Semua ingin lebih baik. Ingin bahagia. Tapi ternyata kata bahagia itu tidak ada dalam kamus orang Jawa. Bahagia berasal dari kata Happy. Hanya urusan materi saja. Punya apa. Punya ini itu dalam khasanah harta benda. Sukses hanya urusan harta. Faktor didalamnya, apakah bahagia. Jiwanya apa sejahtera.
Orang Jawa mengenal tujuan hidup sebagai ayem tentrem. Sebuah keadaan yang seimbang antara fisik dan non fisik. Ayem tentrem bukan malas, tapi sebuah tujuan yang diperjuangkan. Usaha. Soal hasil, disyukuri dan dievaluasi. Sabar dan syukur jadi ukuran. Ikhlas tanpa kata ikhlas.
Ngomong apa ini. Baca jika ingin paham narasi merawat idealisme ini. Jujur aku bukan tokoh berpendidikan tinggi yang jadi titik tolak panutan. Apa manusia dihormati dalam kelas kasta. Inspirasi bisa diketemukan siapapun, bahkan dari anjing. Dalam gempa Turki baru baru ini, ada anjing pelacak yang ditugaskan menemukan korban yang tertimbun gempa. Puluhan nyawa manusia tertolong dan bisa diselamatkan. Hingga akhirnya anjing itu akhirnya gugur tertimpa reruntuhan. Anjingpun bisa jadi pahlawan, dan berjasa menolong puluhan nyawa tertolong dari bencana. Itu anjing, kita manusia. Sudahkah kita punya jasa untuk manusia lain dan seisi alam semesta ini?
Narasi merawat idealisme. Diperjuangkan. Mungkin sekarang perjuanganku tak menghasilkan cuan instan. Hingga untuk merawat tubuh dengan makan saja, harus utang di warung. Tubuhpun jadi kurus demi merawat idealisme. Salah? Iya menurut orang yang belum merasakan susahnya meraih ayem tentrem. Tak sefrekuensi, mana bisa sinergi?
Pojok Tebo Selatan, 21 Februari 2023
Ditulis oleh Eko Rody Irawan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H