Suatu ketika saya datang ke sebuah resespsi pernikahan. Hidangan digelar melimpah ruah oleh keluarga yang berbahagia demi menjamu tamu-tamu undangan. Semua orang berpakaian rapi jali, necis, cakep-cakeplah semuanya.Â
Tapi, seketika semua kemolekan yang saya lihat luntur. Ketika beberapa dari tamu-tamu yang hadir antri makanan, mengeluarkan plastik dari tas mereka, dan membungkus makanan! Ajaib! Macam kantong ajaibnya Doraemon.
Waktu itu saya takjub melihat pemandangan yang tidak biasa ini. Tapi, rupanya, menurut beberapa teman saya, di sana lumrah adanya. Kelumrahan ini bukan sesuatu yang bisa diterima begitu saja oleh beberapa orang, tapi mereka pun tidak tahu bagaimana menghentikan nafsu babungkus tamu-tamu seperti ini. Sebagai informasi, "serangan pasukan babungkus" ini bukan hanya menyasar pesta pernikahan, tetapi acara kendurian lainnya, seperti ulang tahun, bahkan khitanan. Ajaib!
Kalau semua tamu sudah menikmat hidangan yang disediakan pemilik hajatan tersebut, mungkin, pasukan babungkus ini malah berjasa, karena kelebihan makanan yang ada dimanfaatkan dengan dibawa pulang (meskipun caranya kurang elok, main langsung ambil begitu saja, bukan karena aba-aba tuan rumah). Tapi, akan jadi masalah yang memalukan buat keluarga yang sedang menggelar acara, kalau makanan yang terhidang sudah habis ludes, sementara banyak undangan yang belum mencicipinya.
Saya pikir kebiasaan "babungkus" ini dulu hanya dilakukan ibu-ibu arisan skala rumahan saja. Karena, saya ingat, kadang ibu saya suka bawa "oleh-oleh" kue dari arisan. Namanya juga ibu-ibu, begitu saya pikir.Â
Tapi, ketika melihat beberapa orang nekat "babungkus" Â di pesta pernikahan, ulang tahun, bahkan khitanan, saya benar-benar terkesima dibuatnya. Kejadian ini terjadi di tengah hajatan yang digelar di restoran ternama, juga gedung resepsi. Dengan kata lain, bisa di mana saja.
Ternyata perilaku "babungkus" masih berlangsung sampai sekarang. Terbukti dengan keluh-kesah seorang kawan yang masih tinggal di sana. Dengan lugas ia menuliskan untuk pembacanya (yang bisa jadi, pelaku "babungkus"), agar dapat berempati kepada pemilik pesta.Â
Bagaimana seandainya, mereka berada di posisi pemilik hajatan, dan makanan kurang, karena dibungkusin sebelum acara selesai. Karena, makanan yang ludes ketika tamu masih berdatangan, bisa menjadi hal yang memalukan buat tuan rumah.
Kenapa, sih ada orang-orang yang suka "babungkus" di pesta? Kalau dibilang kelaparan, kekurangan, rasanya, sih ... tidak. Penampakan mereka kadang nggak kalah gaya dengan yang menggelar pesta. Meskipun kita juga tidak bisa menilai dari penampakan luar.
Lain cerita, kalau makanan masih melilmpah setelah pesta selesai, bisa jadi, tuan rumah mempersilakan bahkan menyediakan wadah yang pantas untuk makanan dibawa pulang, supaya tidak terbuang percuma. Semua pasti bersukacita karenanya.Â
Tapi, agaknya beberapa orang kurang memahami arti kata "cukup" sehingga mereka memiliki nafsu untuk mengambil lebih daripada apa yang seharusnya mereka nikmati saat itu, di tempat itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H