Mohon tunggu...
Iranti Mantasari
Iranti Mantasari Mohon Tunggu... -

A muslimah, book lover, media observer, political Islam enthusiast, learner, and someone who wish to enlighten the world through her writings.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjaga Akal Sehat di Tengah Terpaan Bencana

26 Oktober 2018   22:46 Diperbarui: 27 Oktober 2018   00:18 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seperti yang diketahui bersama, sejak akhir Juli tahun ini, Indonesia kerap diuji dengan berbagai bencana alam yang tak hanya menimpa satu tempat, tetapi terjadi di banyak titik. 

Pada 29 Juli 2018, gempa bumi berkekuatan 6.4 SR mengguncang Pulau Lombok yang kemudian memicu beberapa gempa besar lain yang juga terjadi di Lombok. Dari gempa ini saja, 500an nyawa melayang, ribuan orang mengalami luka-luka, kerugian materil mencapai Rp 8,8 Triliun, bahkan ratusan ribu rumah serta ratusan infrastruktur terkategori rusak (Tribunnews 29/8/18).

Belum usai duka yang menghampiri segenap bangsa, lagi-lagi bumi ini diguncang dengan gempa yang tak kalah mencengangkan, bahkan disertai dengan tsunami. Bencana yang telah absen 14 tahun ini, kini menimpa wilayah Sulawesi Tengah, yakni daerah sekitar Palu dan Donggala yang menyebabkan ribuan nyawa meninggal dunia, meluluhlantakkan bangunan dengan tanah bahkan kerugian dari kerusakan infrastruktur mencapai Rp 8,07 triliun (Liputan6.com 14/10/18).

Terlepas dari dampak bencana dan kesedihan yang hingga kini masih melingkupi warga Palu dan Lombok, negeri ini justru terlihat semakin 'menantang' kemarahan Allah. Penduduk negeri ini memang menyadari bahwa semua bencana ini terjadi atas kehendak Allah, namun mereka seakan melupakan hukum sebab akibat yang berlaku dan dijelaskan dalam Islam mengenai bencana.

Jika saja hukum sebab akibat ini tidak dilupakan dan diremehkan, seharusnya kejahatan semacam perdagangan dan pemerkosaan anak tak akan terjadi. Dilansir oleh Tempo pada 17 Oktober 2018, seorang anak perempuan berusia 7 tahun dikabarkan telah diperkosa pada hari Selasa, 16 Oktober 2018 sekitar pukul 14.00 WITA. 

Tak hanya itu, anak-anak yang menjadi korban bencana Palu dikabarkan menjadi incaran sindikat perdagangan anak (Teras.id 3/10/18). Oknum-oknum hitam ini berusaha memanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan yang sedang dialami para korban gempa.

Tidak perlu menanyakan bagaimana keimanan penjahat-penjahat itu, karena mungkin mereka memang tak mempedulikan masalah agama, apalagi iman. Lingkungan yang memang berusaha dipisahkan dari agama seperti saat ini memang sangat mampu menghasilkan manusia-manusia  seperti itu, oportunis namun menihilkan perihal moralitas. Jika keimanan mereka tak perlu ditanyakan, maka yang patut  dipikirkan adalah, di mana akal dan nurani mereka?!

Sebejat-bejatnya manusia mungkin tidak akan melakukan itu jika memang akal dan nuraninya masih sehat. Pihak-pihak yang seperti ini jelas memperkeruh suasana yang dirasakan para korban. Zaman memang berganti, namun tindak tanduk manusianya tak jauh berbeda dari apa yang dihadapi oleh Nabiyullah Muhammad shallallahu 'alayhi wa sallam di masa jahiliyah dahulu.

Allah berfirman dalam surah Ar Ruum ayat 41-42:

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)"

Abul Aliyah ketika menafsrikan ayat ini mengatakan barang siapa yang berbuat durhaka kepada Allah di muka bumi, berarti dia telah berbuat kerusakan di bumi, karena terpeliharanya kelestarian bumi dan langit adalah karena ketaatan. 

Dari tafsiran singkat ini, dapat disimpulkan bahwa jika manusia tidak taat kepada Allah, melakukan maksiat terhadap Allah, maka saat itu pulalah mereka sedang melakukan kerusakan di bumi ini.

Bencana yang diturunkan oleh Allah memang bisa meninggalkan luka dan duka bagi mereka yang tertimpa. Namun tentu hal ini tidak menjadi legitimasi juga bagi kita untuk mengesampingkan akal sehat serta nurani. 

Justru akal ini menjadi hal yang vital untuk bisa memulihkan luka tersebut. Bahkan Syaikh An Nabhani mengatakan di dalam kitab beliau, bahwa manusia akan bisa bangkit jika pemikirannya bangkit dengan akal sebagai salah satu komponen pentingnya.

Ayat tadi tentu tidak akan bisa dipahami oleh mereka yang tidak memaksimalkan penggunaan akalnya meski telah diperintahkan oleh Islam. Ayat ini pun tidak akan sampai maknanya pada mereka yang masih senantiasa diliputi hawa nafsu, tak peduli suasana bencana yang sedang menerpa. Padahal di satu sisi, risalah Islam ini sudah syaamil dan kamiil atau sudah sempurna dan menyeluruh. Hanya saja, risalah ini belum menembus benak umat secara keselurhan.

Oleh karena itu, momentum bencana ini sepatutnya menjadi bahan introspeksi bagi semua pihak, mencakup para korban, para da'i mukhlis yang menyerukan Islam, hingga ke jajaran penguasa. 

Hendaknya para korban tidak berputus asa dari rahmat Allah, meskipun diuji dengan bencana sedemikian rupa yang menyebabkan mereka tidak mampu berpikir jernih sehingga kembali melakukan maksiat dan menantang murka Allah. 

Para da'i yang sudah terhujam dalam diri mereka Islam, seharusnya menjadi lebih membara lagi dalam menyampaikan apa yang haq dan apa yang bathil. Melalui lisan para da'i inilah umat mampu memahami hakikat bencana yang diturunkan oleh Allah. 

Kemudian untuk para penguasa, bencana ini seharusnya menjadi pengingat bahwa selaku pemegang kekuasaan dan penerap hukum, sungguh tak pantas jika mereka mengabaikan hukum dan aturan Allah. 

Penguasa negeri ini juga sepatutnya melaksanakan kewajiban mengurus umat dengan maksimal, menjaga aqidah mereka dari keputusasaan dan kekufuran, sehingga tak ada lagi tangan-tangan yang menjadi sebab Allah menurunkan bencana di negeri ini.  Wallahu a'lam bishshawwab.[]

Ditulis oleh: Iranti Mantasari, BA.IR*
*Mahasiswi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam UI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun