Kupas Spirit Puisi "Aku" karya Chairil Anwar (Seri Malang Melintang Binatang Jalang #3)
Ditulis oleh : Eko Irawan
Selamat datang di seri Tulisan Malang Melintang Binatang Jalang #3. Dibagian akhir tulisan Malang Melintang Binatang Jalang #2 kemarin (di link sbb :   https://www.kompasiana.com/irawanoke1803/64475f33a7e0fa21e674e292/menemukan-kembali-ruh-dan-jantung-kota-malang  ) saya menuliskan demikian : "....Uraian diatas mencoba menemukan jantung kota Malang, ternyata berada di seputar Kayu tangan, dan episentrum dari jantung kota itu ada di monumen Chairil Anwar. Mungkin hanya patung, namun puisi Aku yang terpahat di monumen tersebut jangan sampai dilupakan. Spirit puisi perjuangan Chairil Anwar terpatri di Jantung Kota Malang."
Kehadiran Chairil Anwar di Malang yang nota Bene sebagai Kota Pejuang cukup menginspirasi pendirian monumen Chairil Anwar di Kawasan Kayutangan pada Tahun 1955. Pada 28 April 1955 torso Chairil Anwar diresmikan dan dimuliakan di lokasi tersebut yang pernah menjadi pusat sidang BP KNIP 1947 sekaligus Chairil membuat dua puisinya bertiti mangsa di Malang.
Pendirian monumen ini diilhami oleh salah seorang tokoh Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) bernama Achmad Hudan Dardiri. Kemudian, pembangunan patung dikerjakan oleh perupa bernama Widagdo. Oleh Sang Seniman, dibawah patung Torso Chairil Anwar tersebut di pahat Puisi Aku Karya Chairil Anwar. Puisi yang ditulis pada Tahun 1943 itu, terpahat di Jantung Kota Malang. Tentu spirit perjuangan turut ditanam agar malang punya identitas sebagai Kota Pejuang di masa yang akan datang. Artikel berikut mencoba mengupas spirit Puisi Aku Karya Chairil Anwar dalam kaitannya sebagai identitas malang sebagai Kota Pejuang, karena puisi tersebut pasti Punya alasan signifikan kenapa dipahat di jantung Kota Malang. Selamat membaca, semoga menginspirasi.
Membaca Kembali Puisi Aku
Mari kita baca bersama sama Puisi Aku karya Chairil Anwar.
AKU
Karya : chairil anwar
Tahun : 1943
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang'kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri