Mohon tunggu...
Teguh Irawan
Teguh Irawan Mohon Tunggu... Koki - Kunjungi Blog pribadi saya di kamarteguh.blogspot.com

Penulis adalah seorang Industrial Engineer yang bekerja di salah satu perusahaan makanan indonesia. Menulis untuk membuang energi dan waktu yang berlebih.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan featured

Munir, HAM dan Keadilan yang Masih Buta

6 September 2017   03:49 Diperbarui: 7 September 2018   09:06 1582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: facebook.com/MunirIndonesia

"Padahal begini, kalau menurut saya bahwa.. kalau misalnya Prabowo atau siapa tidak terbukti itu lebih baik di pengadilan.. Prabowo kenapa sih tidak ditarik aja ke.. menjadi saksi.. keterangannya,... tidak saja masyarakat tapi Prabowo sendiri itu juga butuh pengadilan untuk membuktikan bahwa dia bersalah atau tidak" katanya ketika ditanya mengenai pengadilan untuk Prabowo. Wawancara tersebut tersebar luas di media-media online dan sepertinya berlangsung pada kisaran tahun '99 sampai 2000.

Kasus itu sendiri tak lain dari aksi-aksi saat kerusuhan Mei '98 dan sebelumnya. Ketika beberapa tindakan kekerasan terhadap sipil dan mahasiswa begitu membabi buta. Tak hanya terluka, beberapa diantaranya bahkan hilang keberadaannya belum ditemukan hingga detik ini. Beberapa yang terkenal dari korban-korban itu adalah Wiji Thukul dan Marsinah.

Atas keterlibatannya dengan kasus-kasus sensitif seperti ini, banyak orang yang menduga bahwa inilah yang menjadi jalan untuk dia meninggal diusia yang terbilang masih produktif, usia 38 tahun.

Bagaimanakah jalan itu, sebuah jalan yang mengantarkan ia tak bisa berbicara banyak lagi tentang HAM dan keadilan.

Itu semua terjadi di udara. Saat ia hendak bertolak ke Utrecht Belanda guna memenuhi studi S2 nya dibidang hukum tanggal 6 September 2004. Saat itu ia sudah mempunyai benih tesis yaitu tentang "Penghilangan orang secara paksa."

Awal perjalana sudah muncul hal yang janggal, semacam pertanda mungkin. Beberapa hari sebelum keberangkatan istrinya yang bernama Suciwati menerima telepon dari seseorang yang diketahui bernama Pollycarpus. "Karena kita mau bareng makanya saya perlu nanya kapan berangkatnya" tanya Polly di sambungan telepon itu. kemudian dijawab oleh Suciwati "Senin.. gitu omongannya"

Karena risau akan hal tersebut, Suciwati sempat bertanya kepada munir siapakah si Polly tersebut "orang itu aneh, sok akrab" kata munir kemudian "Awal 2004, di bandara dia titip surat, minta diposkan di bandara swiss. Dia kan pillot, pasti kenalannya banyak sekali. Kok, tiba2 titip surat, padahal engga kenal"

Pollycarpus Budihari Priyanto adalah salah seorang anggota pilot senior maskapai penerbangan Garuda Indonesia.

Polly sendiri sebenarnya memang sedang tidak bertugas saat itu, ia juga sempat bertukar posisi nomor duduk.

Menjelang pukul 21.00 wib, Suciwati dkk melepas keberangkatan. Perjalanan penerbangan menuju Amsterdam diperkirakan menempuh waktu 12 jam, namun saat pesawat transit di Changi mulai tercium aroma yang tida beres. Pada bagian perutnya, suami dari Suciwati ini mengalami rasa sakit yang tidak enak.

"kok perut saya engga enak ya?" katanya dalam sms yang dikirim ke Suciwati. Kuat dugaan ini adalah gerbang pembuka ia menuju jalan itu, gerbang awal kematian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun