Saya belajar dari mereka tentang makna sesungguhnya tentang banyak tafsir Al Quran termasuk tafsir Al Maidah 51. Dari para tafsir Quran tersebut, saya jadi mengetahui seperti apa sesungguhnya perilaku perilaku yang menodai agama. Korupsi, Menipu, Sering Menghasut dan Menghardik orang lain, hingga Menjual ayat ayat untuk kepentingan politik , adalah beberapa contoh bentuk penodaan agama yang sesungguhnya. Mungkin kalau tidak karena Pak Ahok, saya tidak termotivasi untuk kembali mengkaji ayat ayat Al Quran.
Dalam periode 6 bulan ketika Pak Ahok mulai menjalani sidang, saya juga terhenyak mengetahui satu persatu cerita 'kebaikan' Pak Ahok yang sebelumnya seperti tertutupi. Dari mulai Pak Ahok yang seorang Kristiani ternyata punya keluarga angkat Muslim yang sangat dekat dan begitu saling mencintai. Lalu tentang cerita Pak Ahok yang membangun begitu banyak Mesjid dan tiap tahun memberangkatkan ratusan orang Umroh. Sebagai muslim, tentu saja fakta ini membuat saya terhenyak keheranan, ."Kenapa ada seorang Gubernur non Muslim begitu peduli dengan umat Muslm?" "Kenapa hal ini tidak dilakukan oleh Gubernur Gubernur sebelumnya yang notabene Muslim?"
Rasa penasaranlah yang membuat saya "terjun langsung" ke lapangan untuk melihat sendiri Mesjid Mesjid yang dibangun Pak Ahok dan menemui para marbot marbot Mesjid yang diberangkatkan Umroh. Dalam masa 6 bulan itu, mungkin juga adalah masa dimana saya begitu banyak berkeliling mengunjungi Mesjid Mesjid di Jakarta.
Saya jadi tahu kondisi Mesjid Mesjid di berbagai pelosok Jakarta yang dibangun atau direnovasi oleh Pak Ahok, yang sebaagian besar dananya bukan dari anggaran Pemprov DKI, tapi dari dana operasional Gubernur (yang seharusnya bisa masuk ke kantongnya sendiri). Saya juga berjumpa dengan begitu banyaknya Marbot yang merasa bersyukur dibantu Pak Ahok untuk bisa melihat Rumah Allah.
Hal yang membuat saya terharu sekaligus membatin. "Di sekeliling kita, mungkin ada banyak orang muslim kaya yang tiap tahun bisa bolak balik umroh atau berkali kali berhaji, tanpa mungkin pernah terpikirkan untuk memberangkatan orang lain , apalagi seorang marbot mesjid untuk pergi ke tanah suci. Tapi Pak Ahok , dengan kapasitasnya sebagai Gubernur, bisa memikirkan kebahagiaan terdalam warganya, untuk menuju Rumah Allah. Sesungguhnya, saya melihat Pak Ahok telah menjalankan nilai nilai Islam, meskipun ia bukan seorang Muslim. Sungguh absurd dan tidak terduganya hidup ini, justru dari Pak Ahok seorang pemimpin yang non Muslim, saya belajar banyak nilai nilai Islam. Walaupun seorang non muslim, tapi ia telah memberikan begitu banyak kepedulian bagi umat Muslim. Ini pun mengugah saya utk bertanya pada diri sendiri, "Sebagai bagian dari umat muslim yg menjadi mayoritas di negri ini, sudah cukup peduli kah saya dengan orang orang di sekitar saya yg berbeda agama ? Ataukah saya hanya mempedulikan dan menolong mereka yang satu agama saja dengan saya?"
Perjalanan saya dalam enam bulan kemarin menjumpai banyak alim ulama, berkeliling mesjid, dan berbincang dengan para marbot mesjid, menjadi "pengalaman spiritual" tersendiri bagi saya, untuk lebih mengenal nilai nilai Islam yang saya yakini. Nilai nilai islam yang rahmatan lil alamin sesungguhnya. Sekali lagi, jika bukan karena Pak Ahok, mungkin saya tidak termotivasi untuk kembali mempelajari agama saya sendiri.
Bagaimana Kau Ingin Dikenang??
"Saya ingin meninggalkan banyak Legacy (Warisan) untuk terus dikenang" , itu adalah kalimat Pak Ahok yang beberapa kali saya dengar di acara Debat Pilgub, saat ia ditanya, "bagaimana kalau ia tidak terpilih lagi menjadi Gubernur?". Kalimat ini sebenernya sudah sering saya dengar di berbagai pelatihan dan juga dalam dalam buku buku Leadership yang pernah saya baca.
Semua pemimpin besar di dunia ini, punya kesadaran tentang pertanyaan pertayaan mendalam seperti "Warisan apa yang ingin kau tinggalkan?" "Bagaimana kau ingin dikenang nanti?". Jika seseorang sudah menyadari tentang ini, maka ia akan menggunakan hidupnya bekerja dengan sebaik baiknya untuk menghasilkan karya karya bermanfaat yang bisa membuat hidupnya "abadi" dan terus dikenang, walaupun raganya sudah tidak ada lagi. Pak Ahok telah membuka mata saya, bahwa politik tidak selalu kotor, tapi politik bisa menjadi saluran dalam memberikan manfaat dan kemashlahatan bagi orang banyak.
Dan memang baru Pak Ahok sajalah, seorang pejabat publik dan tokoh politik , yang begitu menggugah saya untuk kembali mempertanyakan dalam diri saya sendiri pertanyaan filosofis dalam hidup, "Warisan atau karya karya apa yang ingin saya tinggalkan? "Bagaimana saya ingin dikenang nanti jika raga saya tidak ada lagi?". Sepanjang hidup, saya terus terpacu untuk meraih dan meraih lebih. Tapi Pak Ahok lah yang menyadarkan saya untuk memberi dan memberi lebih. Kelak saya juga ingin meninggalkan warisan melalui karya karya saya yang memberi manfaat bagi banyak orang, seperti yang selalu Pak Ahok tunjukkan kepada warga Jakarta.
Ada ungkapan, Warisan terbaik yang bisa kau tinggalkan untuk dunia, bukan bangunan atau hal hal fisik yang diabadikan dengan namamu. Tapi hati yang kau sentuh dan dampak positif yang kau tinggalkan dalam hidup orang lain. In the end of the day. People will forget what you say, people will forget what you do. But people will never forget how you made them feel.