Mohon tunggu...
Iranda Rencany
Iranda Rencany Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

kita bisa karena terbiasa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kasus Tiga Nelayan Miskin Ujung Kulon: Analisis Hukum Positivisme dalam Penegakan Hukum di Indonesia

30 September 2024   15:32 Diperbarui: 30 September 2024   15:42 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Nama : Iranda Rencany Galih Perjuangan 

NIM : 222111098

Kelas : HES 5C

Dosen Pengampu : Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.

Hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang berpendapat bahwa hukum terdiri dari norma-norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan tidak bergantung pada nilai-nilai moral atau etika. Menurut pandangan ini, hukum harus dipahami sebagai hasil dari proses pembuatan hukum yang formal, dan keabsahannya ditentukan oleh kepatuhan pada prosedur yang benar, bukan pada keadilan atau moralitas. 

**Kasus Tiga Nelayan Miskin Ujung Kulon**

Salah satu contoh kasus yang relevan dengan hukum positivisme adalah kasus dari tiga nelayan miskin Ujung Kulon. Kasus ini berawal dari tiga nelayan miskin dari Pandeglang, Banten, yaitu Damo, Misdan dan Rahmat yang sedang mencari ikan di atas kapal kecil di perairan dekat Pulau Handeuleum, Banten, pada 3 Oktober 2014. Mereka Mencari udang dan ikan untuk keluarganya yang akan berlebaran, karena tidaktahuan mereka akan batasan laut umum dan laut kawasan konservasi, mereka ditangkap petugas Kepolisian Hutan Taman Nasional Ujung Kulon dengan barang bukti 24 kepiting, 4 udang dan sisanya ikan. Mereka ditahan di penjara kemudian diseret ke meja hijau. Jaksa dalam dakwaannya menjerat ketiganya dengan pasal 33 UU No 5 tahun 1990 tentang tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan dituntut jaksa dengan 4 bulan penjara dengan denda Rp 500 ribu.

Dalam kasus tiga nelayan miskin Ujung Kulon, analisis dari perspektif hukum positivisme sebagai berikut:

1. Kepatuhan Terhadap Norma Hukum: Hukum positivisme berfokus pada norma yang berlaku. Jika ada peraturan yang melarang penangkapan ikan di kawasan konservasi dan tiga nelayan tersebut melanggar peraturan itu, maka tindakan hukum terhadap mereka dapat dianggap sah.

2. Keberadaan Aturan yang Jelas: Penting untuk mengevaluasi apakah ada undang-undang yang jelas mengenai batasan antara laut umum dan kawasan konservasi yang mungkin tidak diketahui oleh nelayan. Namun, dalam hukum positivisme, ketidaktahuan bukanlah alasan untuk menghindari sanksi hukum.

3. Prosedur Penangkapan: Penangkapan harus dilakukan sesuai prosedur yang diatur oleh hukum. Jika petugas melakukan penangkapan berdasarkan ketentuan yang berlaku, maka proses tersebut sah.

4. Legitimasi Otoritas: Otoritas yang melakukan penangkapan (Kepolisian Hutan Taman Nasional) harus memiliki wewenang berdasarkan undang-undang untuk menegakkan hukum di kawasan tersebut.

Meskipun kasus ini memiliki aspek emosional dan moral, dari sudut pandang hukum positivisme, fokusnya ada pada kepatuhan terhadap hukum yang ada, yang menetapkan bahwa tindakan nelayan tersebut melanggar norma yang berlaku dan dapat dikenakan sanksi.

Dalam kasus tiga nelayan miskin Ujung Kulon, penulis dapat berargumen bahwa penegakan hukum harus sejalan dengan prinsip keadilan sosial. Keadilan tidak hanya berarti penerapan hukum yang ketat, tetapi juga mempertimbangkan latar belakang dan kondisi hidup nelayan yang terlibat. Nelayan tersebut berasal dari latar belakang ekonomi yang sulit dan mungkin tidak memiliki akses atau pengetahuan yang memadai tentang batasan zona konservasi. Dalam konteks ini, penulis bisa menekankan bahwa penegakan hukum harus disertai dengan upaya edukasi dan pemberdayaan, agar nelayan memahami aturan dan dapat berpartisipasi dalam konservasi secara berkelanjutan. 

Selain itu, penting untuk mengevaluasi apakah hukuman yang dijatuhkan proporsional dengan pelanggaran yang dilakukan. Pendekatan yang lebih restoratif, misalnya melalui mediasi atau penyuluhan, dapat lebih tepat daripada hukuman penjara, yang justru dapat memperparah kondisi mereka. Dengan demikian, penulis dapat menekankan pentingnya keadilan yang mengedepankan kemanusiaan dan kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulan :

Kasus tiga nelayan miskin Ujung Kulon adalah contoh nyata hukum positivisme diterapkan di sistem hukum Indonesia. Kasus ini mencerminkan bagaimana hukum positivisme dapat menghasilkan keputusan yang sah secara legal, tetapi bisa menghasilkan ketidakadilan di masyarakat. Hal ini menunjukkan perlunya keseimbangan antara penegakan hukum dan pertimbangan etis untuk mencapai keadilan yang lebih holistik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun