3. Ruang Memperkenalkan potensi
Banyak ide, gagasan dan inovasi sekalipun hebat ternyata tidak diliput dan ditulis oleh media. Perkembangan media sosial sudah sangat membantu, namun akan lebih tersosialisasi jika ada lembaga yang meliput.Â
Kompasiana telah menjadi media yang mewadahi banyak potensi yang terbaca secara peka oleh para kompasianer. Ruang memperkenalkan potensi ini terbangun dengan kiprah dan peran para kompasianer yang meliput diberbagai lini. Inilah bentuk cinta dari Kompasiana yang memberi ruang untuk memperkenalkan potensi dan jadi bentuk cinta dari Kompasiana yang ketiga.
4. Pengakuan sebagai Kreatif
Dengan jadi kompasianer kita diakui sebagai penulis Kompasiana. Sebagai penulis tergantung tema dan jenis yang kita tayangkan. Yang meliput potensi, kita bisa jadi support media partner. Yang meliput warta, kita bisa jadi wartawan. Yang menulis penelitian berbasis hobby, kita bisa jadi sejarawan, arkeolog, dan bidang bidang penelitian lain yang kita tekuni sesuai tema yang intens kita liput. Yang mendalami liputan cagar budaya, bisa jadi arkeolog. Yang intens meliput sejarah, akan jadi sejarawan. Dan yang menulis sastra, bisa jadi sastrawan.
Inilah jalan yang tidak biasa yang bisa ditempuh oleh seorang kompasianer meraih pengakuan. Ditempat lain kita dituntut punya ijasah, pendidikan dan sertifikasi tertentu agar memperoleh pengakuan dan dihargai keahlian kita, namun dengan cinta dari Kompasiana yang ke empat ini, kita diakui berdasarkan bukti sikap intens kita menulis sesuai tema dan itulah pengakuan sebagai kreatif yang dapat dibuktikan dengan seri karya yang dibuat selama ini. Itu bukti jejak digital yang bisa dinilai secara terbuka dan tanpa rekayasa. Andai karya dimaksud melanggar aturan, tentu artikel tsb tidak pernah tayang. Itulah bukti nyata yang bisa dinilai oleh siapapun.
5. Pengantar sukses
Dikeseharian kita, misal untuk mendapat SKCK, maka dibutuhkan surat pengantar berjenjang dari lingkup RT, RW, Kelurahan, Â baru diproses ditingkat Polsek atau Polresta.Â
Sebuah pengantar ini dibutuhkan sebagai bukti administrasi yang diakui keabsahannya. Kompasiana banyak mengantar para Kompasianer menemukan jalan hidup baru penuh sukses diawali dari menulis di Kompasiana. Jadikan Kompasiana langkah awal mencari jati diri sejati dan temukan dunia milikmu sendiri.Â
Beberapa sahabat kompasianer yang saya kenal menempuh jalur ini hingga menjadi sukses mereka sendiri diberbagai bidang. Semula mereka adalah penulis Kompasiana, Â yang kemudian dengan bekal tulisannya tersebut mereka pada titik tertentu membuat terobosan spektakuler menjadi sesuatu yang luar biasa. Ada yang menjadi youtuber, konsultan UMKM, pelatih ketrampilan tertentu, pembina komunitas hobby nasional, dosen luar biasa dan berjuta profesi lainnya yang berkelas dan mentereng.Â
Bebaskan saja dirimu, Kompasiana memberi pengantar dan sejuta kejutan sukses ada di masa depanmu. Tentu pengantar ini harus kamu kerjakan dengan progres jelas, terprogram dan konsisten. Mana ada nulis satu dua judul tiga bulan sekali atau setahun sekali lalu menuntut punya nasib seperti mereka yang berjuang habis habisan berproses menulis di Kompasiana. Penulis yang tidak niat, hasilnya juga tak berdampak sekalipun sudah pegang pengantar.Â
Apa guna pengantar jika tidak melakukan apapun yang berguna. Mau menuntut siapa? Buktinya apa? Omong doang dengan protes tapi tak punya bukti jelas akan jadi tertawaan orang. Kompasiana memang tidak mengeluarkan surat pengantar sukses, tapi rasakan dengan perjuanganmu bersama Kompasiana apa yang kamu dapat. Inilah bentuk cinta dari Kompasiana yang memberi pengantar sukses sebagai bentuk cinta dari Kompasiana yang kelima.
6. Panggung Karya
Bagi profesional yang memang bekerja, bukan barang aneh berkarya disebuah situs media. Kamu pun akan tekun disana karena apa yang kamu lakukan bisa totalitas disana karena kamu disana berkarier yang memperoleh penghasilan. Segala fasilitas mumpuni dan tersedia. Juga bagi kamu yang guru atau dosen, menulis merupakan prasyarat naik pangkat dan memperoleh peningkatan jabatan dan jenjang karier.Â
Bagi kamu peneliti, sudah barang tentu aktif karena dibalik aktifitas dirimu ada lembaga yang mensponsori mu. Itulah panggung karya, baik di dunia akademis, jurnalis atau sastra seni budaya. Bahkan saya pernah bertemu dengan sesosok mahasiswa yang begitu aktif disegala lini, saya maklum saja karena dia dapat tugas dari dosen demi kelulusannya. Saya memprediksi, jika motivasinya hanya nilai dan harus disuruh baru aktif, maka pada waktu selepas lulus, dia akan out. Ternyata prediksi ini benar benar terjadi.Â
Selepas lulus sarjana dia meninggalkan semuanya termasuk media sosial. Sulit sekali mencari dia, karena sekarang dia fokus kerja dan sangat sibuk dengan pekerjaannya itu sehingga tidak punya waktu untuk urusan lain. Ini menarik, seorang sarjana seharusnya tidak perlu disuruh terlebih dahulu untuk berkarya, berinovasi dan menemukan jati diri. Apa dia tidak tahu manfaat menulis bagi masa depannya? Jelas tahu tapi tidak paham jika waktu muda saatnya merdeka berinisiatif karena pola kerja dia harus disuruh terlebih dahulu baru bergerak. Disuruh ini harus ada timbal baliknya, misal sejumlah uang.
Beberapa aktifis lain memang tidak berhenti selepas kerja, tapi baru berhenti setelah menikah. Sepertinya pasangan hidupnya menganggap kegiatan sebagai aktifis sudah tidak pantas dan dilarang.
Seorang aktifis, hobby atau penulis itu datang atas inisiatif pribadi yang berbasis kuat tanpa disuruh oleh siapapun dan tidak kenal berhenti atau pensiun kecuali mati. Orang orang ini terus berkarya, belajar dan tidak perduli apapun yang menghalanginya. Jika punya pasangan hidup, jauh hari sudah sepakat dan deal dengan kegiatan tersebut.