Misalkan dalam Pendekatan Teori Pusat dan Pinggiran (Center-Periphery Theory), teori ini menjelaskan hubungan antara daerah pusat yang lebih maju dan daerah pinggiran yang tertinggal. Daerah pusat cenderung memiliki sumber daya, teknologi, dan akses pasar yang lebih baik, sedangkan daerah pinggiran sering kali bergantung pada daerah pusat untuk pertumbuhan ekonomi.
Kemudian teori Pertumbuhan Endogen (Endogenous Growth Theory), menekankan pada faktor-faktor internal suatu wilayah, seperti investasi dalam sumber daya manusia, inovasi, dan teknologi, yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi regional tanpa bergantung pada faktor eksternal. Selain itu Teori Lokasi (Location Theory) juga, mengkaji bagaimana keputusan mengenai lokasi industri atau kegiatan ekonomi lainnya dipengaruhi oleh faktor biaya transportasi, ketersediaan sumber daya alam, dan pasar yang ada di suatu wilayah dan di pertegas oleh Teori Polarization (Pola Polarisasi), teori ini, menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang pesat di satu area dapat menyebabkan ketimpangan dengan daerah lain, menciptakan polarisasi ekonomi. Ini mengarah pada penumpukan kemajuan di daerah tertentu, sementara daerah lain mungkin tertinggal.
Dalam Permodelan Ragional
Permodelan ekonomi regional yang melibatkan konektivitas sering kali menggunakan teori jaringan (network theory) untuk menggambarkan hubungan antar daerah yang saling terhubung. Dalam model ini, wilayah atau daerah dianggap sebagai simpul (node) dalam sebuah jaringan, sementara konektivitas antara daerah tersebut diwakili oleh hubungan atau sisi (edges) yang dapat menggambarkan aliran barang, tenaga kerja, investasi, dan informasi. Pendekatan ini memungkinkan analisis mengenai bagaimana peningkatan konektivitas, misalnya melalui pembangunan infrastruktur transportasi atau koneksi internet, dapat mengubah struktur ekonomi, meningkatkan efisiensi pasar, atau bahkan mengurangi kesenjangan pembangunan antara wilayah yang lebih maju dan kurang berkembang.
Salah satu model yang sering digunakan dalam permodelan ini adalah model gravity model, yang pada dasarnya mengukur kemungkinan interaksi antara dua wilayah berdasarkan ukuran ekonomi masing-masing dan jarak fisik yang memisahkan keduanya. Dalam konteks ini, konektivitas meningkatkan "gaya tarik" antar wilayah, mempermudah pertukaran barang dan jasa, serta mempercepat mobilitas faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal.
Selain itu, model-model berbasis teori pertumbuhan endogen seperti new economic geography (NEG) juga menawarkan wawasan tentang bagaimana konektivitas dapat mempercepat proses aglomerasi ekonomi, di mana peningkatan konektivitas mendorong pengelompokan industri dan kegiatan ekonomi di wilayah tertentu, yang pada gilirannya akan menciptakan spiral pertumbuhan yang lebih kuat.
Permodelan ini sangat penting untuk merancang kebijakan pembangunan yang lebih efektif, terutama dalam menentukan area mana yang perlu mendapat prioritas dalam pembangunan infrastruktur atau untuk memahami dampak investasi infrastruktur terhadap pengurangan ketimpangan ekonomi antar daerah. Oleh karena itu, melalui pendekatan permodelan, kita dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai interaksi yang kompleks antara konektivitas dan pertumbuhan ekonomi regional serta dampaknya terhadap pemerataan pembangunan.
langkah-langkah solutif bagi pemerintah untuk meningkatkan konektivitas dalam mendukung pembangunan ekonomi regional:
1. Peningkatan Infrastruktur Fisik
  Bangun dan perbaiki jaringan transportasi (jalan, pelabuhan, bandara) untuk menghubungkan daerah-daerah terpencil dengan pusat ekonomi.
2. Penguatan Infrastruktur Digital
3. Perluas akses internet cepat dan terjangkau ke seluruh wilayah, mendukung sektor digital dan pemerataan informasi.