Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ramai yang Sepi (Seri Puisi Esai Eko Irawan #4)

16 Desember 2023   16:33 Diperbarui: 16 Desember 2023   16:45 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri Eko Irawan untuk seri puisi esai Eko Irawan #4 foto diolah dengan Lumii dan snapsheed

Puisi Esai Eko Irawan #4 : Ramai Yang Sepi

01
Mau tidak mau. Ditolak atau tidak. Baik Butuh atau tidak. Sekarang ada, sekarang terjadi. Dari balita hingga aki aki. Semua sibuk. Semua ramai.

Dari pagi, hingga menjelang pagi lagi. Hadir digenggam. Dari yang kerja, sekolah, kuliah hingga pengangguran. Pria wanita, tua muda Sangat tergantung. Tak bisa dipisah. Seperti Soulmate sejati. Dipisah sejenak saja, jadi terasing.

02
Media sosial jadi panggung sosialisasi. Meski dinilai tetangga, dianggap jarang komunikasi. Hidup sendiri sendiri. Seolah anti sosial. Memang ada plus minus. Hidup di masyarakat itu dunia nyata, media sosial itu dunia Maya.

Penting mana, sama sama penting. Harus bijak menggunakan. Pergeseran cara komunikasi, budaya baru jaman terkini. Ditolak terasing, tapi ditolak butuh. Terlalu condong sebelah, juga tak adil. Pilih kasih malah tergusur jaman.

Media sosial itu alternatif. Manusia tetap butuh manusia. Butuh bicara, namanya curhat. Butuh didengar, diapresiasi. Butuh bertanya, butuh aktualisasi diri. Quo Vadis hidup. Berbagi untuk tumbuh bersama.

Tak kenal maka tak sayang. Bagaimana bisa sayang, jika kenal saja tidak. Tanpa komunikasi, yang tampak adalah visual belaka. Berlebih dianggap pamer. Diam dianggap tak berperan. Nuruti omongan orang, bisa sinting. Bukan maju, tapi malah sibuk mengurusi penilaian orang.

03
Dunia nyata dunia manusia. Berproses jadi makhluk sosial yang berbudaya. Mau tak mau butuh orang lain. Anti sosial membuat dikucilkan. Dari lahir sampai mati butuh manusia lainnya. Walau kaya raya, saat mati tak bisa gali kubur sendiri. Tak mampu jalan sendiri ke liang lahat.

Secanggih smartphone mu tetap benda mati. Hanya alat. Hanya media. Membantu aktualisasi diri. Tapi ingat itu bukan mengganti fungsi sosial, bernama medsos, media sosial.

Dimedsos bisa jadi sangat riuh. Sangat terkenal. Terus update dan aktual. Teman datang dari seluruh penjuru bumi. Serasa nyata, serasa ramai. Walau tak kenal, seolah akrab. Seperti ada nyata. Walau semua itu dunia Maya. Ada tapi tak ada.

04
Setelah matikan handphone. Paket data habis. Atau Kehabisan baterai. Seramai apapun media sosialmu, kamu kembali ke habitat asli. Dunia nyata yang dialami semua manusia. Kembali jadi kesepian.

Ramai yang sepi. Terkenal di medsos, kesepian di dunia nyata. Ada yang menolak fakta ini. Silahkan, tak ada yang dirugikan, yang ditipu juga bukan siapa siapa. Apa manfaat tipu diri sendiri seolah bahagia. Apa guna tak jujur.

Di medsos bisa dipoles. Di rebranding diri. Ngaku apapun bisa. Pujian selangit datang. Berguna membangun kepercayaan diri. Tapi tetap tak nyata. Ketemu yang memuji, juga tidak bakalan kenal. Yang setiap hari say hello, ketemu juga tak respon. Kita yang dikenal, tak bakalan sama dengan ekspektasi.

Ramai yang sepi. Semua alami. Jadilah manusia nyata, jangan jadi manusia Maya. Kita real, bukan fiksi. Silahkan tenar di medsos, tak dilarang. Tapi tetaplah berguna di circle makhluk manusia. Agar tak sirna kemanusiaanmu.

De Huize Sustaination, 16 Desember 2023
Ditulis untuk Seri Puisi Esai Eko Irawan 4

Catatan Kaki

01. Hikayat benda bernama Handphone. Adalah android, pertama kali dibuat pada Oktober 2003 oleh Andy Rubin, Rich Miner, Nick Sears dan Chris White. Sebuah perusahan bernama Android.inc semula merancang sistem android ini untuk kamera digital. Perkembangan handphone begitu pesat dan umat manusia jadi begitu tergantung dan sulit hidup tanpanya. handphone di masa pandemi covid jadi alat utama komunikasi disaat manusia dibatasi komunikasi sosialnya.

02. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia diseluruh bumi punya budaya yang unik dan khas sesuai kondisi daerah masing masing. Dari sana diejawantah menjadi tradisi, adat istiadat dan kesenian termasuk permainan anak anak. Kehadiran smartphone mulai menggusur itu semua, karena bertemu dalam forum, semua sibuk dengan handphone masing masing. Lebih penting mana, dunia nyata atau dunia Maya. Sama penting, sama asyik. Jadi terserah kita mengatur pola baru era milenial agar kehidupan kita tetap bermakna tanpa kehilangan jati diri budaya.

03. Smartphone termahal dan paling canggih hanya media sosial, tidak mampu mengganti peran sosial manusia. Tetap alat berupa benda mati. Jadi tetaplah jadi manusia, jangan diperbudak dan dijajah tekhnologi.

04. Jangan sampai kau kehilangan makna kemanusiaanmu. Tetaplah bergaul dengan manusia lainnya dengan cara manusia yang berbudaya. Medsos hanya alat, makanya disebut media sosial. Walau canggih dan mahal, tetap benda mati.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun