Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tulis Saja (Seri Hari Hari Puisiku #90)

25 Juni 2023   10:00 Diperbarui: 25 Juni 2023   10:01 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulis Saja
(Seri Hari Hari Puisiku #90)
Ditulis oleh Eko Irawan

Bingung cari ide. Bimbang mau nulis apa. Gundah gulana tak jadi karya. Aku ditanya. Tulis saja, jawabnya.

Kenapa nulis puisi. Untuk apa, untuk siapa. Tak perlu repot apa kata orang. Tapi repot saja dengan duniamu sendiri.

Susah senang kau tak dipedulikan. Tak ngaruh, tak ngefek. Tak berkarya pun tak dicari. Tak ada yang tanya, tak ada yang butuh.

Biarkan dunia menilai. Ini Hidupmu sendiri, urusan pribadi. Ada atau tiada, sama saja. Mau Jadi bermakna, tulis saja.

Malang, 22 Juni 2023
Ditulis untuk seri Hari Hari Puisiku 90

Behind the Poem


Seri hari hari puisiku sejauh ini telah mencapai 90 judul puisi. Monggo dibaca keseluruhannya di link sbb :
https://www.kompasiana.com/tag/hari-hari-puisiku
Tag Seri Hari Hari Puisiku di Kompasiana mencoba merekam berbagai hal yang kita temui sehari hari. Tema apapun ternyata memang bisa ditulis jadi karya, khususnya puisi. Dari 90 judul karya puisi, ternyata ada satu puisi yang sudah dibaca lebih dari 4000 kali, tepatnya 4810 kali. Ini link puisinya
https://www.kompasiana.com/eko67418/625c62153794d16b2838fb12/hari-hari-puisiku-37-vaksin-patah-hati

Namun ada pula puisi yang kurang diminati, sehingga minim pembaca seperti puisi berjudul aku dan Rindu
Linknya sbb : https://www.kompasiana.com/irawanoke1803/649520944addee22db1a0602/aku-dan-rindu-seri-puisi-epigram-5

Puisi yang minim pembaca ini bisa terjadi pada karya kita dan merupakan satu penyebab mood menulis jadi hilang. Untuk mengembalikan mood ini, solusinya Tulis Saja. Konsistensi menulis dengan tulis saja adalah cara sederhana tetap berkarya, sekalipun ide, tema dan gagasan yang diusung puisi bersangkutan tidak memperoleh tanggapan menggembirakan. Kenapa? Berikut hasil penelusuran kenapa karya kita tidak memperoleh sambutan kurang selayaknya.

Pertama, pelajari waktu tayang yang tepat, yaitu kapan banyak pembaca online. Puisi Aku dan Rindu ditayangkan tengah malam, sehingga pembaca lain sudah tidur. Keesokan harinya, puisi tersebut tertindih karya karya penulis lain sehingga terlalu dalam tertumpuk di beranda para pembaca. Jadi, pertimbangkan waktu tepat kapan karya kita harus tayang, jika ingin dapat sambutan yang layak.

Kedua, label dari admin terhadap puisi kita. Menurut kita pribadi sudah baik, tapi admin menilai puisi kita tidak layak memperoleh label pilihan, jadi daya saing puisi kita tampil lebih baik agar dibaca orang jadi sangat minim, karena tidak memperoleh dukungan label dimaksud. Label dari admin ini sangat membantu pergerakan puisi kita jadi populer dan dibaca oleh audience, karena label ini tiket kepercayaan. Memang tak semua artikel, dalam hal ini puisi bisa memperoleh label pilihan di Kompasiana dikarenakan banyak faktor. Kesimpulannya, tingkatkan kualitas puisimu hingga admin mau tidak mau wajib memberikan label pilihan dan terdorong untuk menshare puisi dimaksud ke medsos atau media utama dari Kompasiana.

Ketiga, sudahkah artikel khususnya puisi kita itu dishare di medsos kita sendiri? Ibaratnya, kita punya dagangan. Jika ingin ada yang tahu dan membelinya, kita harus pasarkan secara terbuka dietalase di depan rumah atau toko kita. Siapa akan tahu, jika dagangan kita itu disembunyikan di kamar tertutup dan tidak ada upaya memperkenalkannya pada publik? Jelas itu jadi product rahasia yang tidak menarik minat siapapun untuk membelinya. Dengan gambaran seperti tersebut diatas, maka jangan harap puisimu memperoleh apresiasi yang luas,  karena kamu sendiri saja tidak ada upaya share karyamu di etalase milik kamu sendiri. 

