Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Menggagas Lodji Temenggungan Destinasi Tematik Kelurahan Sukoharjo Kota Malang

8 September 2023   10:34 Diperbarui: 8 September 2023   10:40 641
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri gambar leiden.nl dan google map

Gereja GPdI Maranatha

Di depan gedung PLN ada sebuah gereja.  
Pada tahun 1945 Bpk. Pdt. R.M. Soeprapto dan Ibu K. Soeprapto dilantik untuk menggembalakan jemaat di Gereja Klojen Kidoel 64 Malang, dari seorang pendeta berkebangsaan Belanda (Pdt. Horstman).
Bpk. Pdt. R.M. Soeprapto adalah salah seorang pioner Gereja Pantekosta di Indonesia untuk suku Jawa, khususnya di Jawa Timur. Beliau juga beberapa periode menjabat sebagai Pengurus Pusat Gereja Pantekosta di Indonesia (kalau sekarang namanya Majelis Pusat GPdI).

Bedah Sejarah Temenggungan

Bergeser ke barat lagi terdapat Kantor Kelurahan Sukoharjo. Daerah Temenggungan, sekarang masuk wilayah Kelurahan ini. Sejarah Temenggungan bisa disajikan dan ditampilkan di Kelurahan Sukoharjo sehingga wisatawan, peneliti atau siapapun bisa mendapatkan informasi tentang sejarah malang era Ketemenggungan ini. Menurut Sejarawan Bapak Dwi Cahyono, berdasarkan kajian toponimi, Daerah ini masuk Era Kuto Katemenggungan Malang (Abad XVIII) dengan Areal pusat kota pada era Kuto Katemenggungan Malang mulai bergeser dari sub-area timur menuju ke sub-area tengah wilayah Kota Malang, yakni pada seberang barat DAS Brantas dan Bango. Bila menilik adanya toponimi "Kampung Temenggungan" pada mana terdapat makan "Mbah Menggung", tergambar bahwa ketika berlangsung perubahan dalam sistem pemerintahan dari Kadipaten Malang me jadi Katemenggungan Malang pada abad XVIII, pusat Katemenggungan Malang ditempatkan di daerah Jodipan, yang konon merupakan areal "desa kuno" Malang seperti tertulis dalam Prasasti Ukirnegara (disebut juga prasasti Pamotoh, tahun 1198 Masehi) menyebutkan bahwa adanya desa kuno yang bernama "Malang" di tepian hutan yang banyak hewan buruannya. 

Kuto Katemenggungan Malang ini pada masa tsb, ditempatkan di desa kuno Malang sebagaimana tercantum dalam prasasti Ukir negara.

Ketika VOC yang didukung oleh prajurit Mataram menduduki Malang pada tahun 1767, yang menjadi penguasa di daerah Malang adalah Tumenggung Malayakusuma. Tumenggung Malayakusuma mulai menjabat tahun 1743 dan meninggal tahun 1768. Kompeni memasuki Kota Malang dalam keadaan kosong pada 12 September 1767. Sedangkan Pangeran Singasari yang terluka berat dapat tertawan, kemudian meninggal. VOC Terus mengejar pasukan Katemenggungan hingga Pangeran Malayakusuma dapat ditangkap pasukan Kompeni di dekat pantai selatan. Dalam perjalanan ke Malang, Malayukusuma masih melakukan perlawanan sehingga menyebabkan ia terbunuh. Oleh Kompeni, jenazahnya dibuang di laut. Setelah beliau meninggal, Belanda mendirikan benteng di sekitar sungai Brantas yang sekarang digunakan untuk bangunan RSSA. Benteng tersebut berdiri untuk melindungi sisi dalam Kabupaten Malang yang saat itu sekitar daerah Celaket, Garnizoen (benteng Kelojian/Klojen), Kayutangan, Tumenggungan dan alun-alun.
Sedangkan daerah di luar itu, seperti Oro-Oro Dowo, Sawahan masih harus ditundukkan. Untuk mengamankan semua daerah yang diluar garis tersebut, Belanda mengangkat Bupati Malang I

Sudah barang tentu, Katemenggungan Malang mempunyai "Alon-alon Katemenggungan, yang berada di sisi timur jalan poros "Boldy (kini Jl. Gatot Subroto, pada eks '"Pecinan Besar"). Pada sisi selatan Alon-akon Katemenggungan terdapat "pasar besar" Katemenggungan Malang (kini "Pasar Kebalen) dan tempat peribadatan (klenteng) An Eng Kiong pada sudut selatan-tumur Perempatan Boldy. Bisa jadi, dulu pendopo Katu
Katemenggungan Malang berapa di sisi utara Alon-alon (kini di timur Apotek Boldy). 

Ketika dibangun Rel Kereta Api yang menghubungkan Stasiun KA Kota Lama, Stasiun KA Kota Baru hingga Stasiun KA Pasuruan dan Surabaya pada tahun 1875, lintasan rel KA ini membelah areal Alun-Alun Katemenggungan Malang. Ketika itu, era Pemerintahan Katemenggungan Malang telah berakhir, berganti dengan pemerintahan Kabupaten (Regent Malang), dengan pusat kota digeser lagi sedikit ke arah barat-utara.

Menurut sumber sejarah berupa tulisan tangan era Penjajahan Inggris tahun 1812 "Detailed Settlement of Residecy of Malang', dinyatakan bahwa  Malang terdiri dari enam kawedanan (district), yaitu: (1) District Kotta, (2) Karang Lo, (3) Pakis, (3) Gondang Legi, (4) Penanggungan, (6) Antang (kini 'Ngantang'). Kampung-kampung di District Kotta adalah Pasar Kidul (kini 'Kidul Pasar'), Taloon (kini 'Talon), Kahooman (kini 'Kauman'), Leddok (kini 'Ledok Btantas'), Temmengoonhan (kini 'Tumenggungan'), Geddong (kini 'Gadang;), Palleyan (kini 'Polean'), Jodeepan (kini 'Jodipan'), Kaballen (kini 'Kebalen'), dan Cooto Lawas (kini dinamai 'Kota Lama'). 

Lodji Temenggungan

Di sebelah barat kantor kelurahan Sukoharjo terdapat gedung bergaya kolonial yang tergolong masih utuh. Disinilah digagas sebuah ide tematik yang mengemas sejarah budaya daerah Temenggungan disebuah tempat yang diberi nama Lodji Temenggungan.
Kata LOJI atau LODJI Berasal dari Bahasa Belanda "Loge" (Perancis juga menyebut Loge) dan dalam Bahasa Inggris "Lodge". Yang jelas dalam Bahasa Belanda artinya "Kantor atau markas".
Pada akhirnya pribumi menyebut Loji untuk setiap bangunan megah yang dipakai orang Belanda, baik itu sebagai kantor, markas militer, benteng maupun hunian. Mari kita amati bangunan berikut ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun