Puisi : "Murung di Batas Senja"
Senyumlah duhai malam. Gerah hati dalam gamang. Karena jiwa berjejal perkara. Terhanyut murung di batas senja.
Seribu alasan tentang menjadi korban. Apa yang seharusnya indah. Apa yang seharusnya baik baik saja. Luluh lantak dipeluk kepalsuan. Yang puas, lantas pergi.
Saat madu dicampur racun. Saat  berusaha baik, malah difitnah. Demi selingkuh yang menurutmu mulia.  Nikmat sesaat yang jadi neraka. Siapa yang tanggung jawab?
Setelah jadi ampas, kau kembali. Setelah kehormatan diinjak injak bajingan laknat. Yang kau puja sebagai terbaik. Sesal kemudian jadi azab. Pangeranmu kabur dengan ngakak. Sekarang kau drama dikubangan sampah.
Murung di batas senja. Takut kegelapan sudah kadaluarsa. Sekarang bisa apa. Pencerahan sudah dibuang sirna. Saat kau enak sama dia, aku kau anggap apa?
Jawab duhai jalang. Kau buang permata demi nafsu binatang. Aku bisa ditipu, tapi apa Tuhan sudah kau anggap Hilang? Sungguh nuranimu sudah terbuang.
Siapa yang jadi korban? Kita sudah susah. Sekarang bertambah susah. Tak bisa sekedar bilang maaf. Karena yang kau hinakan itu, janji suci dihadapan Tuhan. Ingat, itu bukan permainan.
Warung kopi Joyo, 9 November 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri Dialog Puisi Romansa 6
********"**********
kembali hadir seri Dialog Puisi Romansa yang telah setahun belum tayang kelanjutannya. Selamat menikmati. Baca seri Dialog Puisi Romansa lainnya
https://www.kompasiana.com/tag/dialog-puisi-romansa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H