Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kemlecer di Kompasianival 2022

1 Desember 2022   20:07 Diperbarui: 1 Desember 2022   20:09 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemlecer di Kompasianival 2022

Apa maksudnya Kemlecer? Jika diterjemahkan dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, kemlecer berarti ingin sekali. Betul, aku ingin sekali mengikuti Kelana Masa Depan di Kompasianival 2022. 

Daftar sudah, sesampainya di sana pada 3 Desember nanti, tinggal tunjukan email. Keren, nanti bisa berjumpa dengan para kompasianer dari seluruh penjuru negeri dan tentu akan banyak pengalaman spektakuler bisa didapat. Bertemu sejawat dengan hobby sama, menulis di Kompasiana. Dan bisa sekalian healling ke ibukota Negeri sebelum kelak pindah ke IKN. Tetapi...

Sangune Sam....

Dari malang ke Jakarta turun di Gambir naik kereta api Gajahyana tiketnya Rp. 750.000,- atau naik Matarmaja Ekonomis 300ribuan dah sampai di Jakarta. Murah? Iya, bagi yang punya duit. Tapi bagi yang tidak? Itu masalahnya. Sangune Sam.... Kompasianival bagiku sebuah mimpi indah.

Mimpi bisa diraih saat kita mampu mengukur kemampuan kantong. Jika terukur, maka berangkatlah ke Kompasianival 2022. Apa harus hutang? Pinjam kesana kemari, untuk berangkat? Itu jika dipaksa dan tidak perduli kapasitas dan kemampuan perduwitan. Laju berangkat, sepulang pesta punya tanggungan pinjaman. Siapa yang harus bayar? Tentu aku sendiri. Itulah mimpi dan kenyataan yang jadi fakta dihadapanku, sebuah kemlecer di Kompasianival 2022. 

Sudah Resesi Duluan

Konon katanya akan ada resesi di tahun mendatang, itu kata pakar perekonomian yang meramal kondisi masa depan. Kok kita ditakut takuti? Solusinya bagaimana? Kok malah pusing. Diri ini sudah resesi duluan. Mungkin di masa lalu telah terjadi salah kelola keuangan. 

Usaha belum membuahkan hasil maksimal. Salah siapa? Ya salah sendiri. Managemen keuangan pribadi adalah cara mengatur secara bijak yang seimbang antara penghasilan dan pengeluaran. Walau bunga menabung di bank sekarang 0 %, tapi menabung adalah cara bijak mewujudkan suatu keinginan. 

Harus rela menunggu. Kalau tidak sabar, ya hutang. Pola penghasilan dipotong cicilan hutang, tentu jumlah yang diterima, akan berkurang. Apa kebutuhan akan tetap? Ternyata harga kebutuhan cenderung naik. Sementara penghasilan menurun karena cicilan. Jika ditambah nekad berangkat Kompasianival 2022, tentu carut marut tak bisa ditolak. Itu akan jadi resesi baru yang gawat. Syukur ada yang rela membiayai, jelas beda cerita. 

Kompasianival ku sendiri.

Kompasiana itu ibarat rumah. Tempat berkarya. Bagaimana sulitnya kehabisan paket data, tak bisa menulis. Mau nunut WiFi, tapi nunut tetring siapa. Banyak lokasi free WiFi, tapi suasa tempatnya tidak bisa mendukung cara kerja menulis. Tak punya paket data, serasa terusir dari rumah. Jadi demi paket data, tentu harus rela mengorbankan kepentingan lain.

Ajang Kompasianival itu ibarat pesta. Sudah sudah berhari hari, bertahun tahun, sekali waktu perlu healing. Perlu hiburan. Saat panggung itu tersedia, alasannya klasik. Tak punya duit. 

Namun kesedihan ini bukan potret buram. Berdamai saja dengan segala keterbatasan yang nyata terjadi. Sebagai kompasianer, kelana masa depan harus tercipta dalam wujud Kompasianival ku sendiri. Kemlecer memang terjadi, tapi apa daya jika dipaksa, sama saja berbuat kebodohan.

Lagian nyata tak ada, untuk apa pamer kesombongan, pura pura digdaya, jika setelahnya menderita. Uang memang bukan tujuan utama. Tapi tanpa uang, saat bensin motormu habis dijalan, apakah ada SPBU yang bersedia memberikan bensin gratis? 

Mencipta Kompasianival ku sendiri bukan tak mampu, tapi syukuri saja apa yang ada. Evaluasi ini bagai sketsa yang mungkin bagi kompasianer yang lain dianggap lucu. Kok bisa? Dan kata kok dan kok yang lain. Jika pernah ada dilevel yang runyam seperti ini, tentu kata tersebut bisa dipahami. 

Hobby memang hobby, seharusnya suatu moment menyenangkan. Namun saat hobby malah bikin sengsara, untuk apa memaksa diri. Nikmati saja apa yang ada. Disyukuri proses yang tengah berjalan di depan kita. Yakin saja, hasil tak akan mengingkari perjuangan.

Malang, 1 Desember 2022
Ditulis oleh Eko Irawan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun