Meneroka Sejarah Mudik hingga asyiknya Mudik di Kaki Semeru
Ditulis oleh : eko irawan
Sebagai ritual rutin, mudik jadi giat tahunan yang unik. Tiap orang punya pengalaman masing masing selama perjalanan mudik ini. Catatan berikut berbagi asyiknya pengalaman mudik melalui jalanan ekstrim berkelok kelok di kaki gunung Semeru dengan bermotor dan memaknai apa dan bagaimana sejarah mudik dalam sejarah Indonesia. Selamat membaca Semoga menginspirasi.
Makna dan Sejarah Mudik
Tiap orang punya tradisi Masing masing dalam memaknai mudik lebaran. Mudik tidak sekedar pulang ke kampung halaman. Orang orang dari desa dalam bahasa gaul di Jakarta sering disebut orang udik yang datang ke kota untuk keperluan bekerja dan mencari nafkah. Setahun sekali mereka pulang kampung. Kegiatan orang udik kembali  ke kampung kampung saat lebaran inilah yang kemudian disebut mudik.
Dalam catatan sejarah seni budaya khususnya kisah panji yang mengangkat
Topeng Malang, kehadiran orang orang dari luar daerah ini disebut Klana, Klono atau bisa dimaknai sebagai kelana, yaitu pengembara dari luar daerah. Ada pula istilah Klana Sabrang, yaitu pengelana dari daerah seberang kewilayahan sesuai konsep pemahaman pada masa tersebut. Dalam kisah panji, Klana ini bukan bertujuan mencari nafkah, tapi mencari jodoh. Tokoh Klana dalam panji biasanya berwatak antagonis, seorang pangeran sakti dari kerajaan Bantarangin yang memiliki watak Angkara murka yang digambarkan bertopeng berwarna merah, memakai mahkota di kepala, dengan mata melotot dan gerak tariannya sangat enerjik, gagah berwibawa dan membawa keris dan cemeti atau pecut Kyai Pecut Samandiman. Tokoh Klana ini bisa dijumpai dalam Reog Ponorogo.
Adapula Klana Topeng Alus Gunungsari gaya Yogyakarta ini bersumber dari wayang topeng pedalangan. Tari ini menggambarkan Raden Gunungsari yang sedang jatuh cinta terhadap Dewi Ragil Kuning.
Dan yang baru saja ditampilkan pada 8 Maret 2024 di Padepokan Mangundharma Tumpang kabupaten Malang oleh Ki Sholeh Adi Pramono mengangkat Kisah Klana Rangga Puspita, yaitu sisi lain kisah Klana dari Kerajaan Medang Gora Bali yang berhasil menikahi seorang gadis putri Raja Singosari, sang idaman hatinya.
Selama ini dalam lakon wayang topeng Malang, tidak ada ceritanya Klana bisa menikah sehingga cerita ini bisa disebut "Rabine Klana". Ada pula tokoh Gajah Herawana, salah satu pemberian dari dewa siwa kepada klana rangga puspita, untuk membantu menyerang pasukan dari raja singasari, ketika memperebutkan Dewi Munti Sang putri Singhasari. Klana Rangga Puspita adalah sisi baik dari ketokohan Sang Klana yang selama ini dalam Folklor dikenal berwatak antagonis, ternyata sebagai Pangeran Sabrang dia memiliki sisi lain yang baik.
Kisah Klana diatas merupakan kisah para pemudik pada catatan sejarah seni budaya yang terekam dalam folklor yang ada di masyarakat Jawa. Tujuan para pemudik memang tergambar dalam kisah Klana, mulai dari mencari nafkah hingga perjuangan mencari jodoh. Setelah usaha pemudik ini berhasil tentu ada moment pulang kampung yang disebut mudik.
Sejarah mudik jika dikompilasi dalam budaya panji bisa jadi diawali sejak masa Singhasari atau masa kerajaan sebelumnya.