[caption id="attachment_328355" align="aligncenter" width="496" caption="Bumi dalam nuansa sinar infrared. Gambar : Goddard Space Flight Center/NASA"][/caption]
Solar Energy adalah salah satu sumber daya terbarukan (renewable energy) yang sudah populer dipergunakan sampai ke tingkat rumah tangga. Ada dua macam solar energy, yaitu solar cell dan solar thermal power plant. Namun Solar Energy mempunyai kelemahan fatal: matahari sebagai sumber energi tidaklah bersinar sepanjang waktu, utamanya pada waktu malam dan ketika langit mendung berawan. Jadi Solar Energy tidak bisa beroperasi 24 jam sehari. Untuk itu beberapa cara dilakukan untuk menyimpan energi yang telah diperoleh, sehingga bisa dipergunakan ketika sinar matahari tidak bisa diakses.
Para imuwan kini telah menemukan sumber energi baru yang bisa menutupi kelemahan Solar Energy, yang dilaporkan dalam sebuah riset yang bertajuk "Harvesting Renewable Energy from Earth's Mid-Infrared Emissions" yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of The National Academy of Sciences (PNAS.org).
Sebenarnya planet Bumi terus menerus memancarkan sekitar 100 juta gigawatt panas infrared ke angkasa luar. Itu suatu jumlah yang cukup besar untuk dipergunakan oleh seluruh umat manusia. Menangkap bahkan sebagian kecil dari jumlah itu bisa sangat berarti untuk mengakhiri kesengsaraan energi kita. Dan itulah yang coba dilakukan oleh tim riset dari Harvard School of Engineering and Applied Sciences (SEAS) itu; "memanen" energi yang berlimpah dari panas infrared Bumi.
Dalam penelitiannya, tim riset mendesain dua alat dengan cara kerja yang berbeda, yang akan mengkonversi radiasi Infrared menjadi energi yang bisa digunakan. Keduanya mirip dengan perangkat Solar Energy, yaitu satu alat mirip dengan Solar Cell, dan satu lagi mirip dengan Solar Thermal Power Plant. Hanya cara kerjanya saja yang kebalikannya, yaitu dirancang untuk menghasilkan listrik dengan memancarkan inframerah, bukannya menangkap cahaya matahari.
"Tidaklahlah jelas, pada awalnya, bagaimana akan menghasilkan daya DC dengan memancarkan cahaya inframerah di ruang bebas terhadap dingin," kata peneliti utama studi tersebut Federico Capasso. "Untuk menghasilkan tenaga dengan memancarkan, bukan dengan menyerap cahaya, itu aneh. Masuk akal secara fisik setelah Anda berpikir tentang hal ini, tapi itu sangat berlawanan. Kita bicara tentang penggunaan fisika di skala nano untuk aplikasi yang sama sekali baru. "
Desain pertama, yang mereka akui bukan yang paling menjanjikan, adalah sebuah mesin panas yang berjalan antara permukaan bumi dan sebuah pelat dingin. Panas mengalir dari udara ke permukaan pelat dingin, yang memancarkan keluar ke atmosfer, akan digunakan untuk melakukan pekerjaan mekanik. Konsep ini sederhana, tetapi mendinginkan lempengan pelat secara efisien ke suhu cukup rendah sangatlah sulit.
Desain yang kedua, bergantung pada perbedaan suhu antara komponen-komponen elektronik berukuran nano - rectenna (gabungan antena & dioda) -, dan bukan pada suatu perbedaan suhu yang bisa dirasakan oleh manusia. Radiasi menginduksi tegangan AC pada antena, sementara dioda mengubahnya menjadi DC.
Para peneliti berpendapat bahwa rectenna dapat dijalankan secara terbalik, membangkitkan listrik DC sementara memancarkan radiasi, dan bukan menyerapnya. Dalam desain mereka, antena skala nano sangat efisien memancarkan radiasi inframerah bumi ke langit, mendinginkan elektron hanya di bagian sirkuit. Karena dioda berada pada suhu lebih tinggi dari antena, arus hanya mengalir dari dioda ke antena. Dan karena antena bertindak sebagai resistor, maka hasilnya adalah suatu tegangan listrik.
Para peneliti mengatakan bahwa antenna Infrared akan mudah dibuat pada area yang luas dengan biaya yang wajar. Tantangan terbesarnya yang kritikal adalah membuat dioda yang dapat bekerja baik pada tegangan rendah yang diharapkan dalam menuai energi. Para peneliti menyarankan beberapa pilihan untuk mengatasi masalah ini. Salah satunya adalah dengan menggunakan dioda bertegangan rendah yang didisain secara khusus seperti tunnel diodes dan ballistic diodes.
Walaupun masih prematur dan banyak tantangan yang akan dihadapi menuju penyempurnaan dan aplikasi secara luas, riset ini telah menghasilkan suatu visi untuk menggunakan salah satu alternatif baru dari sumber daya alam terbarukan: sinar Infrared dari Bumi yang jumlahnya sangat melimpah.
Sumber : Proceedings of The National Academy of Sciences,  How stuff work - science,  IEEE Spectrum,  The Institution of Engineering & Technology
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H