Mohon tunggu...
Ira Wulandari
Ira Wulandari Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Karena sudah muak memendam pikiran-pikiran ini, jadi saya putuskan menyebarkannya di sini. Selamat membaca.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Orang Lain Bisa, Tetapi Saya Tidak Bisa

13 Agustus 2024   11:00 Diperbarui: 13 Agustus 2024   11:04 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto oleh Nacho Jurez: https://www.pexels.com

Ada satu quote yang pernah saya lihat di TikTok, beserta ilustrasi gambar piring-piring yang diletakkan di sebuah penutup selokan yang mirip dengan tempat penyimpanan piring. Isi quote-nya kurang lebih seperti ini.

Kita mungkin pas di suatu tempat, tetapi bukan berarti tempat itu tepat untuk kita.

Beberapa waktu lalu saya mengikuti sebuah open trip yang diadakan oleh tour agency di Instagram. Saya mengikuti open trip ke Sanghyang Heuleut, sebuah sisaan danau purba yang ada di Kabupaten Bandung Barat. Saya tertarik mengikuti open trip ke Sanghyang Heuleut karena saya merindukan alam, terlebih saya sangat ingin berenang. 

Di gambar-gambar dan video yang disediakan oleh open trip itu dan di sumber lainnya di internet, Sanghyang Heuleut begitu indah dengan airnya yang hijau. Tanpa pikir panjang saya pun mendaftarkan diri saking tidak sabarnya untuk ikut. Kemudian, saya baru membaca fasilitas yang disediakan open trip tersebut. Saya juga melihat ternyata di Sanghyang Heuleut bisa melompat dari ketinggian 8 meter. Sungguh sangat tinggi. Adrenalin saya terpacu, walaupun saya tahu saya takut pada ketinggian. Sebenarnya saya juga ingin melawan ketahukan saya pada ketinggian. 

Selama menunggu hari keberangkatan, saya selalu memikirkan untuk segera melompat dari ketinggian tersebut. Hari keberangkatan pun tiba. Tidak perlu saya ceritakan bagaimana, yang pasti menyenangkan, apalagi bertemu dengan orang-orang baru. Pada saat berjalan sejauh kurang lebih 4 km menuju Sanghyang Heuleut, saya masih merasa saya akan melompat dari ketinggian 8 meter tersebut. Terlebih saya ingin memberi 'makan' akun instagram saya.

Tiba di Sanghyang Heulet, air yang biasanya hijau, kali ini berwarna coklat karena kemarin malam hujan. Sempat kecewa, tetapi tidak menjadi masalah juga. Kami tetap bersemangat.

Semua peserta diarahkan untuk naik ke tebing untuk melompat. Saat itu hati saya mulai ragu, tetapi masih sangat bersemangat. Satu per satu peserta trip melompat dari ketinggian 8 meret tersebut. Saya berpikir untuk segera melakukannya juga agar semua ini segera selesai dan saya bisa berenang. 

Saya mengajukan diri untuk menjadi peserta selanjutnya yang melompat. Sebelum melompat, kami memang diarahkan untuk berfoto dulu di tepi jurang. Saya semangat sekali, tetapi kaki saya sangat bergetar. Mereka menyuruh saya untuk lebih dekat dengan ujung tebing. Pada saat itulah saya sangat ragu untuk melompat, apalagi saat melihat betapa tingginya tebing itu. 

Sebelum saya, semua peserta tidak tampak ragu dan langsung melompat. Saya peserta pertama yang ragu dan saya memilih untuk menunda melompat. Akhirnya, saya kembali duduk dan menyaksikan peserta lain melompat sambil berpikir bahwa mereka sangatlah hebat dan saya tidak bisa, tidak berani, dan tidak mau melakukan itu. Ya, saat itu saya sudah mempunyai pemikiran bahwa saya tidak akan jadi melompat. Namun, karena semua orang ternyata ke sini untuk melompat, saya menjadi merasa harus melompat.

Hanya tinggal sekitar lima peserta yang tersisa. Bisa dibilang kelima peserta ini yang paling takut untuk terjun, termasuk saya. Semua orang di sana, bahkan yang tidak mengikuti open trip menyemangati dan mendorong kami untuk melompat. Mereka meyakinkan kami bahwa rasa 'terjun' itu hanya 2 detik saja. Pada akhirnya tiga orang dari lima berhasil melompat, tidak termasuk saya. 

Hanya tinggal berdua yang ada di atas tebing. Waktu terus berjalan. Saya merasa tidak enak juga pada panitia yang panas-panasan sambil mendokumentasikan peserta. Saya hanya membuat lama. Beberapa kali saya berdiri di ujung tebing, tetapi lagi-lagi saya tidak bisa untuk melompat. Sejujurnya saya sudah berpikir tidak akan melompat sakit takutnya. Mungkin karena itu juga saya tidak bisa menggerakkan kaki saya untuk terjun dari tebing itu.

Lalu, ada satu orang yang berkata pada saya bahwa jika saya tidak melompat, saya akan menyesal. Kata-kata itu tidak bisa memengatuhi saya, tetapi sangat melekat pada saya nantinya. Saya benar-benar takut untuk melompat. Ketinggian bukan hal yang bisa saya hadapi pada saat itu.

Setelah mencoba meyakinkan diri, ternyata diri saya tidak teryakinkan. Saya pun turun dari tebing dan berenang bersama peserta lain. Rasanya segar sekali akhirnya saya berenang juga. Saya juga sempat melompat dari ketinggian 2 meter, dan itu tidak menakutkan karena tidak tinggi. Saya bersyukur tidak melompat dari ketinggian 8 meter itu karena mungkin akan membuat saya semakin takut ketinggian karena saya pun takut ketinggian karena mencoba hal-hal ekstrem di ketinggian.

Saya melihat peserta yang terakhir bersama saya di atas tebing pun tidak jadi melompat, entah punya pemikiran yang sama dengan saya atua terpengaruh oleh tindakan saya.

Waktu berenang saya ternyata sangat sebentar. Tentu saja karena saya telalu lama di atas tebing. Rasanya sangat tidak puas. saya menyesal. Bukan, saya bukan menyesal karena tidak melompat secepatnya. Namun, saya menyesal tidak menyerah dari awal yang membuat saya tidak bisa mempunyai waktu berenang yang lebih lama.

Meskipun saya tidak menyesal, tetapi saya merasa berbeda dari yang lain dan seperti seorang pecundang. Namun, saya memang tidak berani dan tidak mau melakukan hal yang orang lain bisa tersebut. Saya menceritakan hal ini pada orang tua saya. Respons orang tua saya sangat menenangkan. Mereka berkata, "Kita tidak perlu bisa yang orang lain bisa. Kita mampu melakukan hal yang orang lain tidak bisa."

Saya setuju. Memang, sebenarnya saya bisa dan berani melakukan hal yang orang lain mungkin tidak bisa. Saya berani pergi ke hutan sendirian, saya berani berada di tempat gelap sendirian, dan mungkin ada hal lagi yang bisa dan berani saya lakukan. Artinya, kita tidak perlu memaksakan diri untuk berada di tempat yang bukan untuk kita. Kita pasti akan menemukan tempat yang sesuai dengan kita. Hal ini berlaku untuk hal lain dalam kehidupan ini.

Setelah menyadari itu, saya menjadi tidak terlalu memedulikan tuntutan-tuntutan orang lain terhadap hal yang tidak mampu saya lakukan. Saya memiliki kemampuan tersendiri terhadap hal yang dituntutkan orang lain. Dan saya memiliki hal lain yang mampu saya lakukan yang bisa saya kembangkan. Saya hanya perlu menemukan tempat saya sehingga kemampuan saya bisa dilihat dan dihargai. Begitupun dengan kalian. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun