Mohon tunggu...
Eko Irawan
Eko Irawan Mohon Tunggu... Sejarawan - Pegiat Sejarah, Sastra, Budaya dan Literasi

Ayo Nulis untuk Abadikan Kisah, Berbagi Inspirasi dan Menembus Batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jatuh Cinta pada Buruh Setrika (Seri Romansa Asmaraloka #6)

30 Juli 2022   01:19 Diperbarui: 30 Juli 2022   01:21 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jatuh Cinta Pada Buruh Setrika
Seri Cerpen Romansa Asmaraloka #6

"Aku dihina, karena aku jatuh cinta pada buruh setrika. Apa bahagia itu harus diukur dengan harta? Jabatan? Profesi? Kemapanan? Itu logika sempit. Tapi jodoh dan cinta itu Rahasia Illahi, bukan itung itungan matematika."

Dua Minggu sudah kau jadi buruh setrika. Berdiri dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore. Istirahat hanya siang, mulai setengah dua belas. Berdiri? Iya, memang harus berdiri dimeja setrikaan.

Kasihan juga melihatmu seperti itu sekarang. Kau tampak lelah. Jam hidupmu kacau. Seminggu 7 hari, full kerja yang 6 hari. Liburnya hanya Minggu.  Berat, tapi inilah kenyataan yang terjadi.

Sebenarnya aku ingin kamu jadi ratuku saja. Ratu untuk kerajaan obsesiumku. Seorang ratu yang cantik dan mengendalikan bisnis kerajaan. Tak perlu bersusah payah, karena semua tinggal perintah. Dan hasilnya harta berlimpah. Hidup kecukupan dan mampu menikmati hidup indah seperti para ratu lainnya.

Tapi apa daya. Judul kerajaanku, masih kerajaan obsesium. Jadi raja kok cari duitnya eceran. Cita cita tinggi. Banting tulang tiap hari. Tapi hasilnya pas Pasan. Potret nyata kerajaan obsesi.

Apa khayal? Tentu kau akan pergi sejak dulu jika kerajaanku bohongan. Ini bukan hidup instan. Tapi proses. Ya, aku salut padamu karena mau menerima aku apa adanya. Mau menghargai hidup itu butuh proses, bukan Sim salabim, semua ready. Ada usaha, ada perjuangan dan ada pasang surut kehidupan.

Diawal kita bertemu, kau jadi ibu kantin. Jualan teh dan minuman kekinian. Lalu usaha itu harus berakhir, karena pandemi covid barusan. Kaupun ngganggur. Lalu kau masuk ke sektor garmen, sebuah usaha mode busana untuk ruang gaya, pakaian trendy para muda. Namun disitu harus PHK lagi. Hingga kau ngganggur sangat lama. Hingga 2 Minggu terakhir ini, kau kembali kerja di pabrik. Buruh setrika borongan.

Andai usahaku sudah ready, pasti kularang kau kerja model begini. Aku memang dihina, karena kenapa kekasihku buruh setrika. Itu kata orang, Ndak ngaruh apa apa. Karena untuk jalani hidup berkualitas, butuh duit. Kau tidak mau terus bergantung padaku. Kau ingin cari sendiri. Usaha sendiri.

Inilah yang aku salut padamu. Wanita lain hanya pintar nodong. Nuntut tinggi, tapi tidak tau diri. Mau enak, tapi tidak mau usaha. Hanya lihai protes dan menghakimi. Lalu cari cari alasan, tapi sejatinya hanya jadi penonton.

Di mana sih ada penonton yang akan bahagia? Tidak ada, karena penonton hanya tukang ulas dan kritik, tidak bisa jadi pemain yang memetik hasil. Dan kau mau jadi pemain dalam drama nyata ini. Sekalipun kau korbankan dirimu untuk jadi buruh setrika. Itu hebat. Dan orang lain yang menilai ini, kita anggap manusia sampah. Artinya buang saja orang orang seperti itu. Mana ada sampah disimpan di dalam brankas, sudah bau, bikin kerepotan, jadi buang saja. Final.

Aku tak malu jatuh cinta pada buruh setrika. Bagiku kau itu pejuang tangguh, yang tak menuntut aneh aneh. Kau mau usaha sendiri. Sekalipun pekerjaanmu dianggap rendahan, tapi kau mau melakukannya. Terima Kasih Cintaku, karena dirimu adalah kekasih terindahku.

Seri Romansa asmaraloka sebelumnya baca di link berikut :
https://www.kompasiana.com/tag/romansa-asmaraloka

Malang, 30 Juli 2022
Ditulis oleh Eko Irawan
Untuk Seri Romansa Asmaraloka #6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun