Sekarang hidup kita susah. Buat makan saja bingung. Inilah sengsara membawa duka. Bahagia palsu, cinta yang mati sulit tumbuh lagi.
Kau tak kenal aku lagi. Hakku sudah dirampok. Bukan menuduh, atau merekayasa. Aku lihat sendiri. Bersaksi langit bumi. Dan maaf, aku belum pikun.
Tambah hari tambah menderita. Tambah susah. Besar pasak dari pada tiang. Rejeki berkah sudah musnah. Karena ini hanya rumah tangga pura pura.
Inilah bersama tapi hidup sendiri sendiri. Dari bangun hingga lupa terlelap tidur, isinya tagihan. Tuntutan. Bukan bingung cari kerja berpenghasilan. Tapi sibuk kekurangan ditutupi pakai hutang.
Besok bukan tambah baik. Karena besok pasti ambruk. Pakai apa bayar hutang semakin menggunung? Cara goblok, bunuh diri pelan pelan.
Paham tidak, kelakuanmu kemarin menghalangi berkah. Mana ada wanita selingkuh itu benar? Jangan bilang itu khilaf. Sekarang kau kembali dengan alasan insyaf. Apa semudah itu Ferguso?
Jangan salahkan pihak lain. Tak ada hubungannya. Sekarang Tuhan Yang Kau sembah Sudah marah. Kitapun sudah lelah. Janji suci kau pakai dolanan. Kapan keluarga sakinah, kalau menyimpan bangkai rekayasa. Aku bisa kau tipu, tapi apa Tuhan pura pura Tak tahu?
Malang, 9 November 2022
Ditulis oleh Eko IrawanÂ
Untuk Seri Puisi Hari ini 24
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H