ingin berada di jalan yang lebih baik atau benar, di sisi lain kita tidak ingin menelan ludah sendiri. Kita pun akan berusaha agar keputusan atau pandangan kita dahulu dilihat sebagai kebenaran.

Untuk sebagian orang lain mungkin akan mengelak bahwa dahulu mereka mempunyai keputusan dan pandangan "itu". 

Sama saja, tidak mengakui dan menerima kesalahan itu.

Hidup tentu akan tidak tenang jika sudah seperti itu. Sebenarnya akan lebih mudah jika kita mengakui dan menerima saja bahwa kita salah. Tidak ada salahnya berubah ke arah yang lebih baik. 

Pandangan orang lain soal kita yang menelan ludah sendiri biarlah menjadi pandangan mereka. Kita tidak punya kontrol terhadap pandangan mereka. Lagipula, jika mereka orang yang bijak, mereka tidak akan menghakimi kita selagi kesalahan yang kita buat tidak fatal. Meskipun begitu, jika pun kesalahan kita itu fatal, mengakui dan menerima tetap menjadi sikap yang tepat.

Mengakui dan menerima kesalahan yang kita buat juga pada akhirnya akan membuat pikiran kita tenang karena sudah berada di jalan yang lebih baik. Jangan terus menyuapi ego sendiri hanya untuk terlihat benar selamanya, itu tidak akan membantu menjalani hidup dengan tenang. 

Namun, tidak perlu juga berlarut-larur menyesali kesalahan yang kita buat. Tidak ada yang bisa mengubah itu selamanya. Takdir telah ditulis dan peristiwanya sudah berjalan.

Lewat kesalahan itu, kita bisa semakin merefleksikan diri menjadi seseorang yang lebih baik sehingga di masa depan tidak mengulang kesalahan yang sama. 

Kemampuan menerima kesalahan memang tidak dimiliki oleh semua orang karena hal itu memang sulit untuk dilakukan. Oleh sebab itu, kebanyakan orang terus mencari-cari pembenaran atas kesalahannya. 

Kenyataannya, mencari-cari pembenaran atas kesalahan lebih membutuhkan usaha yang besar dibanding mengekui dan menerima kesalahan. Lebih melelahkan, bukan?

Mulai sekarang mari kita belajar untuk mengakui dan menerima kesalahan yang kita perbuat demi ketenangan jiwa kita. Tidak masalah jika perlu waktu untuk menerima kesalahan itu, tetapi teruslah berusaha.

Tulisan kisah manusia tidak semuanya rapi dan benar. Pasti terdapat banyak coretan, salah tik, dan bahkan robekan. Tidak ada satu kisah manusia pun di dunia ini dengan tulisan yang seolah seperti buku yang telah disunting oleh editor.

Jadi, mari menjadi manusia yang lebih baik dari kemarin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun