Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mencari Bidadari di ujung Pelangi (Seri Diskusi Mblarah #13)

13 Desember 2024   22:34 Diperbarui: 13 Desember 2024   22:34 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat lagu pelangi masa kanak kanak kita dahulu ?


https://youtu.be/Ilu_bYSDp1c?feature=shared
Lagu berjudul Pelangi ini diciptakan oleh AT Mahmud. Berikut teks lagunya :
Pelangi, pelangi, alangkah indahmu
Merah, kuning, hijau di langit yang biru
Pelukismu agung, siapa gerangan?
Pelangi, pelangi, ciptaan Tuhan

Coban Pelangi apakah ujung Pelangi

Itulah kurang lebih diskusi Mblarah kita yang membahas seputar pelangi. Yang menarik lagi ternyata di malang timur dapat kita jumpai destinasi wisata yang berjuluk coban Pelangi. Objek Wisata Coban Pelangi ini ada di  Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang dan merupakan salah satu lokasi wisata air terjun legendaris di Kabupaten Malang. Sejak tahun 1984, Coban Pelangi sudah terkenal di warga sekitar Malang Timur dan sering didatangi oleh anak-anak pencinta alam dan Pramuka dari SMP dan SMA. Pada bulan Desember di tahun 1986 setelah ujian semester 1 masa masih bersekolah di kelas 1 SMPN 12 Malang, saya yang pada masa tersebut bergabung dalam giat ekstrakurikuler Pramuka melakukan giat penelusuran di sekitar area Coban Pelangi. Coban Pelangi memang asyik dan dilokasi jatuhnya air melahirkan gambaran pelangi nan indah. Sekarang lokasi ini bisa dikunjungi dengan link google map sbb :
https://maps.app.goo.gl/46YnJ5bZ3bG7AYKy7

Dimasa tersebut situasi coban masih sangat alami dan belum dibangun fasilitas pendukung seperti sekarang. Acara kami waktu itu menempuh kesana dengan jalan kaki beregu. Satu kisah unik saat kembali ke titik penjemputan, yang pada saat itu kami di tunggu oleh Truk milik tentara dari kesatuan 512 Malang. Kami berkelompok mengikuti jalur yang sudah ada petunjuk ala Pramuka tentunya.

Ternyata saya dan kelompok yang sudah mengikuti jalur petunjuk di maksud hingga pada jam kumpul yang di tentukan, ternyata belum juga sampai titik kembali.
Saya dan kelompok saat itu tidak merasa hilang dan tersesat sebagaimana dianggap team pencari. Saya merasa sudah benar mengikuti rute, jam tangan kami juga berjalan sewajarnya dan langit tetap cerah seperti nuansa sekitar habis ashar. Itu persepsi yang kami alami. Dibalik itu ternyata menurut team SAR yang mencari Kami yang dinyatakan hilang di lokasi diseputar coban Pelangi saat itu, kami seharusnya kembali jam 16.00 di titik kumpul. Namun hingga jam 19.00 kami belum kembali. Semalam itu, team SAR terus menyisir lokasi hingga pagi dan kami diketemukan team SAR dalam keadaan sehat pada pagi harinya. Kami sendiri tidak merasa hilang atau tersesat dan selama waktu malam, kami juga tidak merasa ada perubahan waktu dari sore ke malam yang kemudian berubah pagi.
Inilah pengalaman unik disana yang menurut logika saya hingga hari ini, saya bersama kelompok telah merasa menelusuri jejak sesuai petunjuk dan tidak kesasar ke manapun dan kami tetap berjalan kaki biasa bersama kelompok dalam suasana terang seperti sebelum magrib. Ternyata kami kembali pagi harinya setelah subuh saat langit terang. Terus waktu itu sebenarnya kami mengalami apa, pergi ke mana. Entahlah semua rahasia Allah.

Coban Pelangi ini memang mulai dirintis oleh desa Setempat pada 1986. Karena lokasi ini ada dibawah pembinaan Perhutani, sejak 1989 lokasi ini dikelola oleh Perhutani setempat.

Itu cerita saya dengan lokasi yang memiliki nama erat dengan kata Pelangi. Apakah itu lokasi para bidadari turun ? Kenapa saat itu kami tidak merasa sedang tersesat dan kami tidak bertemu siapapun. Orang dengan team SAR itulah kelompok pertama yang kami temui saat itu, dan menurut mereka waktu itu sudah 12 jam kemudian. Jika itu lokasi bidadari turun, kenapa kami tidak ketemu bidadari ? Andai ketemu pun dan kami ambil selendangnya, kami juga masih kecil baru sekitar 13-14 tahunan. Kan repot jika disuruh nikahi bidadari seperti cerita Joko Tarub.
Setelah kami, apakah ada cerita yang lain disana, kami tidak tahu. Terakhir ganti anak saya 5 bulan lalu yang mengeksplore lokasi tersebut dan Alhamdulillah sekarang sudah jadi destinasi coban yang cantik.

Ini sekelumit cerita dari seri diskusi Mblarah #13 yang kali ini mengangkat judul Mencari Bidadari di Ujung Pelangi. Pelanginya ada, yang tidak ada bidadarinya. Semoga bermanfaat dan menginspirasi.

De Huize Mblarah, 13 Desember 2024
Ditulis untuk Seri Diskusi Mblarah 13

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun