Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Roadshow Spirit Budaya dan Kepahlawanan Versi Kolaborasi Monolog dan Musik

26 Desember 2022   18:36 Diperbarui: 26 Desember 2022   18:44 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Roadshow Spirit Budaya Dan Kepahlawanan versi kolaborasi Monolog dan Musik

Roadshow Spirit Budaya dan Kepahlawanan di Malang versi Talkshow hingga hari ini telah berjalan ke 5 tempat strategis. Diawali dari SMAN 3 malang, berlanjut ke Museum Pendidikan, Pondok Pesantren Luhur, Padhang Mbulan Mesem Cafe dan terakhir di Museum Brawijaya.

Acara ini bertujuan menumbuhkan dan memperkenalkan kembali sebuah spirit, khususnya tentang budaya dan Kepahlawanan agar nilai nilai luhur budaya dan kepahlawanan tetap tumbuh dan dikenal kembali oleh semua khalayak masyarakat di malang Raya. 

Sungguh sebuah ironi, jika lokal heroes yang berjuang di kotanya sendiri malah tidak dikenal. Pengenalan sosok Pahlawan Hamid Rusdi dan para pejuang budaya topeng Malangan sudah selayaknya diperkenalkan kembali. 

Sebagai orang malang, saat ditanya masak menjawab tidak tahu. Memang tak semua orang suka sejarah dan kesenian budaya lokal, namun akan sangat memalukan jika sosok pahlawan yang ada dan nyata dikota sendiri, ternyata malah tidak dikenal oleh warga malang.

Inovasi pengenalan spirit budaya dan kepahlawanan ini tidak hanya dalam wujud talkshow, namun juga harus dikembangkan dalam bentuk baru yang lebih menarik dan mengambil segmen audience yang lebih luas dan mengarah pada para muda milenial.

Bentuk baru ini bertajuk Roadshow Spirit Budaya dan kepahlawanan versi kolaborasi monolog dan musik. Sasaran project ini diawali di Mesem Cafe & Art Gallery pada Sabtu, 24 Desember 2022 dengan audience para muda, budayawan dan musisi berbagai genre di wilayah lokalitas malang timur, yaitu tumpang, pakis, Jabung, poncokusumo dan sekitarnya. 

Para tenant ini perlu wadah kreatif dan mesem cafe sudah jadi ruang mbois yang mewadahi dan memberi tempat asyik untuk membangun ruang mbois ini. Terima kasih pada Mesem Cafe yang notabene merupakan markas dari Panji Laras Svara.

Dokpri Project ujung Kuku
Dokpri Project ujung Kuku

Malam Minggu 24 Desember 2022 itu saya membawakan Monolog Sketsa ditepi ujung Kuku. Tema ini khusus dipersembahkan untuk project Ujung Kuku dari Banjarnegara yang tengah tour donasi untuk Bencana Semeru.

Monolog saya tetap tampil membangun spirit budaya dan kepahlawanan dengan diiringi gitar akustik oleh Sam Iwan Dongkel. Kolaborasi ini telah menghasilkan lagu baru berjudul Spirit ditepi ujung kuku, yang dilantunkan Sam Iwan Dongkel dengan sangat berapi api dan penuh semangat.

Dokpri Mesem cafe & art Gallery
Dokpri Mesem cafe & art Gallery

Inilah yang saya sebut media dan ruang baru pembelajaran sejarah dengan frekuensi ala milenial. Banyak pihak bertanya kenapa monolog, bukan drama teatrikal Akbar dengan efek petasan dan ledakan yang spektakuler.

 Mohon maaf ini kegiatan murni keswadayaan, jika tampil seorang diri dan sementara untuk drama teatrikal ternyata harus membutuhkan banyak personil dan tentu biaya yang tidak murah untuk efek dimaksud, bagaimana mencukupinya jika memang tidak mampu secara keswadayaan. Reenactor memang hobby mahal yang kurang mendapat apresiasi layak. Orang lain menilai ini murah. Coba saja butuh 20 orang personil, semua sewa pakaian di salon. 

Apa ada salon gratis untuk menyewakan baju pejuang. Apalagi Reenactor mengutamakan ontentik sesuai bukti sejarah yang terbukti ada dalam dokumen sejarah, baik foto atau catatan sejarahnya. 

Reenactor bukan cosplay, reenactor berbasis pembelajaran sejarah sementara cosplay berbasis tokoh baik film atau kartun. Cosplay menyesuaikan diri dengan tokoh idola, sementara Reenactor menyesuaikan diri dengan sejarah. Tentu hal ini beda, dan tidak bisa digebyah Uyah sebagai sama saja. Dalam roadshow ini merupakan wadah sosialisasi efektif agar reenactor tidak dipandang sebelah mata.

Daripada menunggu, tapi menunggu apa dan siapa, lebih baik mulai dengan hal hal kecil. Hampir 3 tahun sejak masa pandemi, untuk gelar drama teatrikal memang tidak bisa dilaksanakan karena terlalu mahal dan melanggar aturan pandemi karena akan ada kerumunan. Bagaimana Reenactor bisa menggelar drama teatrikal, sementara kunjungan Ke Museum Reenactor Ngalam juga minim. 

Solusi drama monolog rasanya lebih masuk akal dan tidak jadi beban pada siapapun. Faktor suka tidak suka itu manusiawi dan ada kebebasan menilai. Walau ide ini dianggap keluar dari genre Reenactor, namun dari pada diam hanya menunggu keajaiban, kapan berimprovisasi secara positif? Menunggu apa? Menunggu siapa? Terus berkarya, walau hanya seujung kuku, dari pada selangit tapi nggedabrus, alias omong doang, tapi tak ada karya yang bisa diapresiasi. Bohong dong.

Roadshow Kolaborasi

Bersyukurlah yang punya komunitas yang mampu secara finansial dan terus disupport berbagai pihak. Tapi komunitas yang terpinggirkan bisa apa? Roadshow kolaborasi ini hanya upaya kecil dan sangat kecil. Namun daripada diam lalu tertidur dan mimpi, jujur itu buat apa? Positif dan semangat adalah tanda kesatria sejati.

Sejujurnya ini bukan panggung untuk kepentingan popularitas semu dan bukan arena untuk cari cuan. Ini murni berkarya. Soal ada yang suka atau tak suka, silahkan saja. Yang penting ini karyaku, mana karyamu? Fair play tanpa nyinyir dan no rasan rasan lebih gentelmen dan profesional.

Dokpri Reborn Cofe
Dokpri Reborn Cofe

Roadshow kolaborasi berlanjut di hari Minggu, 25 Desember 2022 bertempat di Reborn cafe. Saya tetap membawa monolog sketsa ditepi ujung kuku. Audience kali ini mereka yang berbasis ditengah kota dan malang wilayah barat, daerah kost mahasiswa. 

Acara tetap berjalan luar biasa, dan nuansa kolaborasi lebih terasa lepas tanpa beban. Walau berbeda genre dan hobby, namun bibit kolaborasi harus dibangun dibanyak arena. 

Untuk apa malu dan suudhon, belum dilakukan sudah berprasangka duluan. Saat eksis menebar spirit budaya dan kepahlawanan harus dengan totalitas yang Istiqomah. Semangat itu tak ada yang jualan, jadi miliki semangat dari dirimu sendiri, bukan tergantung pada siapa.

Dokpri Reborn Cofe
Dokpri Reborn Cofe

Reborn Cafe malam itu terasa dahsyat dan penuh spirit. Suasana kebersamaan serasa pecah. Sam Iwan Dongkel kembali melantunkan lagu Sketsa ditepi ujung kuku dengan penuh energi. Lagu lagu Bang Iwan Fals kembali menggebrak suasana dingin nan syahdu sehabis hujan malam itu.

Dokpri Eko Irawan
Dokpri Eko Irawan

Ini cara bersyukur menikmati hidup tanpa jadi beban bagi orang lain. Karya harus terus mengalir tanpa henti, karena perjuangan tidak akan mengingkari hasil.
Bukan untuk sombong, tapi evaluasi diri itu dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas karya agar lebih baik dan menarik.
Semoga artikel ini menginspirasi.

Reborn Cafe, 25 Desember 2022
Ditulis oleh Eko Rody Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun