Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jangan Mau Ketinggalan Kereta (Seri Puisi Epigram #25)

20 Februari 2024   11:31 Diperbarui: 20 Februari 2024   11:33 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi : Jangan Mau Ketinggalan Kereta
(Seri Puisi Epigram #25)
Ditulis oleh : eko irawan

Hati hati bukan berarti menunggu. Iya kalau batu. Cemerlang, diasah asuh oleh waktu. Bermakna menanti sang penemu. [1]

Sampai kapan ada reaksi, jika minus aksi. Apa berguna, menanti dituntun pihak lain. Merdeka itu berani inisiatif. Bebas itu berani tunjukan tawaran. [2]

Mulai dengan apa yang bisa. Bergerak semampu daya yang siap sedia. Kreatif itu mati, saat takut lebih dominan dari peka. Tak berani tampil, jangan harap ada yang menyapa. [3]

Semakin lama tak diasah, semakin tak dikenal. Semakin lama diam, ibarat pisau yang mulai berkarat. Jual mahal, bikin terkunci dalam kotak imajinasi. Merasa hebat tapi tafsir diri sendiri.

Mari bergerak, temukan gayamu. Passionmu dimana, bangun eksistensimu apa. Diam jadi tidur cantik tanpa karya. Ingat, Jangan mau ketinggalan kereta.

Keakuan Yang egois. Mengunci diri yang lupa. Tak peduli naik becak atau jalan kaki. Terlupakan, seribu tahun yang sia sia.[4]

De Huize Sustaination, 19 Februari 2024
Ditulis untuk Seri Puisi Epigram 25

Catatan kaki

[1] sikap hati hati merupakan cara antisipasi penuh pertimbangan. Hati hati cenderung diam, tak bertindak. Sikap Hati hati membuat menunggu, yaitu menanti reaksi dari pihak lain untuk menemukan. Iya jika ada pihak lain yang segera menemukan, jika tidak? Maka kita hanya menunggu dan menunggu dengan capaian yang tak terukur dan sampai kapan yang tidak diketahui. Itulah ilmu batu. Saat diketemukan, batu akan memiliki makna. Bisa jadi pondasi bangunan, bahkan ada yang jadi batu mulia berfungsi sebagai perhiasan.

[2] watak seorang karyawan yang baik adalah taat pada aturan dan tunduk pada perintah atasan. Bekerja baik jika ada yang memerintah. Bekerja menunggu tuntunan pimpinan. Tapi watak pemimpin, harus punya passion Merdeka yang bermakna berani inisiatif serta Bebas yang bermakna berani tunjukan tawaran. Sebagai manusia merdeka dan bebas harus mampu melihat diri sebagai apa dan siapa. Jika pemimpin hanya menunggu, maka organisasi yang dikelolanya akan mati suri. Ada, tapi minus karya. Baru berkarya jika diperintahkan. Baru bermakna menunggu pihak lain yang menemukan. Apakah tidak rugi waktu? Iya kalau tetap muda terus. Iya kalau keadaan bersifat statis, tidak berubah.

[3] Takut itu belum bertindak, sudah berprasangka. Khawatir lebih dominan. Merasa sudah tahu dengan prediksi dan ramalan. Padahal tak pernah ada apresiasi, jika kita tak tunjukan prestasi. Seorang kreator sungguh tidak lucu, jika hanya menunggu perintah, berupa gagasan atau ide dari orang lain. Kreator itu wajib Kreatif dan kreatif itu mati saat takut lebih dominan dari peka. Jika konteks ini dibawa ke ranah para penulis, maka dia baru menulis jika ditugaskan lembaga dimana dia bekerja atau pihak lain yang menugaskannya untuk berkarya.kreator yang penakut, akhirnya jadi permata berharga mahal yang tersembunyi disaku dan tidak seorangpun mengenal kapasitasnya siapa. Bukan hebat dan tak akan pernah cemerlang, andai mengemukakan gagasan dan ide sendiri saja khawatir. Lama lama hanya diperalat pihak lain dan jangan marah atau kecewa jika gagasan atau ide brilian mu diklaim pihak lain yang lebih peka membaca potensi dan peluang.

[4] Jangan mau ketinggalan kereta. Kereta yang membawa pergerakan dimana dunia terus berubah tanpa mau menunggu kau siap atau tidak. Kereta yang bergerak cepat tanpa pedulikan dirimu. Siapa mau bayar mereka yang tidur cantik tanpa karya. Banyak dari kita terlalu asyik di dalam kotak imajinasi yang membatasi diri sendiri. Sebuah kotak bernama zona nyaman yang membuai dan  meninabobokan diri. Terjebak dalam merasa hebat tapi dalam frame tafsir diri sendiri. Keakuan yang egois. Lupa bahwa gerbong dunia meninggalkan mereka yang banyak omong dan memuja iri dengki pada pihak lain, yang sejatinya tidak bermanfaat untuk mengembangkan diri secara kreatif. Mari bergerak, temukan gayamu. Passionmu dimana, bangun eksistensimu apa. Belajar Fokuslah disana untuk jadi dirimu yang berkualitas. Sebuah makna disisihkan jaman, Terlupakan, seribu tahun yang sia sia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun