Bagi perusahaan, memiliki karyawan seperti Pak Pongah, mungkin dianggap "aset" yang dapat menjaga keuangan perusahaan. Kalau sang owner memiliki pandangan setipe dengan Pak Pongah dalam memperlakukan karyawannya.Â
Pak Pongah agaknya lupa, suatu hari nanti ia pun akan memasuki usia senja, sepuh, mungkin juga rapuh, atau barangkali sebelum memasuki masa sepuh, sesuatu terjadi, sehingga ia tidak produktif lagi.Â
Hidup terus berjalan dengan misterinya sendiri. Sepongah apapun Pak Pongah, ia lupa, ia tidak berkuasa menentukan jalan hidup orang lain, bahkan jalan hidupnya sendiri.Â
Mungkin saat ini ia memilki "kuasa" menentukan kesejahteraan orang lain, tapi dia lupa, semua yang terjadi di bawah kolong langit ini tidak ada yang luput dari pengamatanNya, sang pemilik hidupnya, hidup owner perusahaan, hidup Pak Senja, juga Bu Lulu Lugas. Kalau kata orang banyak: Gusti Allah Mboten Sare.
Kalau begini ceritanya, siapakah toxic dalam perusahaan itu? Pak Pong, Pak Sen-sen, atau Bu Lulu Lugas?