Saatnya Tahu diri. Merenung dan Introspeksi. Bukan mencela, tapi berkaca diri. Tak perlu menuntut yang lain harus menghormati.
Hak mereka. Pasti punya kesibukan dan acara. Saat hubungan ditakar untung rugi. Mereka juga butuh privacy. Aku tak perlu kepo, jika mereka tak menganggap aku ada.Â
Memang aku siapa. Aku juga bukan raja. Dulu pernah berjasa, tapi aku tak boleh menuntut balas jasa.Â
Dihormati, karena menginspirasi. Dibutuhkan karena sinergi. Maka rajinlah tukar pikiran dan diskusi. Sinergi butuh satu frekuensi.
Pada titik tertentu, bisa jadi aku tak dianggap. Pelahan dijauhi. Pelahan Dibiarkan. Fase Tak dianggap, Fase dimana aku harus tahu diri. Tak pantas harus menuntut untuk ditemani.Â
Dibiarkan sendiri. Sepi. Tapi inilah saat aku bicara pada diri sendiri. Saat kata kata, saat waktu dan kesempatan telah pergi. Semua tak bisa kembali.
Saat ini hanya aku dan langit. Dunia sudah tak menganggap aku penting. Aku bosan dengan drama dunia. Saat aku tak punya apa apa, aku adalah sampah.
Sabar, tanpa interpretasi. Buang framing curiga yang menyakiti. Fase Tak dianggap sudah terjadi. Tapi aku tak sendiri. Dilangit masih ada Allah Yang menemani.
#############
Barak kolam Nila, 30 Oktober 2022
Ditulis oleh Eko IrawanÂ
Untuk Seri Puisi Hari Ini 22
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H