Keempat, sudahkah karyamu up to date, judulnya menarik dengan tema kekinian yang dibutuhkan pembaca? Coba tengok karya puisi saya sbb :

https://www.kompasiana.com/irawanoke1803/647c77af822199162e01a3b3/padhang-mbulan-ring-jajaghu-seri-puisi-epigram-1

Puisi ini puisi bertema sejarah. Tayang juga diwaktu banyak pembaca online. Namun judul, isi dan tema memang tidak up to date. Admin juga tidak tertarik memberikan label pilihan dan judulnya kurang diminati audience. Padahal menulis puisi ini, perlu riset sejarah dan waktu menyusunnya juga butuh waktu lumayan lama. Berikut saya tampilkan kembali isi puisi tersebut sbb :

Tersebutlah Jajaghu. Pupuh 41 gatra ke-4 Kitab Negarakertagama. Bermakna Keagungan. Bangunan berundak, pendharmaan Wisnuwardhana.

Selepas Panen, Sri Rajasanagara berkeliling. Dari Singhasari, Kagenengan, Kidal, dan Jajaghu. Alur Napak tilas menuju keagungan.

Padhang mbulan Ring Jajaghu. Merenung dibawah Cahya rembulan. Cara untuk tidak melupakan sejarah. Asal usul, ada pucuk pohon berawal dari akar.

Dibangun tahun 1268 M sampai dengan tahun 1280 M. Sehebat ini leluhur membangun peradaban. Mpu Prapanca menuliskannya. Turut serta Hayam Wuruk, Napak tilas Keagungan Majapahit dari Singhasari.

Petiklah makna Napak tilas. Bagaimana cara nguri nguri sejarah. Bagaimana menulis jadi cara merekam keabadian. Agar sampai pada anak cucu, dimasa depan.

Padhang mbulan ring Jajaghu. Jadi Cahya inspirasi, jadi sinar pembelajaran. Hikmah itu dipetik dari sumber apapun. Karena ilmu Tuhan, melimpah untuk semesta.

Puisi diatas ada 6 bait. Pada bait pertama, perlu riset membaca karya MPU Prapanca, yaitu Kitab Negarakertagama. Untuk menuliskan bait bait selanjutnya perlu Napak tilas mengunjungi beberapa tempat yaitu Singhasari, Kagenengan, Kidal, dan Jajaghu. Tempat tempat tersebut punya makna bagi Prabu Hayam Wuruk. Untuk memperoleh kembali esensi laku dari Beliau, Napak tilas dimaksud kembali dilakukan. Tujuannya agar makna perjuangan meraih keagungan jadi inspirasi para pembaca.
Padhang mbulan ring Jajaghu. Jadi Cahya inspirasi, jadi sinar pembelajaran. Hikmah itu dipetik dari sumber apapun. Karena ilmu Tuhan, melimpah untuk semesta. Demikian bunyi bait ke 6 yang coba memaknai Napak tilas sejarah Singhasari dan Majapahit di Malang Raya ini agar mampu menginspirasi banyak orang agar turut serta mengambil pembelajaran dari sejarah.
Tema tsb menurut saya spektakuler, sebagai esensi kenapa orang harus belajar dari sejarah dan tidak melupakan sejarah nenek moyang bangsanya sendiri. Namun karena tema ini tidak up to date, judulnya tidak dipahami orang, dan pihak admin tidak berkenal memberi label pilihan, maka puisi ini juga sangat minim apresiasi.

Terus?

Tulis saja. Bangun motivasi kuat dalam dirimu agar terbangun spirit yang tangguh dan pantang menyerah. Tulis saja adalah cara dirimu punya sumbangsih pada peradaban dunia, khususnya dunia sastra dan literasi. Teruslah menebar amal ilmu berupa kebaikan dan informasi yang bermanfaat kepada khalayak publik. Selamat mengeksplore maha karyamu sendiri, karena karya itu bukan omong kosong. Itu bukti otentik yang spektakuler sebagai jerih payahmu berjuang menemukan permata. Permata itu kamu bagikan pada khalayak yang seharusnya menginspirasi. Seharusnya berharga. Jika tidak mendapat tanggapan, jangan berkecil hati. Teruslah tulis saja, yakinlah semesta punya caranya sendiri memberikan apa yang terbaik bagimu esok hari.

Wallahualam bish-shawab. Arti wallahualam atau wallahualam bish-shawab adalah 'Hanya Allah yang lebih mengetahui kebenaran yang sesungguhnya'.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun