Cerita Obah dari Gedruk Bumi #4
Ada yang istimewa pada Rabu sore, 4 Januari 2023. Sebuah perjalanan menuju Latar Seni Winarto Ekram di Nggopet, Mojorejo, desa Pendem, Junrejo kota batu.
Lalu lintas tak begitu padat dan perjalanan menjelang senja itu terasa sangat memikat dengan panorama gunung Arjuno sangat gagah tampak sepanjang perjalanan yang kulalui. Aku tak perlu bersusah payah mencari tempat dituju meskipun itu baru pertama kali aku kesana. Sebuah gapura batu unik langsung kutemukan dan disitulah tempat latar Seni Winarto Ekram.
Bapak bapak diujung gang menfasilitasi para tamu yang berdatangan dan menata parkir motor dan mobil dengan sangat ramah. Nuansa ramah tamah khas bumi Nusantara terasa sangat kental dan mewujudkan rasa nyaman pada tamu yang datang. Sayapun berjalan menikmati suasana. Banyak anak anak kecil berlalu lalang dengan sangat ceria dan asik dengan permainan viral lato atau Tek Tek Tek.
Ruang dusun Nggopet tampak sumringah dan ditata dengan rapi dan bersih. Lapak lapak usaha UMKM milik warga setempat menjadi jujugan destinasi yang layak dikunjungi dan disapa. Berbagai produk tersedia dari kuliner kekinian hingga oleh oleh khas kota batu.
Sayapun berjalan mengikuti kemana alur diatur menuju titik sentral acara obah Gedruk Bumi #4 digelar. Sebuah tempat yang sejuk dan sangat asri di tepi sungai Brantas yang mengalir deras. Puluhan penonton sudah berkumpul ditempat tersebut dengan antusias. Sayapun bergabung dengan warga setempat dan menikmati kebersamaan guyub rukun. Mereka sudah terbiasa dengan kehadiran orang asing yang baru mereka temui dan kebetulan dalam gelaran kali ini banyak disupport oleh pegiat dari luar kota, bahkan sampai luar propinsi.
Saya asyik saja menikmati hiburan seraya menikmati lukisan awan dilangit yang sangat indah, ketika tiba tiba disapa Kru Panji Laras Svara. Hari ini kita memang janjian bertemu disana dan pertemuan dengan para pegiat seni budaya ini jadi semakin gayeng.
Panji Laras Svara kali ini spesial menampilkan komposisi kolaborasi Jaranan Dor yang dibalut musik etnik khas Panji Laras Svara, mocopat oleh Ki Soleh Adi Pramono, penampilan Nyai Puthut oleh Mbah Yongki Irawan dan penampilan spesial dari Agus Tubrun. Aksi dua gadis penari yang disuport teatrikal Iwan Dongkel secara spontanitas, menampilkan suasana yang gayeng luar biasa. Saya pribadi malam itu jadi light man untuk Ki Soleh Adi Pramono saat membaca teks mocopatnya. Kebetulan suasana panggung memang disetting gemerlap hingga untuk membaca teks perlu bantuan seorang light man agar prosesi pembacaan mocopat bisa berlangsung lancar.
Esensi penampilan Panji Laras Svara kali ini mengangkat tema tentang watak kesatria dalam seni jaranan dor. Seni jaranan bukan sekedar bermain kuda lumping, tapi menunjukan watak kesatria gagah berani. Secara ekspresif Iwan Dongkel malah menjadikan gitarnya sebagai media kuda lumping yang enerjik, gagah perkasa dan garang. Esensi Jaranan harus diapresiasi menjadi seni asli Nusantara yang memiliki nilai spirit budaya yang Adi luhung. Generasi Muda saatnya bangga jika di Indonesia juga punya nilai kepahlawanan dan kesatria yang luhur. Jangan hanya terpukau dengan pahlawan import seperti Spiderman, Batman, Naruto, Ninja Hatori, Doraemon atau kapten Amerika, padahal kesatria asli Indonesia seharusnya lebih diapresiasi dan dibanggakan.
Terima kasih kepada Bapak Winarto Ekram telah memfasilitasi dan memberi ruang yang sangat spektakuler ini. Ruang ruang karya dan inovasi ini perlu dibangun dibanyak ruang dan waktu agar esensi budaya asli Indonesia tetap lestari dan punya tempat spesial yang dibanggakan oleh generasi masa depan.
Semoga artikel ini menginspirasi.
Nggopet Pendem, 4 Januari 2023
Ditulis Oleh Eko Rody Irawan
Pegiat dan penulis Seni Budaya dan Sejarah Museum Reenactor Ngalam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H