Mohon tunggu...
Irawaty Silalahi
Irawaty Silalahi Mohon Tunggu... Lainnya - Cerita yang semoga menginspirasi mereka yang membaca.

Suka bercerita dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran dari Putri Jeruk dan Suwidak Loro

14 Desember 2020   14:49 Diperbarui: 14 Desember 2020   14:58 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi. Lukisan anak belum jadi. 

Ada seorang putri cantik

Menjelma dari buah jeruk

Kecil mungil se-ibu jari

Putri Jeruk, itu namanya

Baik budinya, amat ramah

Cantik rupanya, amat lucu

Jelita dan lagi jenaka

Putri Jeruk anak Pak Tani

Mudah bersembunyi

Sukar dicari ... hi

Kadang di sini, tahu-tahu di situ

Dikira di atas, tahu-tahu di s'patu

Inilah kisah seorang putri

Menjelma dari buah jeruk

Bersaudara dengan Pangeran

Putri Jeruk cantik rupawan

Demikian lagu dari kisah "Putri Jeruk" yang tersimpan dalam ingatan saya sampai sekarang.

Sebuah cerita dari masa kanak-kanak yang begitu membekas dalam diri. Kisahnya bukan kisah kodian yang diakhiri dengan seorang putri yang kawin dengan pangeran. Ending ceritanya tidak seperti itu, Ferguso!

Cerita dibuka dengan percakapan antara Pak Tani dan Bu Tani. Bu Tani titip dibelikan buah jeruk pada Pak Tani, ketika beliau hendak ke pasar. Setelah dipilih-pilih, Pak Tani pulang membawa jeruk yang dibelinya di pasar. Namun, sesuatu yang aneh terjadi. Ketika Bu Tani ingin memakan buah jeruk itu, buah tersebut bergerak-gerak, sampai kemudian terdengar suara seorang putri kecil memanggil "Ibu, aku di sini!" dan itulah ihwal perjumpaan Putri Jeruk dengan Bu Tani yang kemudian mengasuhnya sebagai anaknya bersama Pak Tani. Putri Jeruk kemudian tumbuh menjadi anak kecil yang lucu, periang, dan suka menolong ibu dan bapaknya. Menyenangkanlah anaknya. 

Menambah semarak kehidupan Bapak dan Ibu Tani. Nun jauh di sana, hiduplah seorang pangeran dalam istananya yang megah. Tapi, sayangnya, Sang Pangeran selalu murung. Suatu ketika, Raja bertanya kepada pangeran, apa yang membuatnya bersusah hati. 

Pangeran mengeluarkan uneg-unegnya pada raja, yang adalah Bapaknya. Ia berkata, dia meresa kesepian tinggal di istana yang besar tanpa saudara. Singkat cerita, Sang Pangeran bertemu dengan Putri Jeruk di tengah hutan, dan mereka bermain bersama. Akhir ceritanya adalah, Pangeran meminta Raja mengijinkan Putri Jeruk, Pak Tani dan Bu Tani untuk tinggal di istana. Mereka jadi saudara. Pangeran kini tidak kesepian karena memiliki adik angkat.

Sebuah cerita yang membekas dalam benak saya, sampai kini. Memang ada beberapa bagian yang saya lupa. Seperti bagaimana awal pertemuan Pangeran dan Putri Jeruk di hutan. 

Dan ada pula episode yang kalau saya pikir sekarang, kok ngeri juga, ya, seandainya saya jadi Bu Tani, yang mau makan jeruk, kemudian jeruknya gerak-gerak lalu ada sesosok anak kecil keluar dari buah tersebut. Saya membayangkan, kalau itu kejadian saya yang alami, mungkin saya akan lari tunggang-langgang sambil menjerit!  Kaget sudah pasti. 

Gimana bisa ada manusia dalam sebuah jeruk!  Untung saja, pemikiran itu tidak merasuki saya ketika kanak-kanak. Waktu itu, saya begitu terhanyut mendengarkan kisah Putri Jeruk ini. Sambil membayangkan, bahagianya Bu Tani punya anak, karena diceritakan dalam kisahnya, Pak Tani dan Bu Tani memang merindukan kehadiran seorang anak.  Saya juga membayangkan betapa sepinya hidup pangeran di istana yang megah tanpa seorang saudara, dia tidak punya teman bermain, sekalipun hidup bergelimang harta.

Lakon Putri Jeruk saya dengarkan dari sebuah kaset sanggar cerita yang kalau tidak salah diperankan oleh Santi Sardi, sebagai pemeran Putri Jeruk. Selebihnya saya lupa. Mungkin kalau sekarang seperti mendengarkan podcast saja. Bisa jadi begitu.

Kisah lainnya yang membekas dalam ingatan adalah cerita "Suwidak Loro."  Cerita yang saya baca dari majalah anak-anak "Bimba" yang hardcover, warna merah (astaga, saya masih ingat detil majalahnya!). Kisah tentang seorang ibu yang selalu memperkatakan semua yang baik kepada anaknya. Meskipun penampakan anak perempuannya jauh dari cantik jelita: rambut jarang, mata juling, bibir tebal. Namun demikian, Sang Ibu selalu mengatakan bahwa anaknya cantik, rambutnya indah bak mayang terurai, mata yang bersinar, semua kualitas seorang putri dikatakan ada pada Suwidak Loro, anaknya. 

Di akhir cerita dikisahkan bahwa apa yang dikatakan Ibu Suwidak Loro, terjadi atas putrinya. Ia menjadi seorang gadis yang canti menawan dan dipinang raja. Ending cerita yang ini agak kodian, sih. Tapi bukan itu pesan yang kuat dalam cerita ibu dan anak perempuannya ini. Sampai sekarang, saya memahami kasih seorang ibu pada anaknya. 

Penerimaan yang tulus, dan selalu memberikan perkataan yang baik untuk anaknya. Perkataannya seumpama doa yang terus ia panjatkan untuk anaknya, sampai hal itu terjadi, yang saya yakin, kalaupun Suwidak Loro tetap berambut tipis, bermata juling, dan berbibir tebalpun, di mata ibunya, dia tetaplah cantik adanya, karena, bagi setiap ibu, anaknya indah dalam pemandangannya.

Puluhan tahun berlalu sudah, dan saya masih mengingat beberapa kisah yang pernah saya dengar, dan baca. Dua cerita di atas adalah cerita 'lokal' yang berkesan mendalam, mengajarkan saya tentang penerimaan yang tulus. Masih banyak cerita lainnya yang menginspirasi sampai usia dewasa, salah satu penulis cerita anak yang inspiratif adalah Enid Blyton. Meskipun dia tersohor untuk serial "Lima Sekawan", tapi buku seri "Kumbang-nya" yang melegenda dalam hidup saya.

Tentu saja, tidak semua cerita punya muatan arif bijaksana. Beberapa cerita malah menimbulkan tanda tanya. Itu sebabnya, sekalipun saya sangat mendukung anak-anak saya gemar membaca, saya kerap bertanya dan berdiskusi dengan mereka tentang isi buku cerita yang mereka baca. Dengan begitu, kami berdiskusi tentang nilai-nilai mana yang sejalan dengan nilai-nilai kebaikan yang kami hidupi, dan mana yang tidak sesuai.

Cerita memang salah satu sarana yang jitu untuk mengajarkan nilai-nilai kebaikan dalam diri seorang anak. Bahkan, sebenarnya, melalui ceritapun, orang dewasa bisa belajar untuk memperkaya manusia batinnya. Dengan catatan, ia cukup rendah hati menerima hal-hal yang mungkin terkoreksi dalam dirinya melalui kisah inspiratif. Maklum, anak-anak jauh lebih "terbuka" akan hal-hal baru dibandingkan orang dewasa yang sudah terbentuk sekian lama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun