[caption id="attachment_345619" align="alignnone" width="584" caption="The Big Bang Theory. Gambar: NASA/WMAP Science Team"][/caption]
Kemajuan IPTEK sudah sangat pesat dalam menjawab pertanyaan mendasar dalam filsafat: "Bagaimana alam semesta ini diciptakan?".
Salah satu teori yang dianut para ilmuwan adalah teori Big Bang (ledakan besar), dan para ilmuwan terus berupaya keras menemukan bukti-buktinya. Penemuan partikel Higgs Boson oleh para ilmuan CERN (European Organization for Nuclear Research) yang terletak di perbatasan Swiss-Prancis, yang diumumkan pada 4 Juli 2012 lalu dan kemudian meraih penghargaan Nobel 2013, telah berhasil meneguhkan teori Big Bang. Bahkan partike Higgs Boson ini kemudian populer sebagai "God Particle".
Secara singkatnya, teori tersebut menyatakan bahwa alam semesta bermula dari suatu Big Bang, yang mengakibatkan partikel-partikel terhempas dan terbang dengan kecepatan cahaya. Karena adanya Higgs Field, partikel-partikel tersebut akan melambat dan bermassa, membentuk gravitasi dan kemudian membentuk bintang-bintang, galaksi, planet-planet, dan benda-benda angkasa yang kesemuanya kita sebut sebagai alam semesta yang kita kenal selama ini. Higgs Field memberi massa pada partikel-partikel semesta. Dan periode sesudah Big Bang ini disebut sebagai Cosmic Inflation.
Namun suatu penemuan baru menyatakan peran Higgs Field tidak seperti seharusnya.
Dalam program kolaborasi BICEP2, yang merupakan generasi kedua dari BICEP (Background Imaging of Cosmic Extragalactic Polarization), para peneliti telah mendeteksi prediksi dari salah satu efek Cosmic Inflation ini. Seperti dilansir oleh Phys.org, data BICEP2 merepresentasikan gambar pertama dari gelombang gravitasi, atau riak di ruang-waktu. Gelombang tersebut telah didefinisikan sebagai "getaran pertama dari Big Bang". Pada akhirnya, data-data tersebut mengkonfirmasikan suatu hubungan yang mendalam antara mekanika kuantum dan relativitas umum.
"Mendeteksi sinyal ini adalah salah satu tujuan terpenting dalam kosmologi saat ini. Sudah banyak hasil pekerjaan dari banyak orang yang menuntun kami sampai pada titik ini", kata John Kovac dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics, pemimpin kolaborasi BICEP2.
Lebih khusus, beberapa ilmuan lain kemudian memeriksa apa arti hasil pengamatan BICEP2 dalam stabilitas pengembangan alam semesta. Para peneliti menggabungkan hasil dari kemajuan terbaru dalam fisika partikel, termasuk deteksi partikel Higgs Boson.
Pengukuran Higgs boson telah memungkinkan para ilmuwan untuk menunjukkan bahwa alam semesta kita pada dasarnya duduk di lembah "Higgs Field," yang menggambarkan cara bagaimana partikel semesta memiliki massa. Namun ada sebuah lembah yang berbeda yang jauh lebih dalam; alam semesta kita dicegah dari jatuh ke dalamnya oleh semacam penghalang energi yang besar. Yang menarik adalah bahwa hasil BICEP2 memprediksi kalau alam semesta akan menerima semacam"tendangan" selama fase Cosmic Inflation dan akan didorong ke lembah ini dalam sesaat setelah Big Bang. Hal ini, pada gilirannya akan menyebabkan alam semesta mengalami keruntuhan, atau Big Crunch.
Implikasinya, jika teori ini benar, maka alam semesta yang sekarang ini seharusnya tidak ada!
Hasil penelitian dari pengamatan BICEP2 ini dipresentasikan oleh Robert Hogan dari King's College London (KCL) pada pertemuan Royal Astronomical Society di Portsmouth, Inggris tanggal 24 Juni 2014 lalu, dan dipublikasin di Physical Review Letters.
"Ini adalah suatu prediksi yang tidak dapat diterima dalam teori tersebut, sebab jika itu yang terjadi, maka kita sekarang tidak akan ada disini untuk mendiskusikannya", kata Hogan. " Mungkin saja hasil BICEP2 mengandung suatu error. Jika tidak, maka seharusnya ada sesuatu - yang belum diketahui - prosess yang mencegah alam semesta mengalami keruntuhan".
"Jika BICEP2 ternyata terbukti benar, maka ia memberitahu kita bahwa seharusnya ada suatu partikel fisika baru di luar Model Standar", kata Hogan lagi.
Tentu saja ada suara keragu-raguan dari para ilmuan lain.
Beberapa ilmuan kuatir bahwa BICEP2 telah salah mengartikan sinyal dari debu galaktik sebagai gelombang gravitasi, terlepas dari fakta bahwa tim BICEP2 telah menghabiskan waktu selama lebih dari 3 tahun untuk menganalisis data agar terlepas dari kesalahan.
"Kita tahu bahwa debu galaktik memancarkan radiasi terpolarisasi. Kita melihatnya pada banyak daerah di luar angkasa, dan apa yang kita tunjukkan dalam makalah itu adalah bahwa pola yang terlihat sama konsistennya antara radiasi debu galaktik dan gelombang gravitasi", kata astrofisikawan teoritis David Spergell kepada AFP.
Terlepas dari pro-kontra dari penemuan baru ini, para ilmuwan telah menunjukkan upaya keras mereka menemukan bukti-bukti dari suatu pertanyaan dasar tentang penciptaan alam semesta menurut ilmu dan teknologi. Hasil pemikiran mereka dapat ditelusuri sejak masa Yunani sebelum Socrates sampai jaman modern ini.
Secara visual, disajikan dengan sangat menarik dan mudah dicerna, hal ini dapat diikuti dalam film dokumenter berjudulCosmos : A Space Time Odyssey (2014)yang ditayangkan di jaringan kanal TV Fox dan National Geographic baru-baru ini.
Sumber : Sci-News.com, The Physic of The Universe, Royal Astronomical Society, News.com.au, National Geographic
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H