Bicara dengan Puisi #12 : Untuk Apa Menulis Puisi
Ditulis oleh: eko irawan
Bukan mereka yang gaji aku. Bukan mereka yang jamin hidupku. Bukan mereka yang bahagiakanku. Ini hidupku sendiri, bukan mereka yang mengatur masa depanku.
Lalu bertanya, Untuk apa menulis puisi. Ini caraku mensyukuri. Cara menikmati hidup hakiki. Merekam makna, berbagi inspirasi.
Mau berguna atau tidak, ini bukti. Berkarya dengan duit sendiri. Tidak mengganggu apalagi merecoki. Karyaku sendiri, kamu lakukan apa, tapi aku bisa menulis puisi.
Dengan puisi aku bicara. Memperkaya khasanah budaya. Jika ini Dianggap sampah, lalu karyamu apa? Sumbangsihmu apa pada dunia.
Jujur bukan aku musuhmu. Musuh terbesarmu adalah prasangkamu. Cara berpikir sesatmu, iri membutakan nuranimu. Kau hanya sibuk jelekkan giat ku, tertawakan hidupku.
Bicara dengan puisi. Mensyukuri otak pemberian Illahi. Tak berkarya aku disoraki. Berkarya dihina manusia iri.
Maknai hidupmu, kembangkan bakatmu. Puas Kah kau bully hidupku? Kau hebat tapi apa dunia kagum caramu? Keadilan Semesta jijik melihat tingkah polahmu.
Lebih baik introspeksi diri. Mulia cari kekurangan sendiri. Apa untungnya jadi sok suci. Merasa hebat tapi lupa diri.
Karena sesal tak tersadarkan diawal waktu. Catat dan ingat itu. Kelak tertawaan mu sekarang itu, jadi milikmu. Saat tangis sesal ditertawakan waktu.
De Huize Sustaination, 21 Januari 2024
Di Tulis untuk Seri Bicara dengan Puisi 12
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H