Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Monggo Nang Njago Simbul Kerukunan Warga (Seri Berwisata ke Desa Aja #11)

20 November 2024   11:49 Diperbarui: 20 November 2024   11:57 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Monggo Nang Njago Simbul Kerukunan Warga (Seri Berwisata ke Desa Aja #11)
Ditulis oleh : eko irawan

Jaman dahulu ada istilah orang udik. Sebuah sebutan yang menurut Wikipedia dimaknai sebagai orang desa yang bertempat tinggal jauh dari keramaian kota; orang dusun; orang yang bertempat tinggal di hulu sungai dan secara kiasan sebutan orang udik adalah untuk menggambarkan profil orang yang kurang tahu sopan santun; orang bodoh atau sebutan terhadap sekumpulan orang yang tinggal jauh dari kemajuan dan tehnologi alias ketinggalan Jaman. Orang orang ini dianggap tidak mampu berinovasi dan memiliki kemampuan dan integritas yang layak diapresiasi. Tapi benarkah seperti itu sekarang ?

Perkembangan SDM dan tehnologi terkini ternyata telah merubah paradigma orang udik yang dahulu dinilai ketinggalan jaman, sekarang telah berubah menjadi  Inovator keren dari sebuah dusun yang memiliki gagasan nyata. Monggo Nang Njago yang digagas warga RW.X Dusun Njago Desa Tumpang Kabupaten Malang menjawab itu semua dengan sangat gamblang.

Apa yang ada di desa dan tetap tumbuh lestari sebagai adat istiadat berbasis budaya, sekarang justru jadi modal membangun inovasi yang tidak dimiliki oleh warga yang tinggal diperkotaan. Kerukunan Warga adalah Asset mahal yang mampu menumbuhkan gotong royong, kerja bakti, tolong menolong, saling bantu membantu menuju musyawarah mufakat yang demokratis berbasis kerukunan warga.

Jangankan kerja bakti, diperkotaan orang yang tinggal bersebelahan rumah di suatu komplek perumahan yang sama saja ternyata tidak saling kenal. Warga perkotaan sangat egois, seolah hidup sendiri sendiri. Bagaimana bisa rukun, jika saling kenal saja tidak. Seharusnya perkotaan justru lebih maju tanpa meninggalkan budaya asli Nusantara berupa guyub rukun yang memberikan nuansa asli Indonesia. Lantas Bagaimana bisa membuat inovasi kampung, jika tidak ada unsur kerukunan ?

Bagaimana cerita kerukunan Warga di dusun Njago mampu mewujudkan Monggo Nang Njago sebagai pusat destinasi wisata UMKM berbasis masyarakat ? Mari kita kupas bersama. Selamat membaca semoga menginspirasi.

Destinasi Wisata UMKM di Dusun Njago

Inovasi destinasi wisata berbasis kampung memang banyak digagas di sekitar wilayah Malang Raya. Gagasan yang diangkat adalah potensi yang dimiliki oleh warga setempat. Berbagai acara yang bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat ini terus digiatkan dengan tajuk berbeda beda, ada yang menggelar festival UMKM, giat festival dolanan anak anak, model festival tempo dulu, festival seni budaya dan musik serta aneka rupa giat berbasis destinasi kampung. Rata rata giat dimaksud digelar setahun sekali. Monggo Nang Njago malah menjadi giat pasar UMKM tiap Minggu pagi. Hal tersebut sangat dirindukan dan dinantikan oleh warga setempat. Kapan lagi jalin kerukunan, setelah sepekan sibuk diluar kampung. Saatnya ada inovasi dari warga, oleh warga dan untuk warga yang notabene harus memberi manfaat yang berkelanjutan.

Dengan kerukunan warga, apapun bisa diwujudkan. Destinasi wisata UMKM Monggo Nang Njago layak diapresiasi dengan aneka wujud gagasan yang terus tumbuh. Monggo Nang Njago semakin mempererat kerukunan warga setempat,  yang sehari hari hidup bertetangga dalam sebuah kampung.

Bagaimana dengan kampungmu ? Yang bilang tidak bisa, pesimis dan sulit, pasti dikampung yang bersangkutan kurang ada komunikasi antar warga. Semua seolah jalan sendiri sendiri bahkan tidak saling kenal. Tak perlu forum resmi pakai undangan dari pejabat, cukup jagongan ngopi bareng. Siapa bilang forum informal ini tidak efektif ? Di kampung memang tak perlu teori ndakik ndakik. Buat apa teori selangit dengan bahasa yang tidak dipahami warga kampung, jika endingnya zonk besar dan omong doang. Semua kampung punya potensi. Acara jagong ngopi bareng adalah forum temu kenali untuk inventarisasi. Apa yang bisa dilakukan kerjakan, tak perlu menunggu dan hanya menunggu. Jika hanya mampu menunggu, kapan akan ada upaya rintisan ? Kapan realisasinya ?

Jika inovasi hanya menunggu bantuan dari pemerintah,  tanpa ada gerakan rintisan bersifat mandiri ber keswadayaan, maka tambah sulit menggagas sebuah inovasi. Sikap kurang peduli pada kampung  sendiri, adalah Model menunggu perintah alias disuruh pihak lain baru Sudi dikerjakan. Padahal bantuan pemerintah bersifat pancingan atau stimulan agar bangkit keswadayaan mandiri dari warga setempat. Jika perspektif warga hanya menunggu proyek yang ada anggarannya, maka empati dan kepedulian sosial lama lama akan lumpuh. Terus kapan akan maju sebuah daerah hingga sanggup punya inovasi brilian?

Kerukunan memunculkan spirit Berbagi

Awali dengan hal hal sederhana yang bisa dikerjakan. Dilingkup kampung, tiap Minggu pagi para warga biasanya melakukan olah raga pagi, baik jalan kaki, jogging, bersepeda atau senam bersama. Usai giat tersebut, dilanjutkan dengan belanja kebutuhan kuliner baik untuk sarapan keluarga, jajanan dan minuman. Para pedagang yang buka lapak rata rata juga tetangga sendiri. Pada perayaan hari libur nasional, seperti hari kemerdekaan atau hari Pahlawan, juga rutin digelar event jalan sehat, lomba lomba untuk warga, Bazar UMKM dan kegiatan festival seni budaya seperti pagelaran wayang, topeng Malangan, jaranan hingga yang viral digelar di kabupaten Malang muncul seni Bantengan yang diiringi musik DJ dengan sound horeg dengan tatanan lampu spektakuler ala konser band terkenal. Hal ini ada dan tumbuh di kampung diseputaran tumpang, Jabung, pakis, Poncokusumo dan Tajinan. Didaerah daerah tersebut panggung Bantengan terdengar hampir ada tiap hari, baik moment latihan atau pagelaran resminya.

Rutinitas warga seperti di atas adalah potensi yang sudah ada disekitar kita dan rutin dilakukan, khususnya setiap liburan Minggu pagi dan hari hari lainnya. Kenapa potensi yang sudah ada ini tidak dikemas secara cantik ? Dikemas dengan management yang mumpuni hingga aktivitas tersebut tidak jadi hiburan semata, namun memberi kontribusi pada peningkatan kesejahteraan warga melalui kegiatan wisata, UMKM dan ekonomi kreatif.

Monggo Nang Njago telah mewujudkannya. Berbagai inovasi terus bermunculan hingga memberi manfaat khususnya teruntuk warga Njago dan tumpang. Gagasan menu makan pagi gratis juga telah Nampu jadi pemantik yang mengundang banyak tamu untuk hadir ke Monggo Nang Njago. Ada inovasi apa lagi disana? Monggo berkunjung di hari Minggu pagi.

Monggo Nang Njago menjadikan kerukunan yang memunculkan spirit berbagi. Warga bisa saling bertemu dalam guyub rukun, bisa senam bareng dan menemukan aneka kuliner untuk jajanan dan sarapan Minggu pagi. Para pelaku UMKM juga senang karena dagangan mereka laris manis.

Monggo Nang Njago, semua senang semua gembira dalam kerukunan. Mari Berwisata ke Desa Aja

Jinalayapura Jajaghu, 19 November 2024
Ditulis untuk Seri Berwisata ke Desa Aja 11

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun