Mohon tunggu...
Travel Story

“Salam dari 3676 MDPL”

20 Oktober 2015   21:41 Diperbarui: 20 Oktober 2015   21:56 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Hey kapan kamu ke Bromo”

“Mas idaman, kamu dapat salam dari Gunung Merbabu”

“Jangan di rumah saja Indonesia Itu indah”

Tulisan-tulisan di atas sempat dan masih menjadi postingan kekinian yang hits di berbagai media social baik itu instagram,twitter, facebook, maupun path para penggunannya.

Kini gunung bukan lagi milik para pecintanya saja, Para amatiran bahkan berlomba-lomba mendakinya. Motif mendaki gunung berbeda-beda. Ada yang datang untuk menikmatinya saja dan tak banyak yang datang untuk mengabadikan setiap moment demi sebuah postingan di media social.

Menikmati maupun mengabadikannya adalah berbicara soal pesonanya. Pesona Indonesia itu terbentang di seantero Nusantara, di Jawa Timur, Indonesia ada satu gunung yang berdiri gagah, rupawan, elok penuh pesona. Gunung itu adalah gunung Semeru. Semeru adalah gunung tertinggi di pulau jawa, Puncaknya adalah Mahameru dengan ketinggian 3676 meter dari permukaan laut.

Berangkat dari cinta akan alam tapi tidak punya cinta yang besar seperti pecinta alam dan demi sebuah postingan saya sang amatiran ingin sekali mendaki Mahameru. Waktu itu tepatnya bulan Mei di 2015 di instagram ada sebuah iklan open trip dengan tema “Pendakian Merdeka Mahameru”. Wahhh inilah yang dinamakan perfect time karena bisa merayakan tujuh belasan di gunung tertinggi Pulau Jawa.

Ada waktu 3 bulan untuk saya mempersiapkan bekal perlengkapan, perlengkapan fisik, dan perlengkapan mental. Dengar-dengar gunung ini bukanlah gunung yang gampang untuk ditakhlukkan dan sebagai amatiran saya memilih untuk sadar dan mawas diri sehingga bekal perlengkapan mulai dicicil, latihan fisik seperti lari bahkan naik tangga kantor dari lantai 1-9 saya lakoni sebulan penuh. Mental pun saya sudah punya dari saat saya mendaftarkan diri bersama salah satu teman.

Kamis, 13 Agustus 2015 jalur pendakian Gunung Semeru ditutup. Ditutupnya jalur tersebut karena ada pendaki yang meninggal dunia & ada yang hilang belum ditemukan. Berita ini sedikit banyak menggertak mental yang tadinya sudah bulat sebulat bola pimpong. Saat itu Saya sangat bersyukur Danil Saroha ditemukan dan BB TNTBS pun akhirnya mengumumkan Semeru kembali dibuka untuk pendaki HUT RI dan saya pun berangkat 15 agustus 2015.

Berangkat dari Ibukota dengan meeting point stasiun Senen menuju stasiun Surabaya Gubeng memakan waktu lebih kurang 15 Jam. Surabaya Gubeng adalah alternatif lain ketika kehabisan tiket menuju Stasiun Malang. Dari Surabaya Gubeng kita menuju Desa Tumpang, Malang. Desa Tumpang, adalah Homestay tempat barang-barang yang tidak berguna dibawa mendaki ditinggalkan.

Dari desa tumpang kami berangkat menuju desa ranu pane menggunakan jeep. Sepanjang jalan kami disuguhi pemandangan yang tidak biasa kami lihat di Ibukota. Banyak pepohonan hijau yang memanjakan mata dan sebelum belok kiri kearah semeru pemandangan padang savana bromo juga tidak kalah memikat, Padangnya hijau bak bukit teletubis.

Sampai di desa tumpang kami diberikan pengarahan oleh beberapa petugas taman nasional Bromo. Di hari pertama ini kami akan melalui 4 pos. Ketika pengarahan, perizinan selesai dan semua dirasa OK, mulai dari desa inilah kami melangkahkan kaki menuju pos 1. Jalan baru dimulai dan semua tampak bersemangat, jalurnya adalah jalan setapak yang relatif landai. Meskipun siang itu terik tapi kami tidak merasa kepanasan karena jalan setapak tersebut dipenuhi pohon-pohon rindang.

Sampai di pos I kami beristirahat memulihkan tenaga tapi tidak mau berlama-lama karena perjalanan masih panjang. Pos II letaknya tidak jauh dari pos I, di pos ini kami kembali beristirahat. Dari pos II menuju pos III memakan waktu lebih kurang 1,5 jam dan kami pun memutuskan untuk kembali beristirahat. Di setiap pos pemberhentian ini selain istirahat kami juga dapat mengisi perut karena beberapa penduduk setempat ada yang berjualan di pos pemberhentian tersebut. Gorengan dapat mengganjal perut yang lapar, Buah semangka dapat menyegarkan dahaga, dan Kopi dapat mengusir kantuk di bawah rindangnya pepohonan. Semakin jauh melangkah suhu udara semakin turun, Dinginnya suhu udara membuat buah semangka dingin & segar layaknya baru keluar dari mesin pendingin.

Pos III adalah tanjakan pertama yang kami lalui, tanjakannnya pendek tapi cukup membuat pegal kaki dan paha. Langit sudah gelap, hand lamp sudah menyala dan  kami memilih berjalan cepat dari pos III menuju pos IV. Melewati pos IV dalam gelap kami disuguhi pemandangan ranu kumbolo beratapkan bintang-bintang, disekitaran danau sudah banyak saja tenda-tenda warna warni yang didirikan.

Suhu udara semakin turun dan suhu di ranu kumbolo ini dapat dikatakan keterlaluan dinginnya, sesampai di ranu kumbolo kami bersegera mendirikan tenda. Ranu Kumbolo adalah surganya mahameru. Air danaunya jernih dan tenang, bahkan ikan yang berenang pun kelihatan dari permukaan. Air danau ini dijadikan sumber air bersih bagi para pendaki. Semua pendaki tampak sepakat untuk tidak mencemari airnya dan air ini dapat diminum langsung tanpa perlu dimasak terlebih dahulu.

Danau ini tampak anggun karena dikelilingi bukit bukit dan barisan pohon cemara dan pinus. Ketika pagi, siang, maupun malam danau ini memperlihatkan warna yang kelihatan berbeda-beda. Di sekitar danau terbentang juga savana. Savananya luas dan sangat mempesona

dan yang paling terkenal dari danau ini adalah hunting foto saat sunrise. Di pagi hari diantara sela-sela bukit matahari pagi muncul dengan sinarnya. Sinarnya memantulkan cahaya di air danau yang tenang dan pantas saja danau ini disebut surganya Semeru.

Pagi itu perjalanan kami dilanjutkan dari Ranu kumbolo bergerak menuju mitosnya Mahameru, adalah tanyakan cinta namanya. Tanjakan berada di sebelah barat ranu kumbolo. Tanjakan cinta ini sangat terkenal karena konon katanya apabila kita naik ke atas tanpa menoleh ke bawah dan memikirkan org yang kita cintai maka akan memiliki kisah cinta yang bahagia. Tanjakan ini tidak terlalu panjang tapi sangat menguras tenaga saat mendakinya. Seperti namanya tanjakan cinta maka ada keindahan lain yang pasti di dapat di atasnya. Keindahan itu adalah saat bunga abadi yang dipanggil eidelweis mulai kelihatan.

Sehabis menapaki tanjakan cinta kami menuju oro-oro ombo. Oro-oro ombo apabila moment mendakinya tepat maka kamu akan beruntung disuguhi bunga-bunga cantik berwarna ungu. Bentuk dan warna layaknya lavender tapi bukan lavender, namanya Verbana brasiliensis Vell. Di bulan agustus, di musim kemarau itu kami tidak menemukan bunga tersebut tapi tanpa bunga verbena brasiliensis Vell oro-oro ombo lantas tidak kehilangan pesonanya. Hamparan savana yang sangat luas terpampang nyata sampai kami terkagum-kagum melihatnya, savananya dikepung oleh bukit-bukit dan pohon pinus menjulang tinggi, dan tinggi alang-alangnya pun mencapai setengah badan orang dewasa.

Dari oro-oro ombo kami menuju ke Cemoro kandang, Sepanjang jalan ada banyak sekali pohon cemara, Pohon cemaranya menjulang tinggi ke atas dan dipastikan sangat rindang berjalan di bawahnya. Di Cemoro kandang ini ada beberapa pohon yang tumbang, di pohon tumbang ini kami berhenti dan dapat duduk sejenak melepas lelah.

Dari Cemoro kandang sampailah kami di Kalimati, Kalimati ini tidak seseram namanya. Dari sini kita dapat dengan leluasa melihat pemandangan Mahameru. Di kalimati ini juga banyak tumbuh ilalang dan eidelweis. Kalimati adalah spot terakhir bagi kami dimana carrier dan semua barang ditinggal di tenda saat akan summit ke Mahameru dan diketinggian 2700 mdpl ini kami mendirikan tenda dan beristirahat memulihkan tenaga.

Tepat 23.30 WIB kami mulai naik, dengan bermodalkan hand lamp para pendaki memperhatikan setiap langkahnya. Di awal perjalanan kami masih mengginjak pasir halus tapi semakin lama melangkah pasir halus itu bercampur dengan kerikil kerikil kecil dan kali ini tujuan kami adalah arcopodo. Tracknya sudah mulai terasa melelahkan, mendaki, mendaki, dan mendaki. Selain mendaki hal yang ditakhlukkan adalah debu dari pasir-pasir yang diinjak oleh pendaki yang berada tepat di depan kita. Debu ini sedikit banyak mengganggu pandangan dan pernafasan.

Arcopodo adalah batas vegetasi terakhir dimana kita bisa berjalan disekitar tumbuh-tumbuhan. Lewat dari batas vegetasi kita hanya akan melihat pasir & bebatuan. Selain medan yang berat yang terberat saat mendaki di gunung ini adalah menahan kantuk karena saat muncak itu anginnya sangat sepoi sepoi. Mata dan telinga pun harus berjaga-jaga dari suara pendaki lain yang meneriaki apabila ada batu yang terjatuh. Belum sampai ke Puncak saja apabila menoleh ke belakang kamu akan terkagum-kagum dibuatnya.

 

Track berpasir berkelikil berbatuan itu seperti tak habis-habisnya untuk didaki. Dari ufuk timur matahari pagi muncul dengan sinarnya, saat itu kami belum sampai di puncak mahameru tapi saya dan teman-teman sangat bersyukur sekali bisa menikmati sunrise di atas awan.

Matahari semakin naik rasa dahaga pun mulai mengikuti. Langkah langkah letih tapi pasti akhirnya membawa kami sampai ke Mahameru 18 Agustus 2015. Di atas sana kami terkagum kagum dibuatnya, Langitnya biru , awannya putih seputih salju. Berada di puncak Mahameru membuat saya terngiang-ngiang akan salah satu lagu gereja : “Betapa kita tidak bersyukur, bertanah air kaya dan subur Lautnya luas gunungnya megah menghijau padang bukit dan lembah” yahh kita memang harus bersyukur bertanah air Indonesia. Salam dari 3676 Meter dari permukaan laut.
 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun