Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Pasang Surut (Ultimate Consciousness Series #32)

1 April 2024   22:58 Diperbarui: 1 April 2024   23:06 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri eko irawan untuk ultimate Consciousness Series #32 foto pantai teluk Asmara kab. Malang foto diolah dengan Sketch Camera dan Lumii

Lalu apa yang menginspirasi puisi ini? Dalam Ultimate Consciousness Series saya memang mengeksplore hal tentang arti penting kesadaran atau ultimate Consciousness ini. Lalu apa hubungannya kesadaran dengan puisi ini?

Sebelum saya ke acara itu, saya bertemu seorang pensiunan ASN yang masih saja mondar mandir ke kantor. Jika datangnya sekedar nostalgia, kangen teman lama atau keahliannya dibutuhkan instansi, jelas itu lain cerita. Beliau ini macem macem alasannya, namun alasan pokoknya adalah mau pinjam uang atau minta uang saku. Kadang nawarin barang. Karena dijari tangan kiri saya ada akik merah jenis Siem Bangkok, diapun nawarin akik sejenis agar saya mau membelinya. Jika niat dagang, kenapa dia tidak menunjukan barangnya. Pengalaman teman terdahulu, dia ngibuli saja. Uang didapat, barang yang dijual tidak ada. Hampir semua orang tahu dia itu hanya modus belaka.

Dari kisah ini, apa hubungannya dengan kesadaran? Di moment ibadah ramadhan ini semua umat muslim tengah berjuang meraih kesadaran pencerahan bertaraf insan Kamil. Kesadaran ini penting, karena membuat kita sadar sebagai apa dan bagaimana secara pribadi diri kita ini. Sadar jika kita berlebih sudah selayaknya menolong pihak lain yang kesusahan. Dan sadar jika kita sudah pensiun, jelas tahu diri untuk tidak meminta minta. 

Karena jika diberi, maka dijadikan langganan terus menerus. Bukan tidak mau nolong, tapi dihari selanjutnya jika kita memberi, maka terus saja kita direcoki terus menerus. Dia seharusnya sadar, para teman yang masih dinas itu tidak punya pabrik uang. Mereka punya tanggung jawab dengan hidup masing masing. 

Sadar jika sudah pensiun itu harus tetap inovatif, artinya sekalipun status pensiun, tapi kewajiban memberi kehidupan juga tetap wajib. Tentu sebelum pensiun harus punya strategi, misal mau usaha apa, jual keahlian bisanya apa, menabung atau investasi dan hal hal positif lain yang bisa memberikan penghasilan tambahan dengan cara bukan meminta minta. Sadar dong, masak ASN pensiunan kok jadi pengemis.

Hal ini sebagai cambuk, jangan sampai setelah pensiun nanti jangan terpaksa jadi pengemis. Harus tetap berkarya! Memang karyawan yang baik harus taat patuh pada atasan. Jalankan semua perintah dengan patuh tanpa membatah. Kebiasaan disuruh dan diperintah ini melekat dari muda hingga pensiun, sehingga jika kelak pensiun dan atasannya tidak ada, mindset yang dimiliki bukan inovasi tapi masih saja nunggu perintah atasan, padahal pensiun atasannya tidak ada. Runyam dong jika hanya nunggu matang, tanpa tahu cara dan proses agar jadi matang.

Menolong itu bukan memberi, tapi ajak dia berproses agar keahliannya itu bisa terbentuk dan jadi mata air yang memberi penghasilan tambahan. Sulit memang jika setelah pensiun baru sadar. Dari pengakuan para pensiunan, masa gembira setelah pensiun hanya 3 bulan saja, setelah itu bingung sendiri karena uang pensiunan juga tak sebesar saat dia dinas. Penghasilan menurun, kebutuhan tetap.

Inilah kurang lebih kisah dibalik puisi pasang Surut. Mari bangun kesadaran tentang memahami diri sendiri tanpa kepo dan iri dengki pada teman atau orang lain. Jujur, banyak yang super ahli mengadili orang lain sebagai bajingan, padahal lupa dirinya munafik. Semoga puisi ini bisa memberi pencerahan kesadaran terbaik pada diri dan semua orang. Selamat membaca semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun